Pukul 11 siang, Gia baru saja bangun dari tidurnya. Semalam ia baru saja pulang pukul 2 pagi karena tempat kerjanya tutup pukul setengah satu dini hari jika weekday dan tutup pukul 3 saat weekend.
Tiba-tiba saja, kejadian semalam berputar dimemorinya. Pertemuannya di toilet, hingga ciuman itu. Sayang sekali, Gia tidak tau siapa nama laki-laki itu.
Meski itu bukan ciuman pertamanya, entah kenapa berciuman dengan laki-laki itu terasa beda. Gia menyentuh bibirnya yang semalam dijamah hebat oleh laki-laki itu. Tanpa sadar, Gia terkekeh.
"Astaga, Gia! Lo bahkan baru ketemu sekali sama tuh laki, yakali langsung suka!" gerutu Gia pada dirinya sendiri.
Memikirkannya, membuat Gia seketika merinding. Perempuan itu beranjak untuk membersihkan diri. Lebih baik ia keluar untuk makan siang karena matahari sudah berada tepat di atas kepala.
Jam setengah satu siang, Gia keluar dari apartemen untuk membeli makanan. Seperti biasa ia pergi ke warung nasi yang letaknya tidak jauh dari apartemen.
"Ibu! Hehehe, Gia kayak biasa yaa, satu aja," ujar Gia ketika ia masuk ke sebuah rumah makan khas Bali.
"Iya, tapi nunggu gak papa? Masih buatin pesenan orang."
"Gak papa, Gia mau beli kopi dulu ke depan. Nanti Gia balik lagi ya."
"Iya."
Gia kembali keluar lalu menyebrang untuk ke kedai kopi. Ia memesan Caramel Latte kesukaannya lalu duduk selagi menunggu. Gia membuka ponselnya, men-scroll aplikasi instagram untuk membuang rasa bosannya.
Beberapa saat kemudian, satu Caramel Latte berukuran sedang tiba di mejanya.
Wait ... seharusnya namanya dipanggil, bukan pesanannya yang diantarkan ke meja.
Gia mendongak, matanya membulat terkejut saat melihat siapa yang mengantarkan pesanannya itu. Dia—Gia tidak tau namanya! Tapi dia laki-laki semalam itu!
"Saya gak salah orang, 'kan?"
Gia berdiri. "Mas ...?"
"Melvin." Melvin tersenyum. "Saya pikir saya gak akan bisa ketemu kamu lagi."
Ah,,, jadi namanya Melvin. "Ke-kenapa ya, Mas?"
"Nope. Saya cuma pengin ketemu aja sama kamu. Gak nyangka bakalan ketemu di sini," ujarnya. "Ini bener pesanan kamu, 'kan?
Gia menunduk lalu mengambil Caramel Latte itu. "Iya, sebentar ya saya mau bayar dulu."
"Itu sudah saya bayar."
"Eh?" Gia mengerjap ketika ia mengeluarkan uang. "Kalo gitu, saya bayar ke Mas-nya aja."
Melvin meraih uang yang disodorkan Gia lalu menyelipkan uang itu ke saku belakang calana jeans Gia, membuat perempuan itu sedikit terkejut karena tindakannya.
"Nggak perlu diganti," katanya.
Gia mengerjap lalu memundurkan wajahnya sedikit. "Ma-makasih, Mas."
"Sama-sama." Melvin tersenyum. "Setelah ini kamu mau ke mana?"
"Saya mau ambil makanan di depan terus pulang."
"Mau saya antar?"
Gia menggeleng. "Gak usah, apartemennya deket kok, yang di sana."
"Gak papa, sekalian juga, searah. Lagian ini panas, kasihan kalo kamu jalan kaki kepanasan."
Gia tersenyum. Entah kenapa ia malah mengangguk. Keduanya keluar, Melvin menunggu di depan kedai—dekat mobilnya, sedangkan Gia ke sebrang untuk mengambil makan siangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Floor
Romance⚠️TW : PERSELINGKUHAN ⚠️CW : MATURE Bagi Melvin, Gia bukanlah orang ketiga. Gia adalah orang yang Melvin butuhkan. Semua hal yang tidak bisa Melvin dapatkan dari istrinya, Melvin mendapatkannya dari Gia. Copyright © 2024 Elis Listia Start : 6 Juni...