17. Kurcaci Marah

90 7 0
                                    

Pagi mulai menyapa, namun Gavin masih saja terlelap di atas kasurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi mulai menyapa, namun Gavin masih saja terlelap di atas kasurnya. Anissa, sang ibu, akhirnya memutuskan untuk membangunkannya. 

"Gavin, ayo bangun. Udah hampir setengah tujuh," ujar Anissa sambil menepuk lembut pundak anaknya. 

Gavin hanya menggeliat malas, mengeluarkan lenguhan kecil. "Engh..." 

"Udah siang, Nak. Buruan bangun," kata Anissa dengan nada tegas namun lembut. 

Gavin perlahan membuka matanya, lalu duduk bersandar di kepala tempat tidur. Matanya masih setengah tertutup, memperlihatkan sisa kantuknya. 

"Buruan mandi! Nanti kamu telat ke sekolah," tambah Anissa. 

"Iya, Mi," balas Gavin dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. 

Setelah beberapa detik, ia akhirnya beranjak dari kasurnya, mengambil handuk yang tergantung di dekat lemari, dan berjalan lesu menuju kamar mandi. 

"Mami tunggu di bawah, ya. Cepat selesai mandinya, biar sempat sarapan," pesan Anissa sebelum meninggalkan kamar Gavin. 

"Iya, Mi," jawab Gavin singkat sebelum menutup pintu kamar mandi. 

Di dalam, Gavin menyalakan keran air, membasuh wajahnya untuk mengusir rasa kantuk yang masih membelenggunya.

Setelah mandi, Gavin langsung mengambil seragam yang sudah tersusun rapi di dalam lemari. Ia mengenakannya dengan cepat, kemudian berjalan ke depan cermin untuk merapikan rambutnya. Setelah itu, ia menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya untuk memberikan aroma segar.

Ia lalu mengenakan sepatunya, mengambil tas sekolahnya, dan melangkah ke meja makan. Di sana, ia melihat Mami dan Papinya sudah duduk menunggu.

"Pagi, Mi, Pi," sapa Gavin dengan senyum.

"Pagi, sayang," jawab Anissa dan Ardan serempak.

Gavin duduk di tempatnya dengan santai. "Masih ngantuk, Vin? Semalam pulang jam berapa?" tanya Ardan sambil menatap Gavin yang terlihat sedikit lelah.

"Gak pulang malam kok, Pi. Jam setengah sepuluh udah di rumah," jawab Gavin, berusaha terdengar biasa saja.

"Terus kenapa masih ngantuk gitu? Pasti semalaman main game, kan?" Ardan menyelidik.

"Gak kok, Pi," jawab Gavin, sedikit gugup.

"Benar kan?" Ardan bertanya lagi, menatapnya dengan cermat.

"Hehehe," Gavin hanya bisa tertawa canggung.

"Udah, ayo sarapan, nanti telat!" Anissa mengingatkan dengan lembut.

Mereka pun mulai mengambil nasi dan menyantap sarapan dengan tenang.

Saat tengah menikmati makanannya, Gavin memandang kakaknya yang tidak ikut sarapan. "Kak Fikri kuliah siang, Mi?" tanya Gavin dengan penasaran.

Enemy to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang