PART 3

245 23 4
                                    

Arimbi Ayuningtyas.

Kelemahanku adalah orang tersayang di dalam hidupku.

***

Arimbi beberapa kali memastikan jam di tangan kanan. Sore ini ia sudah berjanji untuk datang ke rumah Mama Lita, tetapi hingga pukul empat sore ia masih harus berkutat dengan kesibukan IGD.

Yap, Arimbi adalah seorang dokter umum. Berkat keluarga Mama Lita dan Pak Edwardi yang membiayai sekolah Arimbi hingga ia mampu menyelesaikan pendidikan dokter. Mulai detik ini, ia bekerja dan sedang mengumpulkan uangnya sendiri untuk bisa melanjutkan studi spesialis.

"Dok, ada janji?" tanya dr. Rizal, salah satu teman shift Arimbi yang sedang bertugas.

"Sebenarnya iya, tapi nggak apa-apa, aku bantu sampai jam lima, ya?"

"Dok, ditinggal aja nggak apa-apa. Kita di sini kan teamnya banyak, it's okey kalau mau pergi dulu. Toh jam shift dr. Arimbi juga sudah selesai."

"Tapi IGD-nya lagi hectic banget, Dok."

"Nggak apa-apa," tegas Rizal.

"Okee, maaf ya, Dok. Belum bisa bantu sore ini."

Arimbi permisi pulang saat mendapatkan persetujuan. Dia menyempatkan diri untuk pamit kepada rekan-rekan kerjanya yang sedang bekerja.

Pukul lima sore ia sampai di rumah dan bergegas bersiap. Setelah melawan waktu dan rasa lelah akhirnya Arimbi bisa sampai di rumah Mama Lita tepat pukul enam kurang.

"Sayaaaaang," teriak Mama Lita ketika melihat sosok Arimbi yang berada di depan pintu rumahnya. "Ini apa?"

"Arimbi bawakan bunga mawar putih, kesukaan Mama."

"Ya ampun sayang, nggak usah repot-repot. Sini masuk."

Arimbi masuk ke dalam rumah yang sudah lebih dari sebulan tidak ia kunjungi. Orang pertama yang ia temui adalah Om Edwardi, suami Mama Lita yang tidak terlalu dekat dengan Arimbi karena memang sibuk bekerja, tapi Arimbi yakin Om Edwardi adalah sosok yang baik. "Selamat sore, Om."

Beliau justru terkekeh. "Kenapa saya selalu merasa aneh kalau kamu panggil dengan sebutan Om, ya?"

Edwardi sudah sering meminta Arimbi untuk memanggilnya papa, tetapi nyatanya sulit sekali lidah Arimbi menyesuaikan. Berbeda dengan Mama Lita yang dengan mudah bisa ia panggil mama.

"Arimbi kan besok panggil ayah Adrian dengan sebutan Papa, jadi dibiasakan dari sekarang."

Ada getar tak beraturan ketika rencana itu kembali disebut. Antara suka dan canggung.

"Ma, panggil Adrian turun," pinta Om Edwardi.

"Oke, Mama ke atas dulu ya. Tadi Adrian baru aja naik buat mandi."

Adrian Edwardi, sosok yang selalu memenuhi hati dan pikiran Arimbi. Meski mereka jarang bertegur sapa, tetapi keinginan Mama Lita untuk menjodohkan keduanya sering membuat Arimbi salah tingkah. Ia sudah memuja sosok Adrian sejak dulu, sejak pertama kali bertemu.

Adrian yang dilihat dari penampilannya terkesan kasar cenderung cuek, garang tapi sangat berperilaku lembut kepada mamanya. Sosok Adrian mampu membuat Arimbi jatuh hati. Tentu saja, setiap wanita akan semudah itu jatuh hati kepada seorang Adrian.

CERITA tanpa EPILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang