Bagian 1 : A Little Boy in Her Dreams

420 49 2
                                    

Yang ia dengar tentang dirinya, pemuda itu adalah Tentara Terkuat Umat Manusia. Namun, yang bisa Hange simpulkan, dia tak lebih dari seorang anak laki-laki yang mendamba cinta, namun tidak tahu bagaimana harus meminta. Takdir terlalu kejam padanya.

Hange pernah mendengar, bahwa pada garis cakrawala di kala senja bergulir akan membawamu pada dunia lain. Dunia yang tak pernah kau ketahui juga ada, berdampingan dengan dunia yang manusia modern kini pijaki.

Dan Hange meyakini hal itu, setelah berusaha meyakinkan diri. Klise-klise seperti kaset lama yang selalu muncul acap kali ia tenggelam dalam lelap, bukanlah hanya sekedar mimpi aneh yang selalu menemani malam-malam Hange.

"Dunia paralel, ya. Menurutmu dunia seperti itu benar-benar ada?" tanya Hange

"Entahlah. Aku tidak percaya, tapi ku rasa jika mimpi itu seperti nyata bagimu. Mungkin saja itu adalah penggalan kisah dari dirimu yang dulu," Moblit mengatakan sesuatu yang membuat kening Hange mengkerut dalam.

"Tapi, aku juga melihat kamu di sana, lho."

"Oh, berarti sejak dulu kita adalah Sahabat."

"Kamu bawahan ku."

"Sial, bisakah mimpikan aku lebih baik lagi, Hange?"

Bagi Hange itu bukan sekedar mimpi. Semua klise yang terputar terasa tak asing, seolah memang Hange pernah berada di sana. Berbincang akrab, walau sosoknya selalu terlihat seperti orang gila, namun ada sosok lain yang terlihat tidak keberatan dengan semua itu.

Sosok pemuda bermata kelabu, yang Hange lihat hanyalah seorang anak laki-laki yang diam-diam menghela napas lelah di kesunyian.

Sampai, mungkin itu adalah penggalan ingatannya yang terakhir. Hange melihat tubuh pemuda itu terbujur kaku, jemarinya tak lagi utuh, wajahnya penuh luka parah, sehingga mata kanannya terluka. Dunia sedang tidak baik-baik saja saat itu, kehancuran di depan mata. Jika saja, Hange benar-benar serius saat ia mengatakan untuk tinggal berdua saja di hutan, mungkinkah akan ada akhir berbeda yang ia lihat di mimpinya?

Hal terakhir yang Hange lihat, dirinya mengulur waktu agar pesawat terbang yang mengalami kebocoran itu bisa diperbaiki. Melesat tanpa kenal takut, menghadang ratusan bahkan ribuan raksasa di depannya. Dia mati. Dengan pemuda itu yang mengucap janji, suatu hari nanti mereka pasti akan bertemu kembali.

"Kamu sekarang terdengar gila, Hange." ucap Moblit

"Terserah. Tapi, aku serius. Aku mati! Setelahnya aku tidak pernah lagi bermimpi!"

Moblit menaikkan sebelah alisnya, ia menaruh seiris daging di atas nasi Hange.

"Kamu butuh makan. Jangan dijadikan beban, seperti itu hal yang wajar, kok. Kamu terlalu lelah, sebaiknya minta cuti sana."

"Ucapan mu tidak bisa di percaya."

"Mau bagaimana lagi? Aku ini bukan penafsir mimpi, ingat? Kita berdua Dokter Forensik."

"Ya, lucu. Aku khawatir tentang mimpiku, tapi tidak pernah sekali pun khawatir tentang mayat-mayat dengan bentuk aneh yang akan kita selidiki."

Siang itu, setelah mendekam di Rumah Sakit selama nyaris satu bulan tanpa pulang ke rumah. Hange berjalan gontai, merutuki diri yang malas bersih-bersih dan harus pulang di sambut kamar Apartmennya yang berantakan, seperti kapal pecah. Bahkan tumpukan cucian piring sudah berjamur, Hange lagi-lagi harus membuang piring dan gelasnya.

Di kamarnya yang sempit dan berantakan, Hange mengeluh saat membersihkannya. Ia menarik napas dalam, menjatuhkan diri di atas ranjang yang sebelumnya sudah ia ganti spreinya. Mata menerawang jauh, menatap bintik kecil hitam di langit-langit kamarnya.

Lagi-lagi, ingatan saat dirinya berpamitan pada pemuda bermanik kelabu terngiang. Suaranya yang berat dan sedikit serak masih bisa Hange dengar, ia mengingat dengan baik, bagaimana mata pemuda itu menatapnya sayu. Menyentuh dada kirinya dengan kepalan tangan sebelum berkata, "Dedicate your heart."

Kemudian, saat Hange ingat ia membuka mata di bawah langit yang biru, menatap pesawat yang rekannya tumpangi akhirnya berhasil terbang. Bayangan samar tentang pemuda itu yang terduduk bersandar pada sebuah batu, tampak meneteskan air mata, dan bibirnya mengucap janji untuk kembali bertemu suatu hari nanti.

Diam-diam hatinya mengharap pertemuan itu. Walau sulit untuk dipercaya, Hange merasa mungkin saja pemuda tersebut ada di sebuah pelosok negeri nun jauh di sana. Menunggunya.

Lamunan Hange buyar saat sosok Moblit muncul di ambang pintu, tangan kiri pemuda itu terangkat. Memperlihatkan satu kantong junk food kesukaannya.

"Kamu selalu tahu kalau aku lapar!"

"Ya, aku sudah mengenalmu sejak lama. Jadi, setelah makan tolong bersihkan kamar mu ini, Hange."

"Iya! Bantu aku, ya, Mob!"

Tbc.

Makassar, 28 Juni 2022

Nuii Matsuno.



KAKURENBO [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang