9. Mereka Saling Kenal

96 65 53
                                    

Dua hari jadwal libur sekolah yang terasa sangat cepat, terlebih lagi kemarin waktu liburnya tersita oleh tugas yang seperti tiada hentinya.

Hampir seharian suntuk Lingga hanya berdiam diri di rumah. Tak ada yang bisa ia jahili karena hari ini Dion dan Ratna berkunjung ke rumah Dewi —adik kandung dari Ratna yang juga tinggal di Kota Bandung.

Sore ini cuacanya teduh. Mungkin, Lingga akan melepas suntuknya dengan bermain basket di lapangan sana. Tempatnya dulu dan Renjana bermain.

Lagi-lagi tentang Renjana.

Dengan setelan celana basket yang ia miliki serta t-shirt biru langit, Lingga berjalan ke arah lapangan seraya memeluk bola basketnya dipinggang sambil sesekali sengaja ia pantulkan ke aspal.

"Misi, Pak." Ucap Lingga pada satpam asing yang tengah berjaga.

Dari kejauhan, terlihat ada dua orang di dalam lapangan. Mungkin warga sekitar juga, pikir Lingga. Hal itu tak akan menjadi penghalang untuk Lingga melancarkan niatnya yang akan bermain basket.

Langkah Lingga semakin pelan saat dirinya dekat dengan pintu masuk lapangan yang membelakangi dua orang tersebut.

Lingga seperti tak asing dengan lelaki yang duduk bersama perempuan dengan posisi membelakangi Lingga sambil berbincang ringan dan sedikit tertawa.

Entah rem darimana yang membuat langkah kakinya seperti dipaksa untuk berhenti dan menyaksikan dua punggung manusia itu.

Pembicaraan mereka terhenti. Apa topiknya sudah habis?
Oh, sepertinya tidak. Lelaki itu sedikit menoleh ke arah gadis di sampingnya.

Satu ingatan yang langsung muncul saat melihat wajah bagian samping lelaki tersebut adalah, Agam.

Agam terus mendekatkan wajahnya pada gadis yang entah siapa.

Ini tidak benar. Bukankah ia telah memiliki Melisa? Lalu apa yang ia pikirkan saat ini?

Alih-alih memberikan respon, gadis yang membiarkan rambutnya tergerai dan sedikit tertiup angin itu justru bergeming.

Wajah Agam semakin dekat dan tak kunjung sadar bahwa tak jauh darinya ada yang tengah memperhatikan, yaitu Lingga.

Semakin dekat.

Dugh!

"Awssh!" Agam langsung menoleh ke arah datangnya bola sambil memegang pelipisnya yang terkena bola basket cukup keras.

Bertepatan dengan bunyi bola basket yang mengenai Agam, perempuan itu menoleh dan betapa terkejutnya Lingga karena yang ia lihat adalah Renjana.

Mereka saling mengenal?

Dan benar, pergerakan Renjana menunjukkan bahwa dirinya memang tak bisa melihat dari caranya mengkhawatirkan Agam.

"Lah, Agam. Sorry, Bro." Ucap Lingga seolah dirinya benar-benar baru mengetahui bahwa yang baru saja terkena lemparan bolanya adalah Agam.

Lingga berjalan melewati Agam yang terus menatap pergerakan Lingga, juga Renjana yang mengkhawatirkan kondisi Agam.

Perasaan apa yang membuat Lingga seperti benar-benar tak nyaman melihat mereka berdua.

Persetan dengan Agam yang kini membuat mood Agam hancur sekaligus merasa tak terima jika memang benar ia menjadikan Renjana sebagai selingkuhan atau sebaliknya, Melisa yang menjadi selingkuhan. Memikirkannya saja dapat membuat emosi Lingga kian bertambah.

Setelah berhasil mengambil bola basketnya yang terpantul lalu menggelinding hampir ke ujung lapangan, Lingga lagi-lagi harus melewati dua orang itu.

Namun, kali ini langkahnya tak semulus tadi.

PETRICHOR  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang