Lembah Jiǔzhàigōu menjadi pilihan bagi Ten menetap setelah empat tahun meninggalkan seoul.
Di musim gugur seperti saat ini adalah waktu yang disukainya. Memandangi dedaunan mapel berwarna-warni yang berguguran di atas permukaan danau tepat dibelakang kediamannya.
Ditemani secangkir teh hijau, kesukaan mantan suaminya. Ten untuk kesekian kalinya kembali meneteskan air mata, sembari berucap.
"Kenapa?"
Cukup lama menangis... Sapu tangan pemberian yang terkasih empatbelas tahun silam saat keduanya sah menjadi pasangan dehidup dan semati dihadapan kedua orang tua, para sahabat dan terutama di hadapan Tuhan. Sudah beralih kedalam tungku perapian (terbakar) bersama kenangan yang tercipta.
Ten beranjak melangkahkan kakinya melewati dapur lalu beralih membuka tirai jendela ruang tamu. Diujung jalan dia melihat petugas kurir menaiki sepedanya, dan tidak terlihat lagi setelah melewati pohon pinus.
Renjun namanya, adalah seorang pemuda lulusan Universitas ternama di China. Memilih menjadi kurir bukan berarti dia tak memiliki pekerjaan yang setara dengan gelar yang dimiliki, lulusan hubungan internasional itu memiliki alasan khusus.
Dia disewa seumur hidupnya oleh mantan suami Ten, untuk menjadi kurir dan Ten tidak tau tentang itu. Jikapun dia mengetahuinya, Ten sudah tidak peduli, sama halnya dengan surat-surat atau barang yang dia dapat dari Renjun.
Ten membuka kotak berwarna pink yang diletakan didepan pintu utama rumahnya, menerka-nerka.
'Kali ini apa lagi yang kau berikan, Taeyong'. batin Ten.
Seyum tipis Ten bukanlah sesuatu yang indah jika itu bukan Taeyong yang menciptakannya, pria yang pada tagal 01 Juli kemarin sudah membilang usia 28thn itu dapat memikat siapapun dengan visualnya. Bahkan Ten sendiri, dibuat jatuh cinta kala itu hanya dengan melihat siluetnya.
"Ten, sungguh aku sangat mencintaimu, dan aku yakin kaupun begitu, maafkan aku"
Ten melemparkan gulungan kertas surat itu ke dalam tungku perapian, begitu juga dengan album pernikahan mereka.
"Kau benar Taeyong, aku memang mencintaimu" dan Ten mulai memejamkan matanya bersandar di dinding pembatas kamarnya, "tapi kenapa kau patahkan hatiku".
.
.
.
.
.Kang Seulgi memeluk putranya yang sudah berumur tiga belas tahun, dan untuk kali pertamanya dia mendengar anak itu memanggilnya dengan sebutan Mommy, dimana sebelumnya dia hanya di kenal dengan sebutan imo, begitulah yang Papanya ajarkan.
David menatap Ibunya, membaca raut wajah sedihnya, sama halnya dengan yang tiga tahun ini ayahnya perlihatkan.
"Apa masalah kalian belum selesai?" tanyanya.
Seulgi menghela nafasnya lalu membelai pipi pucat anaknya itu, "Bagaimana kabar Daddymu?" katanya sebagai jawaban dari pertanyaan anaknya itu.
"Mom, aku selalu mendapatkan jawaban atas pertanyaanku sekalipun jawabannya tidak dapat ku pahami, jadi jangan balik bertanya" kata anak muda yang memiliki warna mata sama dengannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Anything [TaeTen]
FanfictionUntuk semua kisah yang telah kita lewati, terimakasih kamu selalu ada didalamnya. . . . . ⚠WARNING⚠ BxB Hvmv Selamat membaca😊 G suka ceritanya? skip aja ok😗