7. The 7th Empress

57 12 3
                                    

Kukira aku sudah telat ketika tiba di kuil suci. Nyatanya saat sampai di sana, hanya ada seorang pendeta. Kaisar belum datang padahal sudah lebih dari waktu yang ditentukan. Walaupun pernikahan kami hanyalah formalitas, setidaknya beliau harus sedikit memiliki rasa tanggung jawab.

"Apa kau kecewa karena Yang Mulia Kaisar tidak ada di sini?" tanya Kak Elliot.

Aku mengembuskan napas keras. "Sedikit."

"Kau benar-benar ingin menikah dengannya, ya?"

Pertanyaan itu tak terjawab karena aku terlebih dahulu fokus pada kedatangan Kaisar dan pengawalnya. Sedikit lega ketika melihat pria dengan perawakan tinggi besar itu menginjakkan kaki di kuil.

"Kukira kau akan kabur," celetuk Kaisar.

"Saya bukan gadis seperti itu, Yang Mulia."

"Terserah apa katamu."

Kaisar kemudian memerintahkan untuk segera memulai prose pernikahan mereka. Tidak terlalu rumit. Kami berdua hanya disumpah lalu saling berhadapan. Seharusnya berciuman, tetapi Kaisar malah pergi. Tampak seperti buru-buru sekali.

Pernikahan yang sangat sederhana ini sudah selesai. Aku sudah resmi menjadi istri dari Kaisar dan tinggal menunggu penobatan sebagai permaisuri. Entah kapan aku akan dinobatkan, tidak penting juga sebenarnya.

"Astaga, adikku sekarang sudah menjadi milik orang lain," kata Kak Elliot dengan suara bergetar. Dia memelukku erat sekali. Aku yakin saat ini Kak Elliot sedang menangis.

"Jangan menangis, Kak. Kita akan tetap sering bertemu di istana."

"Apa kau tidak sedih sama sekali, hah? Kedengarannya kau senang karena meninggalkan kakakmu yang masih lajang ini."

Aku tertawa. Kemudian segera melepas tautan peluk di antara kami. "Kau iri denganku, ya? Kau ingin menikah juga?"

"Bukan begitu!"

"Astaga, aku minta maaf. Maaf karena mendahuluimu," gurauku.

Kami hanyut dalam perdebatan kecil itu. Aku merasa biasa saja karena memang belum ada apa-apa. Pernikahan yang merupakan formalitas ini tidak terlalu mengangguku. Aku juga sudah tahu kalau Kaisar tidak seburuk itu. Soal kutukan, akan kupikirkan jika sudah menetap dalam istana. Selama aku tidak mencoba melarikan diri dan menyerah, aku akan aman dari menara pengasingan.

***

Menjelang sore aku dipanggil ke istana tempat Kaisar menempatkan para permaisuri terdahulu. Tempat ini tak kalah mewah dengan istana miluk Kaisar. Aku dikirim kemari bersama Carol. Sengaja kuminta begiu agar selama di sini aku tidak merasa kesepian. Setidaknya aku bisa berbincang dengan Carol kalau bosan.

Namun, saat aku diminta bertemu dengan Kaisar, Carol tetap tinggal di luar. Hanya aku yang dipersilakan untuk masuk ke dalam. Kemudian disambut oleh seseorang yang asing di mataku. Bahkan dalam ingatan baruku, tidak ada memori tentang wajah tersebut.

"Salam untuk calon permaisuri Sonhein," ucap si pria asing itu. Aku refleks membalas salamnya dengan sedikit menunduk.

"Kau akan diperiksa olehnya."

Aku mengerutkan alis. Lalu menunjuk diri sendiri. "Saya, Yang Mulia?" tanyaku memastikan.

Mataku memindai tubuh pria asing itu. Dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki, pria tersebut tidak mirip seperti dokter. Justru jubah panjang yang dia kenakan mirip dengan seorang penyihir. Lantas apa maksud dari Kaisar dengan memeriksa?

The 7th EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang