"Hei, sinting. Keluarkan aku dari sini!"
Suara melengking dari Luna bisa memecahkan gendang telinganya kapan saja. Tangan gadis itu memukul jeruji besi yang menghalangi mereka berdua.
"Aku sedang cari cara untuk mengeluarkan mu dari sini. Kau tunggu sebentar, masa tahanan mu berakhir 3 bulan lagi."
Gadis berambut pirang itu menatap lawannya tajam. "3 bulan katamu? Ibuku ... Bagaimana dengan ibuku?"
"Kak Naeyon sudah mengurusnya. Kau gak perlu khawatir."
"Si jalang itu enggak datang kemari?" Pertanyaan itu dihadiahi angukan malas dari sahabatnya, [Name]
"Selagi kau disini, jangan cari masalah." Gadis itu menatap sesaat partner kerjanya, "atau kau akan menetap disini lebih lama."
"Ya," ujarnya singkat.
"Kau tau 4MEN CREW?" Gadis itu mengangguk kemudian, "mereka— Big deal, beberapa orang-orang penting sedang ditahan di sini. Kau tau maksudku kan?"
Luna tertawa kemudian. "Kau merencanakan apa?"
"Kau mau bekerja dengan mereka?"
"Kau gila? Kita hanya bekerja dibawah pimpinan Kak Junggo, kau cari mati?" Tanya Luna tak habis pikir. Gadis itu tidak bisa ditebak.
"Bekerja sementara waktu, bukan berkhianat," ujarnya sarkas, "memangnya kau bisa bayar uang setoran selama disini? Dan juga uang untuk perawatan ibumu?"
Luna berdecak menanggapi "Oke. Selain itu ada lagi?"
"Kak Junggo juga minta mengawasi ketua Big deal, nanti kau lapor sendiri saja. Kita harus memanfaatkan keduanya, kau paham kan?" Gadis itu lalu bersedekap dada.
Luna mengangguk paham. "Kenapa kau sebegitu tertariknya pada uang?"
"Papa hanya membuang aku," ujarnya kemudian.
"Aku juga dibuang, kau lupa?" Luna menatap wajah gadis 16 tahun itu yang terlihat masam.
"Tapi seseorang memungut mu lebih layak. Junggo hanya melihatku seperti figuran," sahutnya kemudian.
"Aku juga ingin hidup sepertimu, Luna."
Benar, memang benar. [Name] tidak pernah naik ketempat yang aman. Dia tidak pernah berubah, tidak ada yang bisa merubah dirinya.
Lalu, dua puan membisu di telan keheningan. Tapi [Name] memilih mengakhiri kecanggungan diantara keduanya.
"Ah. Maaf, aku banyak bicara," [Name] meraih tangan Luna, "untukmu, selamat bekerja."
Sebuah rokok dengan ganja didalamnya. Luna melompat kegirangan, karena gadis itu seorang pecandu.
"Jangan sampai ketahuan. Simpan yang benar, kau bisa taruh di celana dalam."
Lalu ucapannya diacungi jempolan.
•••
Setelah berbincang panjang dengan Sahabatnya beberapa hari yang lalu, mereka lalu berpisah. [Name] kembali ke rumah, dan Im Luna kembali ke rumah barunya. Kamar tahanan.
"Ah ... Malesin," dia menatap malas makan malamnya. Nasi, telur dan kacang-kacangan menjadi sebuah langganan.
"Namanya Kim Gimyung."
Ia tiba-tiba teringat ucapan [Name].
"Kata Junggo, kau bisa bertemu dengannya saat seluruh narapidana berkumpul. Seperti saat jam makan dan siraman kerohanian akhir pekan."
Netra nya bergulir ke sekeliling. Mencari seseorang yang tengah menganggu pikirannya. Berada di satu gedung yang sama cukup membantu dirinya kali ini.
"Tubuhnya tinggi dan langsing. Kata Junggo, dia tampan."
