POV Nei
'Saya terima nikah dan kawinnya, Aneira Hazna Nalani binti Rijalul Kafi Al-Hakim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!'
Masih terngiang jelas kalimat itu, gua masih gak percaya itu bocah jadi suami gua. Yang gua harepin si nikah sama yang lebih tua, 1 atau 2 taun lah. Gak ada ekspektasi buat nikah sama berondong, apalagi ini bocah! Umur kita aja beda 7 tahun, ya Allah! Hanya gara-gara salah paham, kita berdua terpaksa nikah. Dan si*l nya juga, kenapa ayah sama bunda malah fine-fine aja lagi? Huwa ...! (Emot nangis banyak!)
Sekarang, kita berdua lagi solat gusy! Sebagai hamba Allah yang bertakwa ini (aamiin) kita harus jalanin perintahnya. Pertama kalinya ada orang lain yang ngimamin gue selain ayah, perasaannya? Duh, deg-deg ser! Kagak tau kenapa. Gua malah gak nyangka, bacaan dia bagus banget. Adem gitu pas didenger, andaikan kelakuan dia gak astagfirullah, mungkin udah gua jadiin crush dia. Eh, apaan si Nei?!
Dia berdo'a khusyuk banget, setelah ini gua harus cium tangannya gitu? Buset! Dan juga gua harus panggil dia apa dihadapan ayah bunda dan bonyok (bokap, nyokap) dia. Mas? Ih, gararetek! Ayang? Udah fiks, gua bakalan pingsan kegelian. Akang? Jangan deh, oh, ayolah! Ini lebih susah dibanding rumus matematika.
"Bu," panggil dia, gua setengah kaget. Dia udah balik aja, mau apa ni? Seperti yang gua duga, dia nyodorin, eh, menyodorkan. Ya, itu pokonya! Gua harus Salim gitu? Buset, yang biasanya dia salim ke gua, ini malah dibalik. Terima jangan? Kalo terima, canggung banget! Tapi, kalo enggak, Allah marah gak ya?
Baiklah, karena gua udah jadi istri. Sebagai istri yang baik dan solehah (aamiin) gua ambil tangan dia. Rasanya ko aneh, ya? Anehnya jantung gua malah maraton kayak gini. Duh, jantung! Please.
Setelah itu ... hening.
"Em ... Nevan, tentang pernikahan kita ...."
"Saya tau, pernikahan ini tidak boleh ada yang tau. Terutama sekolah, iya 'kan?" potong dia cepat, akhirnya tau diri juga.
"Bu ...." Tanpa diduga, dia pegang tangan gua. Panik gak? Panik gak? Panik gak? Paniklah masa kagak!
"Meskipun kita nikah karena salah paham, meskipun umur kita beda, tapi izinkan saya menjadi suami Ibu yang baik. Tegur saya bila ada kesalahan, dan juga izinkan saya mencintai Ibu. Jujur, dari awal saya liat Ibu, saya udah cinta sama Ibu. Mungkin, Ibu berfikir cinta saya cuman boongan, tapi saya benar-benar mencintai Ibu."
Gua tertegun beberapa detik, kesambet apa dia? Gak nyangka, murid yang paling gua benci bisa ngomong kayak gitu. Jujur, gua agak tersentuh, tapi ya dikit doang. Gak banyak.
"Tapi ... kamu kan ...."
"Masih sekolah? Atau ... Ibu ragu jika saya tidak bisa memberikan nafkah lahir dan batin?"
Buset! To the point amat dah bang! Gua pukul tuh lengan dia, sakit ya bomat!
"Bukan itu Nevan!"
"Haha, becanda Bu." Dan tanpa diduganya lagi dia malah rebahan dipangkuan gua, astagfirullah ... kayaknya ini anak sengaja mancing emosi deh! Tapi ....
"Bu, nanti kalo Ibu hamil, saya minta anak kembar 3 atau 4 ya?" pinta dia.
"Sakerepmu!"
"Ayolah, Bu ...."
"Emang kamu fikir saya ini percetakan anak?!"
"Iya."
Astagfirullah, ya Allah. Ampuni hamba yang sebentar lagi akan mencubit dia, dia mulai meringis. Rasain dah tu! Minta anak atau minta uang jajan? Emang gampang gitu bikin anak?
"Ibu ... aduh, sakit! Bu ... udah!"
Buset ini anak teriak, auto salah paham! Aduh!
***
POV Author
"Tadi kamu kenapa teriak?" tanya Husni, ayah Nevan. Nei melirik Nevan yang tampak santai.
"Biasa, lagi persiapan," kata Nevan.
"Persiapan apaan?" tanya Naila, ibu Nevan.
"Persiapan bikin cucu buat kalian,"
"Uhuk! Uhuk-uhuk!"
Perkataan Nevan mampu membuat Nei tersedak makanan, Nevan menyodorkan air minumnya. Wajah Nei memanas, hei! Apa maksudnya?! Semuanya saling pandang dan tersenyum penuh arti, cucu?
"Itu tak benar!" kilah Nei dengan kaki Nevan yang ia injak.
"Walaupun benar, ya, tidak papa. Lagian, Ayah juga pengen cepet gendong cucu," kata Rijal. "Nevan, kalo bisa bikinnya 4 sekaligus. Biar masing-masing gendong satu. Jangan lupa, yang imut-imut sama manis."
Nevan mengacungkan jempolnya. "Siap, Yah! Kalo saya sih siap aja, cuman gak tau nih, istri saya udah siap atau belum."
"Enggak!" jawab Nei ketus.
"Siap gak siap harus siap! Hahahahaha!"
Nei membulatkan matanya, hei apa-apaan ini? Semua orang tertawa, Nei hanya bisa mendengus kesal, kenapa mereka harus membahas cucu secepat ini? Lagi pula, belum tentu juga pernikahan ini akan terus berlanjut.
"Besok kalian tetap masuk sekolah, jangan sampai semua warga sekolah curiga, ini harus private sampai kamu lulus sekolah," ucap Husni setelah tawanya mereda.
"Tanggung Pah, publik aja udah! Gak ada yang marah ko!" jelas Nevan, kenapa harus private? Tidak ada yang marah juga, lagi pula, Nevan adalah pemilik sekolah itu, jadi ya bebas!
"Kata siapa gak ada yang marah?" Naila mengangkat sebelah alisnya.
"Ya, kata Nevan lah!" ungkapnya santai. Keisha pada Naila, membisikkan sesuatu kalimat.
"Anak saha ...?"
"Anak aing!"
Kedua wanita yang sangat berjasa itu cekikikan sendiri. Rijal dan Husni menggelengkan kepalanya pelan, jika antara besty dan besty sudah bertemu, ya, gini jadinya. Ya, Naila dan Keisha adalah sahabat lama. Nei menatap bingung keduanya, sedangkan Nevan melanjutkan makan dengan santai.
"Oh, iya. Nevan, kau juga harus belajar menjadi CEO," terang Husni.
"Ah, Papah! Umur Nevan juga masih 18 tahun," ujar Nevan kesal.
"Loh, apa salahnya belajar dari mulai sekarang? Lagian, yang gantiin Papah juga kamu, gak ada lagi juga. Ya, kali Nei yang harus gantiin Papah," jelas Husni.
Nevan memutar bola matanya malas. "Mana ada CEO yang 18 tahun, Pah!"
"Ada ko," sahut Rijal, Nevan menatap Rijal tak percaya, baru kali ini ia dengar ada CEO yang umurnya 18 tahun.
"Siapa?"
"Ya, kau lah!" jawab Rijal santai, Nevan hanya mendengus kesal, Husni dan Rijal bertos tangan ria, lalu tertawa.
Nei hanya menatap bingung dua keluarga yang sepertinya sudah akrab, ko gini, si? Apa mungkin bundanya dan Mamah Nevan ini sahabat lama? Apa mungkin itu benar?
"Oh, iya. Sayang, besok ke sekolah bareng aku aja, ya?"
"Uhuk-uhuk!"
'Allahuakbar! Jijik aku!'
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Berondong Tampan
RomanceHari-hati gua jadi suram gara-gara bocah tengil satu ini! Tapi ... ko dari hari ke hari, dia jadi cakep, ya? Eh, apaan si Nei!