W i t h U

7 1 0
                                    

"Dea, antar aku, yuk!" Arkan langsung mengajak Deana untuk ikut bersamanya. Laki-laki itu tidak memikirkan Deana yang merasa kelelahan selepas seharian mengajar anak-anak. Untuk mengajar anak-anak butuh tenaga ekstra dan suara yang lantang agar penjelasan materi dapat dipahami oleh siswa atau peserta didik.

Arkan yang hari ini tidak masuk mengajar tidak merasakan bagaimana capeknya Deana menangani siswa kelas 3 sendirian. Gadis itu mendelik sebal dan mengabaikannya. Deana mencari kunci rumah untuk segera masuk dan beristirahat di dalam. Namun, nihil, kunci itu tidak ada sama sekali.

"Kuncinya disimpan di mana, ya?" Deana terus mencari di bawah alas kaki, di bawah pot dan di bawah sepatu, sama sekali tidak menemukannya.

"Kuncinya dibawa Faisal." Arkan menjawab kebingungan Deana.

Gadis itu menghela napas berat, dia melemparkan tasnya ke sembarang arah. "Rasanya pengen nangis aja, ya Allah." Matanya mulai berkaca-kaca, dan Arkan yang menyaksikan itu semua menghela napasnya, mendekat ke arah Deana dan berusaha menenangkannya.

Dirasa cukup tenang, Arkan mencoba kembali untuk mengajak Deana. "Mending ikut aku, yuk!"

Ajakan Arkan terkesan memaksa, namun membuat Deana luluh juga. "Yaudah!"

"Yes, akhirnya!" Dengan senang hati Arkan mengajak Deana untuk mengelilingi jalan Semarang.

"Sebenarnya mau ke mana sih?" Nada suara Deana terdengar sangat lesu.

"Ke kampus mau bayar semesteran, abis itu kita jajan boba cokelat kesukaan kamu, ya." Nada suara Arkan terdengar membujuk. Deana hanya pasrah mengikuti Arkan hari ini.

"Dea, maafin aku, ya... aku tau tadi kamu capek, tapi aku malah langsung ajak kamu buat nganterin aku. Seharusnya kamu istirahat tadi." Arkan mulai merasa bersalah kepada Deana.

"Hmm... nggak pa-pa, lagian kalo aku di sana percuma gak bisa masuk rumah juga 'kan?" Beberapa kali Deana menghela napas gusar.

"Iya juga sih, tadi Faisal di sekolah tempat ngajar Shaka padahal, dekat dari rumah." Sepanjang jalan Arkan mencoba mengajak Deana untuk berbicara.

"Ah udah terlanjur aku ikut sama kamu." Dengan pasrah Deana meladeni setiap ucapan Arkan.

"De... aku serius lho, ya, gak mau lihat kamu dideketin cowok lain." Arkan terus saja menyinggung hal itu dan membuat Deana merasa semakin lelah.

"Udah deh jangan bahas itu mulu." Deana mulai jengah. Dalam hati berkata, "Bukannya ditawarin minum, malah ngebahas yang kek gitu. Nggak peka banget sih si Arkan!"

"Iya maaf, tapi aku beneran cemburu, kamu nggak ngerasain sikap aku semalam berbeda sama kamu? Itu karena aku cemburu." Arkan tetap kukuh untuk meyakinkan perasaannya kepada Deana.

"Iya tau!" Deana menanggapi seadanya berharap Arkan berhenti membahas soal itu.

"Sekarang aja aku takut kamu ketemu Dimas, pasti di Kampus juga banyak cowok yang mau deketin kamu." Arkan mulai merasa tidak percaya diri di hadapan Deana jika mengingat hal tersebut apalagi mengingat Dimas yang sangat perhatian dengan Deana.

"Terus?" Deana mendelik sebal, terlihat raut wajah kesalnya dari kaca Spion.

"Pokoknya aku nggak mau kamu deket sama cowok lain!" pungkas Arkan tanpa penolakan.

"Kita lihat aja nanti," respon Deana seraya tersenyum jahil.

Sesampainya di Kampus, Arkan langsung mengajak Deana ke akademik, di akademik kebetulan ada Rayhan --- temannya Dimas. Arkan juga mengenali Rayhan, karena Rayhan adalah mentornya ketika PKKMB dulu. Rayhan bersalaman menyapa Deana dan Arkan, bertukar kabar sebentar. Bahkan beberapa menit Rayhan mengajak Deana mengobrol, membiarkan Arkan ke ruang akademik sendirian.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang