Lembar 9: Siapa Yang Berhak

507 69 5
                                    

Tawa yang menggema dalam indra pendengaran milik Rangga masih membuatnya diam. Bahkan hal itu sama sekali tak mengganggu ingatannya tentang bagaimana kasih sayang tersebut terbagi. Bakso yang ia beli saja dia abaikan hanya untuk mengingat sesuatu yang menyakitkan itu.

"Lo kenapa sih, Ngga?" tanya Dave sahabatnya yang sejak tadi memperhatikan. Lelaki yang pernah tersenyum tipis pada Aldebaran. Di hari ketika mereka bertemu.

Rangga hanya menghendikkan bahu acuh lalu memakan satu bakso kecil. Rico dan Dino yang dari tadi tertawa pun terdiam memperhatikan bos mereka yang mendadak menjadi pendiam.

"Cerita aja kalo ada yang ganggu!" seru Dave yang ingin tau apa yang terjadi pada temannya tersebut.

"Anak itu bikin abang gue perhatian sama dia!"

Perkataan yang mengudara penuh kebencian itu disambut diam oleh mereka bertiga. Rangga memang pernah bercerita tentang Aldebaran pada mereka. Bagaimana keluarganya hancur hanya karena anak tersebut. Kebencian yang ia tahan, selalu ia umbar di sini. Bersama tiga temannya yang setia.

Dave tersenyum tipis, "Perhatian gimana maksud lo?"

Diantara ketiga temannya. Hanya Dave yang ia percayai, padahal cowok 17 tahun tersebut murid pindahan beberapa bulan yang lalu. Tapi Dave adalah sosok pendengar yang baik. Yang selalu memberi nasehat padanya dan selalu mendukungnya. Maka ia lebih sering bercerita pada Dave ketimbang yang lain.

"Tadi pagi gue lihat abang gue sama dia! Perhatian sama dia! Padahal gue juga butuh abang gue, abang gue itu punya gue selamanya! Gue benci banget sama itu anak!"

Tanpa sadar tangannya mengepal dengan rahang mengeras. Kebencian Rangga pada Aldebaran seperti terus menumpuk setiap waktu. Ia benar-benar muak melihat wajah sok polos itu! Dan ia muak dengannya yang semakin lancang di rumah milik keluarga Rangga.

"Hati gue sakit banget liatnya!" lanjut Rangga.

"Buset! Dramanya kayak kisah percintaan!"

Seruan Dino mendapatkan tatapan tajam menusuk yang siap membunuhnya sekarang dari Rangga. Dino hanya terkekeh pelan sembari menggaruk tekuknya yang tak gatal. Lalu menyatukan kedua telapak tangannya sebagai simbol 'maaf'. Ia hanya tak ingin Rangga marah dan terlalu sedih karena kisah patah hatinya dengan sang kakak.

"Menurut lo Dave, apa yang harus gue lakuin?"

Dave adalah penasehat yang baik. Itu adalah hal yang Rangga percayai. Karena setiap Dave menasehatinya. Maka ia dapat melakukannya. Dave, sejenak tampak sedang berpikir. Detik selanjutnya ia tersenyum tipis.

"Lo kayaknya harus bikin perhitungan ke adek lo. Eh ralat, anak haram itu! Lakuin hal yang sama kayak lo lakuin ke cewek bernama Diva."

Saat itu juga senyum kemenangan terbit pada bibir Rangga dan Dave. Melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Diva adalah sesuatu hal yang mudah. Rangga adalah pembully di sekolahnya. Ia dan teman-temannya sering membully adik kelas atau orang yang lemah. Termasuk Diva, gadis cupu yang pernah mereka bully satu tahun yang lalu, beberapa bulan sebelum Dave datang. Bahkan sampai gadis itu kini menghilang. Hingga ada kabar bahwa Diva telah meninggal bunuh diri.

Tunggu dulu, bunuh diri? Detik berikutnya Rangga benar-benar tersenyum kemenangan yang penuh merdeka. Ini adalah ide yang sangat gila yang pernah terpikirkan! Dan sialnya baru sekarang ia menemukan ide ini.

Jika Rangga mampu membuat Diva meninggal bunuh diri. Lalu mengapa ia tidak mampu membuat Aldebaran meninggal bunuh diri juga?

Ini pasti akan seru!

***
Sejak tadi pagi senyumnya sama sekali tak pernah pudar. Aldebaran masih merasa sangat senang, karena kali ini dunia memihaknya. Memihaknya untuk mendapatkan rembulan. Biasanya, ketika langkah kakinya harus membuat ia untuk kembali pada rumah itu, langkahnya terasa begitu berat. Tapi kali ini justru sangat ringan, seolah ingin segera sampai. Ada hal yang membuatnya untuk tinggal.

Untuk Reyhan, ia harus tetap di sana. Lagi pula akan kemana nanti jika Aldebaran pergi? Cowok itu memandang langit sore yang masih ada sisa matahari. Matahari akan segera terbenam. Awan yang senang berubah di sana membuat hatinya tenang. Aldebaran sangat suka langit. Karena bintang terang ada di langit malam.

