PART-3

3 2 0
                                    

     Jam lima tepat, Arestya pulang dari sekolah tetapi dia tidak langsung pulang melainkan nongkrong bersama teman-temannya yang selalu membuat onar di warung Bu Ajeng.

     "Jav, Res, gue dengar-dengar kalau gank jambul dikeluarkan dari sekolah gara-gara kemarin nantangin sekolah kita," ucap Faras.

     Arestya meletakkan pisang goreng yang sudah dingin di tempatnya dan fokus dengan cerita dari Faras.

     "Loe kok tahu, emangnya loe udah kesana?" tanya Arestya.

     Faras menggeleng kemudian mengambil satu kerupuk dan mencelupkannya di kuah soto.

     "Enggak, gue kan punya adik sekolah disana terus dia yang cerita," jelas Faras.

      Java masih mendengarkan tetapi dia tetap melanjutkan ngemilnya berbeda dengan Arestya yang tidak melakukan apapun selain memasang telinga.

     "Yah, kalau mereka dikeluarkan, kita gak ada hiburan dong," ucap Arestya penuh penyesalan.

      Faras mengangkat bahu. "Loe cari aja musuh," saran Faras, saran yang tidak berbobot tetapi mampu merasuki otak Arestya.

      "Musuh, ya. Gue sih ada musuh dari dulu tapi gak banget kalau gue harus mengeroyok dia," jawab Arestya.

     Java hampir tersedak mendengar ucapan Arestya dan langsung mengambil air minum.
   
      "Jangan bilang saudara loe," timpal Java.

      "Loe tahu, siapa lagi kalau bukan dia, dia itu udah mirip hantu di rumah gue. Susah banget mau ngusirnya, udah gue bacain ayat kursi juga tetap aja ngejokrok di sana." Arestya kembali emosi jika mengingat wajah Vita yang lugu.

     "Jangan gitulah, dia kan saudara loe," imbuh Faras.

     "Saudara tiri." Arestya memotong ucapan Faras lalu menyomot tempe goreng yang baru saja keluar dari wajan dan masih panas.

     Java dan Faras saling pandang, mereka tidak habis pikir dengan Arestya yang sangat membenci Vita.

     "Lagian, loe kenapa bisa sih menyetujui pernikahan nyokap sama bokapnya dia," tanya Faras.

     "Siapa yang setuju, mereka aja yang tiba-tiba nikah setelah papa gue meninggal," jelas Arestya.

     "Memangnya loe kemana sampai gak tahu kalau mereka nikah?" tanya Java.

     Arestya kembali terdiam kemudian menggurungkan niat buat bercerita. Namun, dia hanya menjawab seperlunya karena tidak ingin mengingat kepergian papanya.

     "Waktu itu gue sekolah, setelah satu minggu gak sekolah karena bokap meninggal lalu gue pulang tahu-tahu udah ada papa baru, ya, itu bokapnya Vitalis." Arestya sengaja melesetkan nama Vita di depan Faras dan Java.

    "Vitalis, emang handbody." Java menyerobot ucapan Arestya.

     "Loe jangan gitu, dong. Mamamu paling gak bisa ngebesarin loe seorang diri, apalagi loe trek-trekan mulu." Faras menyauti.

    Di sela perbincangan mereka Dika datang dan duduk bersama ketiga temannya.

     "Kemana aja sih loe?" tanya Arestya.

      "Biasa, gue habis ngater Vita." Dika menjelaskan.

     "Loe pacaran sama dia?" tanya Arestya.

      "Loe setujukan kalau gue ntar jadi keluarga loe?" tanya Dika meminta kepastian.

     "Aih, makin runyam aja ni keadaan," gerutu Arestya.

ARESTYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang