Bagian Dua

2.9K 492 150
                                    

•••

T A N A H  P I R A U

•••

Indira

"Stiker seperti ini umum didapat, beli di tukang polet motor pinggir jalan aja ada. Atas dasar apa kamu menebak profesi saya polisi? Nguping percakapan saya sama teman saya, ya?"

Merasa kalau identitas gue dibongkar— atau lebih tepatnya gue tidak terima atas terkaannya yang benar, gue mengikuti lelaki tersebut dengan sedikit terhuyung-huyung akibat kontur pinggiran pantai yang dipenuhi batuan dan karang. Gue sebetulnya paling gak suka jalan-jalan di pantai. Selain berangin, sandal atau sepatu yang gue pakai selalu otomatis dipenuhi pasir yang lengket dan membuat tidak nyaman.

"Indera waspada negara raharja¹," ketika dia telah naik ke tanggul pantai dan meninggalkan tepian berbatuan, lelaki itu berbalik sampai gue bisa melihat wajahnya dengan cukup jelas. Gue pikir, dia akan meninggalkan gue lagi seperti sebelumnya. Tapi dugaan tersebut keliru karena ternyata dia menaruh semua barang bawaannya di atas tanggul beton hanya untuk mengulurkan tangannya.

Gengsi di diri gue menolak ulurannya, akan tetapi tinggi tanggul yang pinggirannya dipenuhi batu besar yang basah oleh percikan air dari ombak membuat pertahanan itu runtuh begitu saja. Kalau licin dan tergelincir, kepala gue bisa retak dan divonis dokter dengan gegar otak berat. "Makasih," ucap gue setelah berhasil naik ke atas tanggul beton tersebut.

"Logo itu nggak umum, mustahil dijual bebas seperti stiker logo Polri yang dilengkapi bintang. Ada gambar wayangnya juga, siapa yang akan mengira kalau itu adalah bagian dari kepolisian?"

Gue punya satu kebiasaan, yaitu melirik orang dengan tajam ketika gue kesal dengan kelakuan atau ucapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue punya satu kebiasaan, yaitu melirik orang dengan tajam ketika gue kesal dengan kelakuan atau ucapannya. "Kamu," jawab gue. "Cuma kamu satu-satunya orang yang sadar. Kamu dari Sat Intelkam juga? Orang Polda, ya?"

Enggak, gak mungkin dia dari SatIntelkam. Lihat penampilannya sekarang. Rambutnya dipotong dengan rapi, kulitnya putih bersih— menjurus mulus dan glowing, pakaiannya dari atas hingga bawah juga tampak sangat serasi. Kaos abu tuanya dipadankan dengan celana pendek berwarna abu muda. Aksesoris seperti gelang, cincin, hingga jam tangan menghiasi kedua pergelangan tangannya.

Serapi-rapinya anggota Intelkam, gue jamin gak ada yang penampilannya sebaik lelaki asing ini.

Tejo yang notabene berasal dari keluarga kaya raya aja mendadak kumuh dan lusuh apalagi ketika harus melakukan pengintaian.

"Sebelum saya menjawab, izinkan saya bertanya satu hal." Gak tau gimana cerita awalnya, gue tiba-tiba saja berjalan beriringan dengan lelaki yang belum diketahui namanya ini. "Kamu secara tidak langsung mengakui kalau kamu adalah bagian dari intel, kan? Saya penasaran, bukannya di dalam film, mengungkapkan identitas tidak segampang itu ya karena para intel memegang prinsip anonimitas?"

TANAH PIRAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang