T U J U H B E L A S : "Belajar Kelompok"

279 40 10
                                    

***

Jam pelajaran Matematika tengah berlangsung. Beberapa murid terlihat menguap lebar menahan kantuk. Beberapa yang lain terlihat tidak perduli dan sibuk sendiri. Hanya segelintir orang yang dengan serius menatap buku Matematika mereka, demi menyelesaikan tugas yang diberikan pak Wakiran yang duduk sambil menyeruput kopi hitam pahitnya di depan kelas.

Salah satu dari Siswa yang serius itu tentu saja Nakula. Dia sibuk mencorat coret sana sini di atas buku catatannya demi menyelesaikan lima soal Matematika yang cukup membuat kepalanya panas pagi-pagi begini. Sedang di sebelahnya, Sadewa hanya duduk diam memainkan ponselnya meski sesekali melirik Nakula yang terlihat frustasi menghadapi soal-soal yang diberikan pak Wakiran.

Sampai pada saat Nakula berdecak kesal karena soal terakhir yang tidak kunjung dia temukan jawabannya, membuat Sadewa memutuskan untuk menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya dan mengalihkan fokusnya sepenuhnya pada Nakula. Ditariknya buku catatan Nakula ke sisi mejanya, membuat sang empunya cukup terkejut karenanya.

"Eh, eh? Ngapain Wa?" tanya Nakula bingung.

Sadewa bukannya menjawab, tetapi dia malah menatap catatan Nakula yang penuh coretan angka dengan serius. Lalu berkata setelah beberapa saat sibuk tenggelam memahami tulisan Nakula, "Lo tuh salah. Bukan begini caranya."

Tentu saja Nakula mengernyitkan kening. Bingung. Bingung karena jawaban Sadewa sekaligus bingung mendengar pendapat Sadewa yang mengatakan bahwa jawaban dia salah. "Ha? Emang gimana yang bener?"

Sadewa tersenyum tipis, lalu tanpa mengatakan apapun mencomot pensil di tangan Nakula dan tanpa izin memakainya. "Geseran sini. Gue ajarin."

Mendengar balasan Sadewa, membuat Nakula menginterupsi. Alih-alih melakukan apa yang Sadewa minta. "T-tunggu dulu. Lo mau ngajarin gue? Emang lo bisa?" Nakulaa tidak ada maksud jelek berkata seperti itu. Dia hanya ragu mengingat Sadewa tidak memperhatikan penjelasan pak Wakiran sama sekali.

Sadewa yang seharusnya tersinggung, malah terkekeh mendengar pertanyaan Nakula. Dipukulnya pelan kening Nakula dengan pensil ditangannya. "Lo tuh. Kalau gue nawarin, ya berarti gue bisa lah."

"T-tapi-" tidak- tidak. Nakula masih ragu.

"Kenapa? Lo bener-bener berpikir gue bodoh ya, karena gak naik kelas?"

"B-bukan begitu." Aduh! Nakula tidak berpikir sampai kesitu, meski perkataan Sadewa masuk akal juga.

"Tenang aja Kul. Sekalipun gue pernah tinggal kelas, soal beginian kecil buat gue."

"Wa, beneran deh. Gue gak berpikir kayak gitu." Nakula merasa tak enak hati sekarang.

Tapi Sadewa malah tersenyum. "Iya, iya. Udah, sekarang lo lihat nih. Gue mau tunjukin cara ngerjain yang bener."

Nakula dengan agak ragu mendekat dan memperhatikan bagaimana Sadewa menyelesaikan soal yang sempat membuatnya pusing. Awalnya Nakula pikir Sadewa hanya sedang bercanda tentang dirinya bisa mengerjakan soal itu. Tapi hey, ternyata teman sebangkunya itu benar-benar bisa menyelesaikan soal itu sampai selesai dan dengan jawaban yang benar. Membuat Nakula mau tidak mau takjub melihatnya.

"Selesai. Bisa kan, gue ngerjain nih soal?"

Nakula mengernyitkan kening. Dia tidak terlalu perduli dengan soal itu lagi. Sebab kini, dia lebih tertarik pada kenyataan bahwa Sadewa yang sempat dia ragukan bisa menyelesaikan soal itu, tapi ternyata malah menyelesaikannya dengan baik.

"Wa-"

"Mm?" Sadewa menatap Nakula sambil mengangkat alisnya.

"Jujur deh sama gue, lo selama ini Cuma pura-pura bodoh kan?" Nakula yakin betul itu. Sebab ketika mendengar bagaimana Sadewa menjelaskan cara mengerjakan soal tadi, anak itu terlihat begitu lihai dan seolah sudah sangat jago menyelesaikannya.

WHEN NAKULA MEETS SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang