1
POV Author.Bruak...
Hampir saja terjadi sebuah kecelakaan jika gadis itu tidak menolong pria yang sedang asik menelepon di samping trotoar. Pria itu melongo dengan apa yang sudah terjadi dia melewatkan sebuah adegan yang hampir saja merenggut nyawanya.
Sebuah truk tangki air mengalami rem blong hingga menabrak sebuah pohon. Hari ini nasib Bagas cukup baik jika tidak hampir saja nyawanya yang menjadi taruhannya.
Jika saja bukan karena Benedict yang membuat masalah dengan salah satu tender. Bagas tidak akan rela pergi ke sana dengan menggunakan ojek online. Karena motor Bagas sedang berada di bengkel dan tidak ada kendaraan yang bisa dia gunakan.
"Terima kasih ya". Kata Bagas setelah mematikan panggilan di ponselnya.
"Sama-sama lain kali hati-hati ya". Kata gadis itu. Bagas hanya mengangguk.
"Oh ya aku berhutang padamu tapi aku harus pergi dulu". Ucap Bagas setelah melihat ojek pesanannya datang.
**
Menjadi manager Benedict bukanlah hal yang mudah untuk Bagas. Karena sikap Benedict yang keras kepala suka seenaknya sendiri dan paling parah emosinya mudah terbakar.
Namun jika bukan Bagas tidak ada yang bisa menjinakkan Benedict kecuali Regita dan Leonardo. Bagas, Benedict dan Leonardo masih bersaudara. Ayah Leonardo adalah kakak ayah Benedict dan kakak ibu Bagas. Cukup rumit mereka adalah Blasteran Spanyol Indonesia.
Sepulang dari kantor Benedict Bagas pulang kerumahnya dengan diantarkan salah satu editor Benedict yang kebetulan satu arah.
Bagas turun dari motornya dan dilihatnya ada seorang gadis duduk di depan rumahnya. Rumah Bagas memang tidak dekat dengan tepi jalan tapi banyak motor yang berlalu lalang.
Setelah temannya pergi Bagas mendekati gadis itu. Bagas ingat itu adalah gadis yang menolongnya tadi pagi. Tapi Bagas bingung sedang apa dia disini.
"Hey". Sapa Bagas pada gadis yang sedang duduk di trotoar itu.
"Kamu sudah datang". Kata gadis itu antusias.
"Kenapa kamu di sini?". Tanya Bagas.
"Aku sedang menunggumu". Jawab gadis itu dengan antusias.
"Oh... Masuklah". Kata Bagas mengajak gadis itu masuk ke rumahnya.
Gadis itu mengekori Bagas. Rumah yang sangat besar bahkan rumahnya yang besar tidak ada apa-apanya dengan rumah Bagas.
"Duduklah". Ucap Bagas mempersilakan gadis itu duduk dan Bagas juga duduk di depannya.
Gadis itu begitu takjub dengan apa yang dilihatnya. Furnitur rumah Bagas sangat mewah dan klasik berbeda dengan rumahnya yang begitu modern. Berada di dalam rumah Bagas membuat gadis itu tenang.
"Jadi...". Kata Bagas.
"Ah... Jadi aku disini mau menagih hutangmu". Kata gadis itu lirih.
"Hutang?". Kata Bagas. Gadis itu hanya mengangguk kecil.
Bagas hampir saja lupa jika Gadis itu sudah menyelamatkan nyawanya tadi pagi. Dia pikir gadis itu baik karena sudah membantunya. Tapi lihatlah betapa pamrihnya gadis itu bahkan dia rela menunggu kepulangannya.
Hal ini yang membuat Bagas semakin membenci sosok perempuan. Apa lagi setelah perselingkuhan yang dilakukan mantan pacarnya. Semua wanita sama saja, matre pikir Bagas. Harusnya dia tidak mengatakan berhutang pada gadis itu.
"Jadi kamu butuh uang. Berap?". Tanya Bagas.
"Ah...ti...tidak aku tidak butuh uang". Kata Kara. Bagas hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Lalu?". Tanya Bagas lagi.
"Aku ingin kamu nikahi aku". Kata Kara. Bagas membulatkan matanya sempurna. Bahkan dia tidak memalingkan pandangannya sedikitpun dari gadis yang berada di depannya itu.
"Kamu gila". Sarkas Bagas.
"Tidak. Aku tidak gila. Aku hanya ingin kamu nikahi. Itu saja". Kata Kara.
"Tidak. Aku tidak mau. Kita saja baru kenal bagaimana bisa aku nikahi kamu". Kata Bagas yang semakin tidak terkendali.
"Pliss aku mohon nikahi aku Gas". Mohon kara. Bagas menaikkan alisnya bagimana dia bisa tauh namanya. Pasti ada udang di balik batu.
"Aku tidak mau". Sarkas Bagas.
"Pliss". Mohon Kara.
"Kamu gila. Lebih baik kamu pergi dari sini". Kata Bagas.
"Baiklah hanya 1 tahun". Kata Kata. Bagas memelototi Kara.
"9 bulan. Hanya 9 bulan. Sudah aku korting 3 bulan". Kata Kata memastikan.
"Sebaiknya kamu pergi dari sini. Dasar wanita gila". Kata Bagas menarik gadis yang berada di depannya itu.
Bagas menarik lengan gadis itu hingga sampai di depan pintu rumahnya.
"Dasar wanita gila. Pergi kamu dari sini dan jangan kembali lagi".
"Aku bukan wanita gila. Namaku Kara K A R A". Kata kara sebelum melangkahkan kaki pergi dari rumah itu.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
My Young Wife
Fiksi UmumLangsung baca saja Jangan lupa untuk follow, like, comment and share 😘😘😘