Kuasa Dalam Sebuah Nama

23 1 0
                                    

(Tanya POV)

Mimpi.

Itu adalah nama yang kuberikan kepada Eunseom sebelum kami terpisah, karena aku ditangkap oleh orang-orang jahat dari Arthdal. Aku memberikan kuasa di dalam nama itu, agar ia dapat menyelamatkan kami, rakyat Suku Wahan.

Namun aku menyesal.

Dia mati secara mengenaskan karena nama yang kuberikan, direbus di dalam bejana penuh air mendidih, ketika ia hendak menolong kami, yang berakhir dengan membunuh pemimpin dari orang-orang jahat yang menangkap kami. Aku juga ingin menyusulnya saat itu. Namun aku terlalu pengecut untuk bertemu dengannya di alam baka. Yang bisa kulakukan hanya menangis, dan menangis di dalam ruangan yang kecil dan gelap.

Eunseom, sahabatku.

Cinta pertamaku.

Cinta sejatiku.

Ia datang ke desaku, Wahan, ketika aku berusia sepuluh tahun. Ia dan ibunya menyeberangi Laut Air Mata yang panas dan berbahaya. Ibunya meninggal begitu sampai di desa kami. Ia yang sebatang kara, akhirnya tinggal bersama kami.

Ia memiliki warna darah yang unik. Darah ungu. Beberapa dari kami menganggapnya aneh, tetapi aku tidak. Aku yang pertama kali mengajaknya bermain bersama. Sejak saat itu, ia selalu menempel kepadaku. Aku adalah sahabatnya satu-satunya. Lebih tepatnya, karena hanya aku yang mau bermain dengannya.

Beranjak dewasa, cara pandangku terhadapnya mulai berubah. Dia bukan lagi seorang anak polos berbibir ungu. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda berbibir ungu yang tampan dan mempesona.

Ada gelenyar aneh dari dalam perutku setiap kali aku melihat tawanya, padahal aku sudah terbiasa melihatnya tertawa. Jantungku mengetuk-ngetuk dadaku dengan sangat kencang, seolah ingin keluar, tiap kali kulitku disentuh olehnya, padahal kami sudah sering berpelukan, bahkan bergulat. Dan aku merasa sangat kesal saat ia menceritakan tentang mimpinya, di mana dia berada di sebuah ruangan bersama seorang wanita cantik bernama Saenarae.

Aku tidak tahu, perasaan aneh apa yang kualami ini? Aku tidak pernah merasakannya sebelumnya. Hingga suatu hari, saat aku membantu salah satu warga yang akan menikah, aku mendengar ia mengungkapkan perasaan yang ia rasakan terhadap pria yang akan ia nikahi. Semuanya sama dengan apa yang kurasakan terhadap Eunseom.

Cinta.

Aku mencintainya.

Eunseom.

~~~

Pintu ruangan gelap tempat aku dikurung dibuka. Seorang pria berambut panjang melangkah masuk, dengan nampan di tangannya, berisi air dan nasi. Sampai saat ini aku masih belum terbiasa melihatnya, karena ia memiliki wajah yang persis dengan Eunseom. Aku menduga, pria ini adalah benetbeot dari Eunseom.

Benetbeot, saudara kembar. Aku tidak pernah tahu bahwa Eunseom punya saudara, bahkan kembar. Namun sepertinya dia sendiri pun tidak pernah tahu, karena ia tak pernah menceritakan apapun tentang keluarganya, selain ibu yang membesarkannya hingga usia sepuluh tahun, dan ayah yang sudah meninggal saat ia masih bayi.

Aku menemukan pemuda ini di sebuah menara saat aku dan rakyat Wahan mencoba untuk kabur. Aku hampir saja terbunuh karenanya. Sepertinya dia juga dikurung dan tidak ada yang boleh mengetahui keberadaannya. Untung saja aku berhasil mengelabui Tagon, orang yang menangkapku, dan Taealha, kekasihnya. Aku mengancam mereka dengan mimpi yang pernah Eunseom ceritakan, tentang wanita bernama Saenarae. Wanita itu sudah mati, Taealha yang membunuhnya.

Aku disuruh menjadi pelayannya. Hae Tuak, seorang wanita gemuk yang menyebalkan, mengajariku bagaimana cara menjadi pelayan, yaitu menaati semua perintah orang yang menjadi majikanku.

(AC FF-IDN) DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang