Nasib murid kelas akhir. Di tengah puasa ini mengharuskan (Name) kerjakan simulasi ujian, otak dipaksa ikut bekerja keras di saat perut tengah kosong.
"Kapan lulusnya, sih? Ini juga ujiannya beruntun gini. Dikasih jeda sedikit atuh," keluh (Name). Sepanjang perjalanan pulangnya.
Di saat kakak kelas sedang bertempur dengan segala macam soal, para adik kelas malah mendapat untung. Mereka sering mendapat jam kosong atau bahkan guru benar-benar tidak masuk seharian itu.
"Nanti juga enggak bakal kerasa, kok," hibur Gempa. Dirinya berjalan berdampingan dengan sang kakak. Kebetulan dia sedang tidak ada jadwal ekstrakurikuler jadi bisa pulang bersama.
Tinggi yang hampir sama, kemungkinan juga Gempa tidak lama lagi bisa melebihi tinggi (Name), dengan gampang sang gadis menatap iris emas remaja putra itu. "Yah, omongan Gempa tidak ada salahnya. Tapi kadang suka lelah gitu."
Gempa bisa maklumi kondisi kakak pertamanya ini. Karena memang harus fokus pada tugas-tugasnya terkadang (Name) lalai pada kondisi tubuhnya, bahkan hampir ambruk jika Bunda tidak menyuruh istirahat.
"Kalau besok tidak ada ujian sebaiknya Kakak mengambil waktu sebentar untuk istirahat," nasihat sang bungsu seraya tersenyum simpul.
'Aku rasa Gempa, deh, yang cocok jadi kakak,' batin (Name) sedikit mengherankan. Seharusnya dia yang sebagai kakak bisa bersikap dewasa, malah adiknya sendiri yang jauh lebih bijak. 'Coba aja kamu yang duluan lahir, Gem.'
Lupakan dulu sejenak. Pusing juga memikirkan hal berat seperti itu. (Name) teringat bahwa hari ini belum terpikiran mau menu takjil apa untuk buka puasa nanti.
"Kira-kira nanti buka mau sama apa?" tanya (Name) memutuskan topik pembicaraan yang tadi, "kolak? Bikin sup buah?"
"Terserah Kakak, sih. Tapi ... kalau boleh pengin yang agak beda sedikit." Gempa memang tidak mempermasalahkan apa yang jadi menu takjil, ia hanya sesekali ingin sesuatu yang beda.
"Nanti sore kita pergi bazar, cari takjil." Alasan. Padahal (Name) sedang malas untuk masak.
"Oke, Kak."
***
Tadinya (Name) ingin ikut juga pergi ke bazar, tapi ternyata Bunda malah meneleponnya. Sebagai informasi, Bunda kalau sudah ngobrol paling habiskan sedikit waktu itu 30 menit. Setengah jam daripada menunggu, disuruhlah si kembar mencari takjil sendiri.
"Udah sana pergi. Pulangnya jangan terlalu sore, magrib di jalan nanti Kakak buka pakai apa."
Berangkat Halilintar, Taufan, dan Gempa untuk melaksanakan titah sang kakak. Cukup dengan jalan kaki sebentar juga bisa dicapai tempatnya.
"Kalau banyak begini malah jadi susah mau milih yang mana." Iris Gempa menyapu deretan jajanan yang ada.
"Tidak usah bingung-bingung, kita borong saja sekalian." Perkataan sekenanya Taufan itu langsung disambut getokan pada kepala. Tentu pelakunya adalah Halilintar.
"Beli seperlunya saja. Nanti enggak kemakan, jadi mubazir." Si sulung dari triplet mengingatkan. Memang bawaan napsu ingin segala dimakan, tapi saat baru habis satu juga sudah bisa kenyang. Gempa menyutujui hal tersebut.
"Sekali-kali kenapa, sih." Taufan masih bersikukuh.
"Aku sama Kak Lintar gak bakalan tanggung jawab semisalnya nanti Kak (Name) marah," kata Gempa.
Ingat kalau sekarang satu-satunya perempuan di rumah itu kalau marah bakalan seperti apa, lantas Taufan langsung menggugurkan niatnya.
"Enggak jadi, hehehe ...."
Setelah dibagi tugas, masing-masing mereka membeli apa yang diperlukan saja. Tidak berlebihan, tapi juga masuk kepada selera mereka bertiga dan juga sang kakak di rumah.
Bersambung ...
.
.
Selain kurma, apa yah yang sering jadi langganan takjil?
_____________
17 April 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara Dua Kepak
FanfictionMemiliki adik kembar triplet adalah sebuah anugerah sekaligus bencana. Manja, protektif, dan perusuh. Tingkat kesabaran menjadi kakak mereka harus tinggi, jika tidak sanggup pindah dimensi saja, yuk. Ditinggal sebulan dengan triplet rupanya membuatm...