Setelah menempuh perjalanan penuh tanjakan dan turunan nan gelap akhirnya sebuah titik cerah ketemu ketika melewati gapura besar sesaat kemudian kami disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa mengejutkan. Hamparan kerlip lampu kota Jogja terlihat dari atas.
Pertama kalinya aku melihat hal ini, selama ini hidup cuma di desa dengan tanah datar, malam ini hidupku terasa sempurna dengan Jampes disampingku. "Pes, ngopi sebentar disini masih bisa?". Tentu saja lelaki dengan wajah penuh kelicikan disampingku tersenyum dan mengangguk.
Dibelakang mas Jito dan Jarod yang ternyata selama ini mereka pacaran sedang tertidur. "Woy homo, jangan kelonan terus, bangun". Bibir Jampes memang tidak pernah bisa direm kalo ngomong.
Mata keduanya terbuka, mereka ikut terbelalak saat melihat kedepan, kebetulan Jampes mengurangi kecepatan untuk mencari tempat parkir. "Ada ya tempat sebagus ini di Jogja". Mas Jito mencium Jarod, kini ia sudah tampak tidak ragu dengan kami. Begitu pula aku dan Jampes seolah gayung bersambut kita tidak perlu menutup diri lagi.
"Mas, aku ingin pindah disini". Jarod menyandarkan kepalanya pada Jito, sedangkan Jampes tak mau kalah, ia memegang tanganku. "Kita cari kerja disini ya gil". Sejujurnya permintaannya tidak bisa kutolak, dari dulu ia selalu mengikutiku kemanapun. Sekarang aku mau ikut Jampes kemanapun.
Aku suka kasihan kalau kadang mengusirnya dari rumah setelah mabuk, cuma Jampes benar-benar manusia yang bisa menyembunyikan perasaan, padahal aku sudah bekerja bertahun-tahun bersamanya. "Aku ikut kamu aja Pes, yang penting jangan sia-siain aku". Mendengarku meng sedih ia tertawa. Bahkan mas Jito dan Jarod sampai menatapnya.
"Cangkemu pes, ndowak-ndowak" ucapan mas Jito pun tidak digubris.
Setelah mendapat tempat, kita berempat turun dari mobil dan duduk di pinggiran jalan yang langsung menghadap pemandangan lepas kerlipan lampu atau orang menyebut tempat cantik ini dengan Bukit Bintang.
Memesan 4 jagung bakar plus kopi hitam sambil berbincang benar-benar satu momen yang tidak bisa kami lupakan. "Pes, nanti di kota beli jaket ya, aku gak suka kamu cuma pakai kaos singlet gitu". Aku berbisik pada pacarku, sebenarnya aneh baru jadian tapi sudah banyak permintaan namun aku dan Jampes memang sebelumnya dekat sebagai teman.
Sekarang aku jadi tidak rela tubuhnya dilihat orang lain. Walaupun Jampes bukan idaman semua orang, tapi secara postur ia begitu menggoda dengan lekukan otot yang terbentuk secara alami. Bahkan banci di pantai tadi juga terpesona padahal ada mas Jito dan Jarod yang lebih ganteng daripada Jampes. "Iya nanti". Ia tetap saja santai dari dulu, mau aku marah seperti apapun.
Mas Jito sudah memesan penginapan yang cukup murah dengan aplikasi di hp walaupun berada di dalam kampung, namun akses ke pusat kota yang paling terkenal yaitu Malioboro tidak begitu jauh.
"Tadi ada yang mau traktir makan malam kalo aku sama Agil jadian". Jampes ternyata masih ingat omongan mas Jito di pantai tadi.
"Tenang pes, aku gak bakal ingkar Janji". Mas Jito segera memberikan hpnya. Disitu ia sudah reservasi tempat makan yang terlihat nyaman dengan konsep jawa namun harganya terjangkau.
"Gaslah habis ini, kamu yang bawa ya Jit". Mas Jito hanya memberikan jempol pada Jampes.
-
Sebuah perjalanan yang penuh kenangan kita ukir hari ini, setelah menikmati indahnya bukit bintang kita turun dan makan di sebuah warung joglo yang begitu nyaman dan syahdu.
Sebelum masuk hotel, aku minta mas Jito berhenti di sebuah toko pakaian yang lumayan besar untuk membeli jaket sama kaos buat kekasihku Jampes. Pemuda pecicilan ini begitu nurut dengan pilihanku. Jarod dan mas Jito juga ikut membeli kaos untuk ganti besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemuda Hujan
RomancePertemuan Pertama re-POV dan re-Upload cerita fiktif belaka, kesamaan nama dan tokoh hanya kebetulan