Aldebaran mempercepat langkahnya untuk segera sampai rumah. Ia ingin melihat perhatian seperti apa lagi yang Reyhan akan tunjukkan. Tepat langkah terakhir terhenti di depan rumah. Topeng yang tadi bahagia berubah buram hanya dalam satu detik saja. Ketika melihat dua motor yang tak asing baginya. Dia ingat siapa pemilik kedua motor tersebut jika bukan milik teman-teman Rangga.

Mereka berempat duduk di teras masih dengan seragam sekolah. Perlahan Aldebaran melangkah masuk, hanya perlu melewati mereka lalu bersembunyi di kamar. Hanya itu. Tidak sulit. Katanya untuk menguatkan diri sendiri. Lalu dia melangkah masuk dengan perlahan dan menunduk.

"Dari tadi kita nungguin lho," kata Rangga lembut.

Mengapa jantungnya mendadak berdegup kencang? Nada suara yang Rangga lontarkan cukup membuatnya merinding, lebih baik Rangga membentaknya saja daripada bersuara lembut, ada perasaan tak enak hinggap dalam hati.

"Iya nih. Kita udah laper, pengen makan orang!" seru Rico menambah degupan jantung Aldebaran menjadi tak karuan.

Rangga maju dan membuat Aldebaran memundurkan langkahnya. Ia takut pada Rangga! Hatinya sedang tidak baik-baik saja sekarang. Bagaimana bisa lolos dari cengkraman Rangga? Dia terlihat begitu marah.

Lelaki itu terus maju lalu menahan tubuh Aldebaran agar tidak bisa mundur lagi. Ia tersenyum smirk lalu mencekiknya dengan cukup kuat. Membuat Aldebaran sekuat tenaga melepaskan diri. Tapi tidak bisa, ia terlalu lemah menghadapi Rangga yang kuat.

"Lo itu emang gak tau diri, ya!"

Rangga menyeret adik tirinya tersebut sambil mencekiknya, menyeret hingga masuk ke dalam rumah. Perlahan semua temannya ikut masuk, Dave yang menutup pintu. Agar tidak ada yang mengetahui hal yang mereka lakukan sekarang. Ia tersenyum tipis, Dave tidak akan mengotori tangannya.

Tepat di kamar mandi. Rangga menceburkan kepala Aldebaran dalam bak air mandi. Lelaki itu memberontak, berusaha melepas cengkraman Rangga. Lehernya sangat sakit, sepertinya terluka. Belum lagi ia yang kesulitan bernapas. Rasa sakit yang ia rasakan sekarang. Rasanya ingin mati!

Jantungnya terus berdetak kencang. Saluran pernapasannya seakan-akan segera habis. Karena begitu sesak. Tapi tangan Rangga sama sekali tidak mau melepas. Ketiga temannya hanya melihat saja. Karena Rangga pernah melakukan hal yang sama.

Rangga menarik kepala Aldebaran, membuat napas cowok itu tersenggal-senggal, berusaha mencari udara yang banyak. Rasanya sedikit lega. Tapi rasa sakit di lehernya tidak hilang karena Rangga masih mencengkramnya dengan kuat.

"Ini tentang siapa yang berhak, Aldebaran! Gue atau lo lebih berhak dapet Reyhan? Gue yang adik kandungnya, adik kesayangannya, atau lo! Seorang anak dari ibu pelacur dan pelakor?"

"Jangan main-main sama gue!"

Tepat suaranya berakhir. Dia kembali memasukkan Aldebaran ke dalam bak air mandi. Cukup dalam, Aldebaran berontak seperti tak berarti sama sekali. Rangga tersenyum senang melihat dia menderita, kesakitan di tangannya sendiri.

Sedangkan Aldebaran. Di dalam hatinya terus merapalkan doa, agar Reyhan datang dan menghentikannya. Mengetahui semuanya lalu menolongnya. Dia harap begitu. Tapi sampai menit berjalan, hingga napasnya serasa akan segera habis. Tak ada orang yang menyelamatkannya.

"Ngga udah! Lo bisa bunuh dia!"

Tepat suara Dave bergema. Rangga menghentikan aksinya. Tidak, Aldebaran tidak boleh mati, karena balas dendamnya masih belum berarti apa-apa.

Cowok itu mendorong tubuh Aldebaran hingga terbentur tembok cukup keras. Membuat kepala Aldebaran menjadi sangat sakit, dengan napasnya yang masih tersenggal-senggal.

"Inget, Aldebaran. Ini masih permulaan!"

Kini kakak tirinya benar-benar melepaskannya. Lalu pergi meninggalkan Aldebaran yang masih lemah. Tangannya mengepal kuat, sesungguhnya dia sangat membenci Rangga. Membencinya karena telah membuat hidup Aldebaran menderita. Sekali saja, ia ingin melawan. Tapi, apalah daya, ia tak punya kekuatan dan hak untuk melawan rasa sakitnya.

***

Huft! Jangan lupa vote ya kakak kalo suka ^_^

Terima kasih🤏

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang