2.5 - Catatan Taehyung 2

85 7 0
                                    

Benar, mereka langsung pergi ke Istana Pergale.

800 tahun berlalu namun istana ini masih tetap sama.

Labirin, ah labirin itu, tempat terakhir kami bercinta. Aku tidak dapat menahan senyumanku saat akhirnya menemukan lokasi pasti dari kejadian itu.

Awalnya aku hanya ingin memeluknya tanpa seorang pun tahu, mencium bibirnya tanpa khawatir akan kehadiran orang lain, dan menyatakan bahwa aku sangat merindukannya, mencintainya, menunggu waktu agar kami dapat bersama tanpa gangguan apapun.

Ah Jingyi, aku harus menemuinya.

Jingyi tinggal disalah satu bagian Istana, sebagai hadiah karena ia memberikanku buah keabadian.

Ruangan itu berada dekat dengan kediaman Raja. Disana aku menguburkan jasad Jungkook dan menanam sebuah pohon untuk tempat Jingyi tinggal.

Tanpa tahu malu, aku meminta seorang Ratu peri untuk tinggal di Istana menjaga jasad Jungkook. Tapi ia tidak menolak, ia mengatakan bahwa Jungkook juga sahabatnya.

Ruangan yang sekelilingnya kini dilapisi kaca, ruangan bernama Jingyi. Seperti nama penunggunya.

.

"Jingyi" Panggil Taehyung.

Ia berdiri tepat di sebuah pohon besar yang rindang dengan dedaunan yang lebat.

Saat Taehyung memanggil nama pemiliknya, pohon itu bergoyang, membangunkan seorang peri yang tertidur di dalamnya.

Sambil menguap, seorang peri keluar dari dahan pohon. "Anda sudah kembali, Yang Mulia?"

Taehyung mengangguk, "Aku pergi mengelilingi pergale mencari Jeon Jungkook, namun malah bertemu dengan seseorang yang mirip dengannya tepat diatas sebuah kapal menuju tempat ini"

"Benarkah? Apakah dia benar-benar Jeon Jungkook? Dimana dia?" Tanya Jingyi.

Jingyi terbang dengan sayap kecilnya keluar dari ruangan Jingyi. Ia yang terlalu bersemangat, melupakan sebuah fakta bahwa ia tidak bisa pergi keluar dari ruangan ini, sehingga tubuhnya terpental karena sebuah pembatas tak kasat mata yang mengelilingi ruangan ini.

"Aduh!" Rintihnya, "Ah sial, siapa yang menciptakan pembatas itu disini? Kenapa seakan aku berada di sebuah penjara?"

"Entah, kemungkinan cicitku yang melakukannya. Ruangan ini termasuk salah satu ruangan yang sangat sakral"

Jingyi mengangguk, mengiyakan ucapan Taehyung. "Tapi, Yang Mulia, pertanyaannya adalah mengapa dan bagaimana anda bisa masuk kesini?"

Taehyung mengambil sesuatu di dalam tasnya. Sebuah tanda pengenal dengan namanya. "Aku bekerja sebagai seorang peneliti sejarah disini"

"Wah! Pantas saja, Yang Mulia, bisa keluar dan masuk dengan mudah. Apakah tidak ada semacam tanda pengenal untuk keluar masuk ruangan Jingyi?"

.

Taehyung bekerja sebagai peneliti sejarah di Istana Pergale. Sudah 5 tahun ia bekerja sebagai seorang peneliti senior.

Selama ia hidup 800 tahun lamanya setelah dinyatakan meninggal, hanya Jingyi yang setia menemaninya. Siyeon meninggal setelah memberikan takhta kepada Kim Taehwan.

Irene meninggal setelah hidup bahagia bersama suaminya, seorang pedagang yang merantau demi mencari nafkah, serta anak laki-lakinya. Yerim menjadi seorang tabib di Istana, ia berada di sisi Kim Taehwan sebagai kepala tabib Istana.

"Hi, lama tidak melihatmu"

Seorang wanita pemilik cafe di dekat Istana Pergale, Jingyi bilang ia adalah salah satu keturunan penyihir. Entah apa yang ia lakukan disini.

Selama Taehyung tinggal disini, wanita itu tidak melakukan hal yang diluar batas. Ia melakukan kesehariannya seperti manusia biasa lainnya.

"Hi"

"Pesanan yang seperti biasa?" Tanya wanita itu.

"Ya"

"Aku tidak pernah melihatmu meminum kopi buatan kami, itu sangat popular disini, namun kau memilih secangkir teh dengan bunga krisan"

Taehyung tersenyum, baginya hal ini bukan sebuah pertanyaan yang harus ia jawab melainkan sebuah pernyataan fakta tentang dirinya. "Aku akan memberimu tip untuk itu"

"Baik, pesananmu akan segera datang"

Seorang pria dengan rambut pirang duduk di kursi kosong depan Taehyung. Saat itu Taehyung sedang sibuk dengan buku di tangannya hingga tak menyadark keberadaan pria itu.

Mata pria itu melihat Taehyung dengan tatapan tajam seperti kesal atau marah pada Taehyung. Ia mengetuk meja di depannya untuk mengambil perhatian Taehyung dari bukunya.

"Oh! Jeonghan" ucap Taehyung saat menyadari ada seseorang yang ia kenal duduk di depannya. Tapi seingatnya hari ini ia tidak memiliki janji dengan siapapun disini. "Kenapa kau disini?"

Jeonghan menghela nafas untuk menghilangkan rasa kesal di dadanya. "Ketua memintamu untuk datang ke pemilihan calon penerus dua hari lagi. Jadi, Yang Mulia Kim Taehyung, apakah anda bersedia untuk pergi ke desa penyihir bersamaku hari ini?"

Taehyung, "Hari ini? Tapi... kenapa mendadak sekali?"

Jeonghan mengangkat pundaknya, "Aku hanya butuh kepastian sekarang. Apakah Yang Mulia bersedia untuk ikut atau tidak, karena sekarang aku sudah sangat ingin pulang ke rumah"

Taehyung tertawa, "Aku bisa berangkat sendiri"

"Tidak! Ketua bilang hari ini atau tidak sama sekali"

Taehyung terdiam, tidak biasanya ketua desa penyihir memintanya segera datang. Terlebih pemilihan calon ketua baru akan dilaksanakan besok lusa.

Pada pemilihan calon ketua yang sebelumnya, Taehyung sudah tidak datang dan hanya datang saat ketua sudah diangkat jabatannya. Ia merasa tidak enak jika memiliki waktu luang namun tidak memberikannya sedikit pada masyarakat desa penyihir.

"Baiklah, aku akan berangkat"

Back to Pergale [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang