Bertahun-tahun yang lalu, di kota kecil yang berada di pinggir sungai, dua orang sahabat selalu menjaga dan mengandalkan satu sama lain.
"Nastasia! Bagi payung, dong! Aku lupa bawa. Di luar lagi mendung ini, kayaknya mau hujan!" seorang anak laki-laki berteriak di depan rumah temannya.
"Ini udah aku bawa. Ayo berangkat, nanti keburu telat sampai sekolah," seorang gadis keluar dari pintu rumahnya dengan membawa payung berwarna biru laut.
Bukan hanya mereka yang merupakan sahabat. Tetapi, kedua ayah mereka juga sahabat. Itulah bagaimana kedua anak ini bisa kenal dengan satu sama lain. Karena keluarga mereka tinggal berdekatan, mereka sering berkunjung ke rumah satu sama lain.
"Nih, buat kamu."
"Apa ini?"
Anak laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikannya kepada temannya. Itu adalah sebuah jepit rambut berwarna biru yang masih terbungkus rapi dengan plastik.
"Warna biru cocok buat kamu. Itu warna favoritmu, 'kan?"
"Biru warna favoritku?"
"Yah, tergantung. Kamu bener suka biru apa enggak, lho?"
"Iya, aku suka biru. Kalo kamu gimana? Kamu suka warna apa?"
"Aku suka warna merah."
Mereka berbagi kesenangan, kesedihan, dan membuat kenangan bersama-sama melalui kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu tanpa yang lainnya itu seperti segelas teh tanpa gula. Seorang teman itu bukan orang yang mau bicara denganmu hanya karena mereka ingin sesuatu darimu atau karena mereka ingin sesuatu yang kamu punya. Seorang teman sejati itu adalah orang yang mau menemanimu melalui saat yang susah dan senang, yang mengkhawatirkanmu, yang peduli denganmu, dan tidak meninggalkan sisimu.
"Hei, Sean! Ada apa? Kok kamu kelihatan sedih?"
"Aku nggak papa, kok." anak laki-laki itu menjauh.
"Sean? Sean!" gadis itu mengejarnya. "Kalo ada masalah, ceritakan! Sean!"
Seorang teman itu bagaikan matahari yang menyinarimu, matahari yang merupakan sumber kehidupan dari duniamu.
"Sean! Kenapa kamu nggak mau ngomong sama aku?! Kamu ingat janji kita, 'kan? Nggak peduli masalahnya apa, kita hadapi sama-sama. Kita berdua itu bagaikan kutub magnet!"
Tapi meskipun ada siang, akan selalu ada malam di mana matahari harus terbenam dan terbit di bagian dunia yang lain.
"Maaf, aku harus pergi." anak laki-laki itu pergi menjauh.
"Pergi? Maksudmu apa? Kamu selalu jauhin aku setiap hari. Teman macam apa kamu?! Kita nggak bisa jadi teman kalo kamu kayak gini!"
Lebih baik seperti itu. Jika ia menceritakan yang sebenarnya, temannya itu akan menjadi sedih. Dia akan menghawatirkannya. Ia tidak ingin temannya sedih dan ia tidak ingin membuat temannya menghawatirkannya. Ia hanya ingin temannya menjalankan kehidupannya tanpa harus menghawatirkan kehidupannya yang sedih. Setelah hari itu berlalu, seluruh hidupnya yang pernah ia tahu, akan berubah. Namun, temannya itu tidak tahu apa yang salah dengannya. Ia tidak mau berbicara kepadanya. Tiba-tiba saja, ia terlihat sangat jauh seakan-akan mereka tidak pernah berteman.
Hari itu adalah terakhir kalinya mereka bertemu satu sama lain. Sejak saat itu, mereka mulai menjalankan kehidupan mereka masing-masing, jauh dari satu sama lain. Dunia mereka berubah. Kelihatannya, suasananya, sekelilingnya, orang-orang di dalamnya, semua bagian dari dunia mereka berubah, yang membuat mereka lupa akan siapa diri mereka sebenarnya, bahkan satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ID] From South to North
Teen FictionKetika kamu mencintai seseorang, kamu akan melakukan apapun supaya bisa bersamanya. Tapi, kamu juga akan memiliki rasa takut akan kehilangan orang yang kamu cintai itu, entah itu karena orang lain, penyakit, kecelakaan, atau bahkan pilihan mereka se...