Dari banyak khayalak ramai, dia tidak bisa menemukan ciri-ciri pria yang Asteria sebutan. Suara disekitar terlalu bising, dia kehilangan konsentrasi.
"Hei pegang ini!"
Seorang gadis tengah meringkuk dibawah kungkungan tiga orang petugas kepolisian.
Dia berteriak, meronta. Wajahnya bersimbah darah, kepalanya ia benturkan pada meja didepannya. Terlihat jelas dari label kepemilikannya, berwarna biru [kejahatan obat terlarang]. Meliputi, memproduksi, mengedarkan, penyalahgunaan dan lainnya.
Sama seperti dirinya.
Saat banyak pasang mata terarah pada gadis itu, Luna malah menemukan seseorang yang selama ia cari.
"Kim Gimyung punya bekas luka yang melintang pada pipi hingga ujung bibirnya."
Gadis bersurai pirang itu, tak sedikitpun melepaskan pandangan. Hingga sang teruna berbalik menatapnya, tatapan keduanya bertemu.
Ia mengumpat pelan. Saat manik coklat itu melirik, yang ditemukan hanyalah tatapan pria yang tidak lepas darinya. Sebelum Luna benar-benar berpaling, dia menangkap raut wajah pria diseberang. Dia menyeringai, menatap kearah Luna nyalang.
Jam berputar cepat, waktu menunjukkan pukul delapan malam. Kemudian salah seorang anggota sipir membubarkan para narapidana, mengiring mereka menuju kamar tahanan.
"Malam sir. Uhm ... Boleh saya pinjam teleponnya?" Luna nyelonong masuk dengan nada flirty-nya, "kakakku sakit sejak beberapa hari yang lalu, aku khawatir.
Dengan modal tubuh yang semok dan juga wajah cantiknya, pria manapun gampang di perdaya.
"Oke ... 5 menit ya!" Serunya dengan wajah merah merona.
Luna lalu mengangguk kemudian. Jari lentiknya lihai memainkan tombol disana.
"Halo kak, ini aku Luna! Kau sudah mendingan?" Ia melirik sipir yang masih menunggunya diluar.
"Luna? Bagaimana bisa kau menghubungiku?"
"Aku kangen banget kak!" pandangannya was-was.
"Kau kenapa?"
Luna berdecak kesal. "5 menit. Aku sudah bertemu orang yang kau maksud."
Suara [Name] jauh lebih pelan dari sebelumnya. "Kau dapat sesuatu?"
"Tidak," ujarnya singkat.
"Sialan, seminggu kau pakai buat apa!"
Luna memutar bola matanya malas. "Kita ini duo, kau mesti tau performa kerjaku yang lelet."
"Sudah kuduga. Besok aku akan turun juga. Kau jangan dekat-dekat denganku."
"Maksudmu?" Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Dasar otak udang. Kita pura-pura gak kenal, oke. Selamat malam."
Lalu sambungan telepon itu terputus secara sepihak, dan Luna masih belum paham maksud dari [Name].
"Sudah selesai teleponnya?"
Luna melontarkan senyum manisnya. "Sudah. Terimakasih banyak."
Cupp ...
"Itu bonus. Selamat beristirahat," kemudian Luna meninggalkan sipir yang mematung karena ia meninggalkan kecupan singkat untuknya.
"Kalau enggak perintah dari kak Junggo sih, aku gak Sudi." Ia lalu meludah ke sembarang arah.
Karena Luna adalah anjing yang patuh pada pemiliknya.
•••
23 April 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐎𝐈𝐒𝐎𝐍𝐎𝐔𝐒.
Action[𝙤𝙣𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜] 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢𝘳-𝘴𝘢𝘮𝘢𝘳, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘵𝘶𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘶𝘯𝘨𝘶𝘵 𝘬𝘶 𝘥𝘪𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘶𝘮𝘣𝘶𝘩 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯�...