00

48 3 1
                                    

Helaan nafas terdengar kembali dari Alice, gadis dengan tinggi sekitar 165 itu mengeluh capek untuk berjalan pulang. Ia segera berjalan cepat, mengeluh tak ada gunanya, tujuannya hanya ingin segera sampai di kosnya. Mengistirahatkan badannya yang seakan remuk. Praktikum kali ini begitu menyita energinya. Perasaan praktikum sebelumnya tidak seperti ini.

"Baru pulang lo?"

"Iya ni, capek banget," sahut Alice

"Gue udah masak, lo kalau makan tinggal ambil aja."

"Makasih ya kak."

Amara, satu-satunya sahabat yang Alice punya, mereka sahabatan ketika Alice menginjakkan kakinya dikos mawar ini. Amara lebih tua dari Alice, makannya Alice memanggil kakak. Walau sikapnya kurang ajar tapi ia tahu sopan santun pada yang lebih tua. Amara gadis cantik sesuai dengan arti namanya. Tingginya hampir sama dengan Alice bedanya Alice sedikit lebih gelap kulitnya. Kata orang itu namanya eksotis.

Setelah membersihkan diri dan sholat magrib, Alice makan untuk mengisi tenaganya yang terkuras habis. Hanya tumis telur dan sosis, tapi begitu nikmat ketika ia memakannya.

Fokusnya malam ini ia gunakan untuk menulis ceritanya di Wattpad, sudah banyak pembaca setianya yang komen untuk melanjutkan cerita yang sudah beberapa hari ini terbengkalai. Memang akhir-akhir ini ia disibukkan dengan tugas kuliah yang begitu menumpuk. Ia kira kuliah akan semenyenangkan yang ada di sinetron-sinetron, nyatanya tidak.

Dunia orange merupakan tempat pelarian ketika tugas-tugas dari dosen menguyur otaknya. Bahkan kalau benar-benar otaknya lelah, ia akan meminta Amira untuk pergi healing, putar-putar jalanan kota waktu malam, baginya udara malam dapat membuat pikirannya kembali fresh.

"Lic?"

"Apa?"

"Minta anter ke depan buat beli nasi goreng dong," pintanya

"Oke, bentar gue pakai kerudung dulu."

Sekitar satu jam mereka mengantri demi mendapatkan dua bungkus nasi goreng. Katakanlah perut mereka perut karet, Alice tak peduli itu. Yang penting rasa puas dan kenyang number one, belum ada yang bisa menandingi rasa nasi goreng pak Mahmud. Bahkan nasi goreng di mall sekalipun. Katakanlah ia norak, tapi menurutnya abang-abang nasgor pinggir jalan lebih nampol rasanya dan pastinya porsinya banyak.

Karena besok adalah hari yang ditunggu semua umat pelajar, hari sabtu. Maka mereka memutuskan untuk melanjutkan menonton drama Korea. Drama yang cukup menjadi perbincangan panas akhir-akhir ini. Disini mereka sangat gemas dengan karakter yang di bawakan Lee Min-ho, sepanjang ia menontonnya kata umpatan terdengar merdu yang keluar dari bibir mereka. Mereka sangat menyayangkan karakter sunja yang menerima apa adanya.

Sebelum tidur Alice mempublish part terakhir dalam ceritanya, ia berharap besok mendapatkan sesuatu yang wow pada dunia orange nya.

***

Hari Sabtu, niat awal untuk bermanja-manja dengan kasur tercinta gagal berantakan. Tiba-tiba PJ matkul mengingatkan untuk mengumpulkan tugas hari ini, dengan batas waktu jam 15.00 mana tugasnya banyak sekali. Notice dari Wattpad ia abaikan, fokusnya sekarang maraton tugas. Beginilah hidup, ia ingin sekali kembali ke masa kecil dibandingkan masa sekarang. Dunia orang dewasa itu rumit, penuh konflik. Jika ada kehidupan abadi seperti di cerita-cerita fantasi ia akan memilih hidup abadi menjadi anak kecil.

Tiga jam ia berkutat dengan tugas dan akhirnya selesai juga. Disaat genting seperti ini teman kelasnya chat meminta jawaban.

"Dia pikir mudah apa, tinggal chat aja. Waktu gue butuh bantuan kalian kemana aja," gerutunya kesal

Ia hanya memandang chat itu tanpa minat, lebih baik ia berselanjar dengan dunia orange nya, menyapa para pembaca lewat komen yang mereka sematkan dalam ceritanya.

"Lic Lo sibuk nggak?"

Alice yang rebahan santai kaget dengan Amira yang datang tiba-tiba.

"Nggak, kenapa?"

"Ayo ke toko buku, Lo mau kan?"

"Ayo aja," jawabnya

"Nanti setelah ke toko buku ayo beli mie gacoan?"

"Mie gacoan?"

"Iya, mie yang katanya enak itu."

"Duit gue menipis," ujar Alice

"Nanti gue traktir, baru gajian ini," sombongnya sambil menunjukkan handphonenya.

Masih muda tapi Amira bisa menghasilkan uang sendiri, biaya kuliah ia sendiri yang membayar. Bakat menggambarnya ia kembangkan. Ia sudah berhasil membuat komik yang selalu meledak dipasaran ketika launching. Sedangkan Alice baru beberapa Minggu yang lalu ia menerima kontrak penerbitan, dari lima ceritanya yang ada di Wattpad baru satu yang dipinang penerbit. Ia juga sadar mungkin tulisannya belum sebagus Tere Liye, Andrea Hirata, Asma Nadia, yang mempunyai banyak penikmat cerita mereka. Tapi ia percaya usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Mereka bersiap-siap menuju toko buku, beberapa orang terlihat keluar masuk toko itu. Toko ini tidak pernah sepi pengunjung, tapi ada toko yang lebih ramai lagi, toko baju yang tidak jauh dari sini.

Hari ini seakan Dewi kemenangan memijaknya, Amira menyuruh Alice untuk mengambil satu buku nanti dia yang akan membayar. Kesempatan ini ia gunakan sebaik mungkin. Matanya jatuh pada buku succes before 30, ia tertarik dengan itu. Nanti ia akan mempelajarinya.

Satu jam yang lalu, akhirnya mereka kembali ke kos dan menikmati mie yang tadi mereka beli.

"Enak juga ya mienya?"

"Yoi, kapan-kapan beli lagi yok."

Mereka terkekeh bersama.

"Lic liburan lo mau kemana?"

"Gue? Palingan semedi dirumah."

"Ya Allah, ini sumpit susahnya," gerutunya

"Lah elo, kan tadi gue bilang pakai garpu aja. Lo sih gayanya kaya orang Korea aja," ejek Amira.

"Lah kan belajar pakai sumpit ini biar keren. Tontonan gue aja drama Korea, masa pakai sumpit aja kagak bisa," dengusnya kesal.

"Serah Lo deh."

"Kalo lo kemana libur semester?"

"Palingan kejar setoran."

"Setoran apa?" Alice bingung, perasaan Amira tidak dagang.

"Gambar lah."

Alice hanya mengangguk mengerti.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 26, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SUNDELLY Where stories live. Discover now