BAB 3. PERMOHONAN AZKA

26 4 0
                                    

Azka menghentikan motor sport-nya di halaman rumah Dion. Mengetuk pintu rumah sahabatnya yang sebenarnya memang sudah terbuka.

"Dion!" panggilnya nyaring.

"Ka! Masuk." Dion keluar dari kamarnya.

"Gak usah. Di sini aja." Azka mendudukkan diri di atas kursi yang tersedia

"Mau kopi?" tawar Dion pada Azka.

"Boleh, deh." Angguk Azka.

Dion pun pergi ke dapur membuatkan kopi untuk sahabatnya kemudian kembali dengan membawa segelas kopi di tangannya beralaskan nampan. Kepulan uap dari gelas yang dibawanya mengudara. Membawa aroma kopi yang harum menyapa indera penciuman dengan lembut. Menghadirkan rasa ingin segera menikmatinya.

"Dari mana, Ka?" tanya Dion sambil menyurungkan kopi ke atas meja.

"Dari Galeri."

"Oh." Dion mengangguk.

Azka meraih kopinya dan menyeruput perlahan. Terasa masih panas, namun terasa nikmat dan lekat di indera pengecap dan tenggorokannya. "Yon," ucapnya sambil meletakkan kembali gelas kopinya ke atas meja.

"Ya?" Dion menatap lekat wajah tampan sahabatnya. Ah, Dion pun mengakui betapa menarik wajah Azka. Kesan maskulin begitu tampak pada setiap garis wajahnya.

"Siapa cewek kemarin namanya?" tanya Azka dengan nada ragu.

"Cewek yang mana?" Dion mencoba mengingat dengan kedua kening yang mengkerut.

"Yang tadi malam sama kamu. Yang kamu ajak ke meja kita terus dia pergi." Azka menerangkan. Sangat besar harapannya dia akan mendapatkan informasi tentang gadis yang terus dicarinya itu.

"Oh ... si Ayu."

"Iya ... Ayu namanya?" Azka memastikan lagi, meski dia sebenarnya mengingatnya. Hanya saja, dia tidak ingin terlihat terlalu bersemangat.

"Ayudia. Memangnya kenapa?" Dion menatap Azka penuh selidik.

"Enggak papa. Tanya aja." Azka tersenyum manis. "Hum ... kamu kayanya deket sama dia?"

"Lumayanlah ... kami cukup dekat." Dion menangkap ada sesuatu dari wajah Azka. "Kenapa, sih?" Manik kuning madu-nya memandangi Azka dalam-dalam.

"Gak papa. Kenalin dong!" pinta Azka menyatakan langsung tujuannya.

Dion menatap dalam wajah Azka dengan diam.

"Kayanya dia orangnya asik, kamu kenal di mana?" tanya Azka penasaran.

"Oh ... waktu itu ...."

***

Setahun enam bulan yang lalu di sebuah Mall ....

Ayudia memilih-milih pakaian lalu membawanya ke kamar pas untuk dicoba, apakah terlihat bagus jika dipakainya. Dia tersenyum puas melihat refleksi bayangannya di cermin.

Dia membawa beberapa lembar pakaian yang disukainya ke kasir. Dengan sabar dia menunggu antrian yang cukup panjang hingga sampai pada gilirannya.

Sambil menunggu sang kasir menghitung total belanjaannya, Ayudia mencari dompet di dalam tasnya.

'"Satu juta dua ratus dua puluh lima ribu," kata kasir itu membacakan nominal yang harus dibayarkan Ayudia.

Seketika wajah Ayudia pucat pasi. "Mbak ... sebentar, ya. Saya cari dompet dulu. Sepertinya kececer," ucapnya sambil terus mencari-cari ke dalam tasnya. Dia begitu gugup.

"Memang gak ada!" ucapnya lirih dengan mata berembun. "Bentar ya, Mbak," pinta Ayudia dengan wajah malu dan juga memelas.

"Baik, saya simpankan dulu," kata kasir itu dengan nada ramah.

Maafkan Aku Suami Kucinta SahabatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang