15. Rekonsiliasi

5 0 0
                                    

Perjalanan mereka dilanjutkan.

Dari sungai Aifaya mereka bergerak ke tebing Minafila, setidaknya begitu nama yang tertulis di peta hologram mereka. Perjalanan ini memakan waktu tidak sampai satu hari, seharusnya. Mereka hanya perlu bergerak menyusuri aliran sungai Aifaya dari hilir ke titik jatuh air terjun. Dari situ, mereka akan memanjat tebing dan melakukan perjalanan lagi sekitar tiga sampai empat hari untuk sampai ke tempat tujuan yang ditunjukkan di hologram itu.

Namun, jarak perjalanan yang tidak begitu jauh itu, terasa lebih lama dari yang seharusnya karena dilakukan dalam keadaan hening yang mencekam.

Mereka tidak ketakutan, tidak sedang dalam keadaan terancam, tidak juga dalam keadaan hidup dan mati. Namun, kesalahpahaman yang terjadi di tempat mereka beristirahat tadi membuat Laina dan Maik khawatir berinteraksi. Salah-salah, ada kesalahpahaman baru yang muncul di antara mereka.

Seperti ucapan Laina kepada Maik tadi.

Laina menggigit bibirnya. Dari semua hal yang bisa dia ucapkan ke Maik, kenapa harus itu yang dia ucapkan? Semua orang di Maynuf tahu seberapa cintanya Maik pada Maynuf. Jika harus bekerja sama dengan urksa pun, kalau itu bisa membantu Maynuf, Maik akan melakukannya. Bahkan untuk melakukan perjalanan ini pun Maik ragu karena tidak ingin meninggalkan Maynuf tanpa pengawasan.

Seharusnya Laina adalah orang yang paling tahu tentang itu. Tapi apa yang dikatakannya tadi? Maik tidak serius ingin membantu Maynuf? Bahkan orang terbodoh di Maynuf pun tidak akan mengatakannya.

Matanya melirik ke Maik, tetapi pria itu fokus menatap perjalanan di hadapannya. Mata sahabatnya itu begitu fokus menatap jalan dan langkah kakinya. Hal itu membuat Laina semakin merasa bersalah.

Menstruasi sialan! Kenapa, sih, perempuan harus mengalami menstruasi?

Hatinya mengeluh. Saking sebalnya dia dengan keadaan ini, Laina sampai tidak memperhatikan jalan di depannya dan tersandung sebatang kayu yang besarnya tidak lebih dari mata kakinya. Kalau tidak karena Maik yang menangkap lengannya dengan cepat serta memasang kuda-kuda, Laina mungkin sudah jatuh dan terantuk batu besar di depannya.

Maik menatap Laina dengan ekspresi yang dikuat-kuatkan. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu membantu Laina berdiri.

"Hati-hati," ucap Maik lalu kembali berjalan, seperti hal itu bukan masalah besar untuknya.

Sementara Laina, kini terpaku. Jantungnya berdetak tidak wajar, dan tadi, untuk sesaat, Laina merasa tidak rela saat Maik melepaskan tangannya. Apalagi wajah pria itu terlihat sangat dingin dan tidak peduli. Ada tangan duri yang kini berusaha meremas-remas hatinya.

"Apa yang terjadi padaku?"

Sphinx menyeringai, dan makhluk itu terang-terangan menampakkan seringaian itu di depan Laina.

"Apa?" tanya Laina merasa tersinggung.

"Tidak apa-apa."

Tentu saja ucapan itu tidak dipercayai Laina. Jelas-jelas tadi Sphinx menyeringai. Tidak ada satu seringaian pun di dunia ini yang tidak memiliki maksud tersembunyi.

"Jangan bohong, Sphinx! Aku tahu kamu bermaksud lain."

Sphinx kembali menyeringai. "Setidaknya matamu cukup tajam untuk melihat itu."

Laina yang tidak sabar malah berkata, "Dan, apa maksud seringaianmu itu?"

"Aku hanya tidak habis pikir, apa di Maynuf ada sebuah tren bertanya 'apa yang terjadi padaku?' saat kalian menyadari perubahan? Kalau iya, itu lucu sekali."

Gadis itu terhenyak. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Sphinx. Wajahnya kini terarah ke Maik yang sudah berjalan jauh di depan. Ada perasaan aneh yang muncul. Tapi Laina tidak mengerti itu apa? Apakah perasaan itu salah satu bagian dari efek samping menstruasi atau murni dari dirinya?

DormantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang