Ingin bertemu Ayah

3K 425 56
                                    

"Berhenti menyeretku!" 

Hinata menyentak tangan Naruto yang terus menarik tangannya. Ia tidak mau ikut bersama pria itu. Bertemu saja sudah seperti malapetaka.

Naruto marah. Lebih tepatnya, marah pada dirinya sendiri. Harapan agar Hinata aman ketika jauh darinya pupus. Lalu, untuk apa lima tahun yang sudah ia sia-siakan?

"Lalu apa? Melihatmu diperlakukan seperti tadi?!"

"Apa pedulimu?!"

Naruto mematung di tempat. Hinata baru saja berteriak di depan mukanya. Tidak pernah terpikirkan kejadian ini akan terjadi.

Wanita itu segera pergi dari sana, tanpa memperdulikan Naruto. Ia harus cepat pulang karena Boruto butuh obat yang tadi dia be-

"Obatnya," gumam Hinata.

Ia segera berbalik dan mencari kantong plastik yang ia bawa. Tadi, ia pergi ke apotek untuk membelikan Boruto obat serta vitamin. Tapi, siapa sangka hidupnya malah jadi seperti ini.

Sementara itu, melihat Hinata yang seperti sedang mencari sesuatu, Naruto sedikit menyeringai. Ia tau apa yang sedang wanitanya cari. 

"Mencari ini?" Tanya Naruto memperlihatkan kantong plastik dari apotek.

Tanpa Hinata sadari, ketika ia melawan sekelompok orang tadi, ia menjatuhkan bawaannya. "Ck, kembalikan."

Naruto segera menarik kembali tangannya. Ia sembunyikan belanjaan itu di balik badan. Mengetahui apa isi dari kantong tersebut, mata Naruto memicing. "Siapa yang sakit?"

"Bukan urusanmu," ujar Hinata. Wanita itu jelas-jelas memasang tembok antara dirinya dan Naruto. Ia sudah terlalu tersakiti dengan ketidakhadiran sang kekasih hati.

"Anak kita?"

Keheningan menyapa. Matanya sedikit bergetar takut. Naruto tidak boleh mengambil Boruto darinya. "Anakku. Bukan anakmu."

Berjalan terus melewati Naruto, Hinata berniat ingin kembali ke apotek. Jika pria itu tidak ingin mengembalikan obat yang sudah ia beli, Hinata masih mampu untuk membeli yang baru.

Grep!

Cekalan tangan tersebut membuat Hinata berhenti di tempat. Naruto benar-benar tidak tau malu setelah apa yang pria itu perbuat.

"Tidak perlu membeli obat lagi. Ini masih terbungkus rapat dan rapi. Hanya plastiknya saja yang sudah terkena tanah."

Lalu, Hinata akan menurutinya, begitu? Jangan mimpi. Luka dalam hati sang wanita sudah terlalu dalam. 

"Aku tidak sudi memberikan anakku sesuatu yang sudah kau pegang."

Deg!

Naruto membatu. Hinata sudah melepaskan diri dari cengkraman tangannya. Ia berani bersumpah demi apapun, uni adalah kali pertama ia merasakan dunia di sekitarnya hancur berkeping-keping.

.
.
.

Setelah pergi dari hadapan Naruto, Hinata segera kembali ke apotek untuk membeli obat yang sama. Jujur saja, keuangannya semakin menipis. Mampu membeli, bukan berarti masih memiliki uang yang melimpah, bukan?

Hinata sangat khawatir. Ketika ia pulang, Boruto terlihat sangat sehat. Tapi, ketika malam hari, anaknya langsung demam tinggi. 

Boruto adalah tipe yang manja ketika sedang sakit. Ia kerap kali menangis membuat Hinata bingung. Tapi, tentu saja kasih sayang sang ibu untuk anak semata wayangnya tidak berkurang sedikitpun.

Air mata Boruto sudah menetes. Keringat membanjiri tubuh. Jika bisa mentransfer penyakit, Hinata akan melakukan itu demi sang anak.

Tidak lama setelah meminum obat, untungnya Boruto bisa tertidur. Hinata menghembuskan nafas lega. Ia juga ikut berbaring di samping bocah kecilnya. Mengelus sayang surai pirang Boruto, mata Hinata menjelajah pada wajah sang anak.

Come Back [NARUHINA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang