Byeora tidak tahu. Haruskah ia menyesal atas keputusannya satu jam lalu? Jelas sekali beberapa piring kosong dihadapannya ini adalah ulah si Pak Choi yang dengan sengaja memesan banyak menu mahal—ingin memojokkan Byeora. Secara tidak langsung, Pak Choi ingin Byeora memilih untuk membalas hutangnya dengan hal lain. Dan wanita itu jelas meragukan 'hal lain' yang disebutkan Pak Choi beberapa saat lalu.
"Kau masih yakin ingin membayar ini semua?" Sang direktur sedang bersandar sambil memegang perutnya—agaknya ia mengisi perutnya terlalu banyak.
Tanpa mengubah keputusannya, Byeora mengangguk walau ia menyayangkan. Entah berapa jumlah uang yang akan ia habiskan untuk hari ini, Byeora hanya perlu menghemat extra untuk kedepannya.
Usai membayar dengan wajah tertekuk, Pak Choi yang baru saja mengenakan jas kelabunya, kini ia merangkul Byeora. Mereka masih berada di pinggir jalan—kebetulan tempat makan tadi tidak jauh dari gedung perusahaan.
Byeora merasa risih, tentu saja. Ia mencoba melepaskan tangan Pak Choi dibahunya yang mendadak terasa berat dengan menjingkatkan pundaknya kebelakang. Namun pria itu tanpa lelah merangkulnya lagi.
"Maaf, pak," pada akhrinya Byeora membuka mulut.
"Ada apa, Byeora?" Mereka sudah berbelok dan gedung kantor sudah nampak di mata.
"Saya merasa tidak nyaman. Tangan bapak ini terlalu—"
"Ah, iya maaf-maaf," dan ucapannya sungguh tidak sepadan dengan wajahnya yang kini justru melukis senyum yang berusaha di tahan. Itu kentara sekali.
Byeora menelan salivanya. Ada ya orang seperti Pak Choi begini? Sikapnya aneh sekali tapi mata keranjang. Tidakkah dia butuh lebih banyak edukasi tentang bagaimana memikat hati wanita? Caranya yang seperti ini malah membuat Byeora jengkel. Dan ia yakin semua perempuan yang Pak Choi tetapkan sebagai target akan merasakan hal yang sama.
Keduanya masuk bersamaan. Bahkan sampai Byeora diantarkan ke ruang divisinya. Jisoo yang melihatnya langsung menutup mulut begitu Pak Choi pergi, "apa ada hal baik yang terjadi di antara kalian?" Jisoo menghampiri meja Byeora, "berkencan.. misalnya?"
Seketika mata Byeora membulat. Ia jelas tidak terima. Untuk apa berkencan dengan lelaki tidak berkelas begitu. Ya, sekalipun Byeora yakin Pak Choi memiliki jumlah uang melebihi dirinya, tetapi menurut pandangannya Pak Choi seperti pria sampah—jika boleh jujur.
"Jangan mengatakan hal aneh. Pak Choi juga sudah tua. Aku tidak mau." Byeora mengibaskan tangannya diudara sebagai isyaratnya menolak.
Jisoo mengangkat alisnya. Masih belum terbiasa dengan ucapan Byeora yang terkadang terlalu nyata, "tapi kan kau suka pria kaya."
"Tidak-tidak," ia menggeleng-geleng. Wanita yang sepertinya tengah diinterogasi itu mengambil buku catatannya dari dalam laci, "aku lebih menyukai pria yang bekerja keras. Perilakunya juga pantas disandingkan denganku. Apa-apaan itu Pak Choi? Aku tidak mau." Byeora menegaskan sekali lagi. Wanita ini sedang bermuka dua. Tidak bermuka dua juga sih, toh dia tidak berpura-pura baik di hadapan Pak Choi. Dia juga menunjukkan secara jelas rautnya ketika merasa tidak nyaman. Byeora hanya tidak mengungkapkan apa yang hatinya umpatkan ketika ia bersama Pak Choi.
"Hoii ... kalau dilihat-lihat, sepertinya Tae Byeora sudah ada calon, nih."
"Calon?" Byeora tertawa remeh, "calon apa?"
"Ya kekasih lah. Sepertinya sudah menemukan yang cocok, ya?" Jisoo bertanya lebih jauh.
"Untuk saat ini belum." Byeora mengambil pulpennya untuk mencatat beberapa hal.
"Yakin?" Jisoo semakin lama membuat Byeora risih.
"Kalau ingin cepat pulang, lebih baik selesaikan pekerjaanmu sekarang. Jangan menggangguku, Jisoo." Byeora menggelengkan kepalanya beberapa kali sebelum ia merobek satu halaman kertasnya untuk dilipat. Dimasukkan ke dalam kantung baju. Ia harus membeli beberapa keperluan untuk berangkat ke Jepang hari ini.
Jisoo menghela napasnya terang-terangan dan Byeora sampai menoleh lagi, "ada apa?" Katanya lagi yang kali ini terdengar acuh tak acuh.
"Tidak ada. Kau benar, aku harus selesaikan pekerjaanku," dengan begitu, Jisoo langsung pergi ke mejanya. Tentu saja Byeora merasa aneh, "kau ada masalah?"
Jisoo duduk di kursinya lalu mengangguk, "hm. Ada masalah."
Byeora mengangkat kedua alisnya lantas memeriksa beberapa file yang ia simpan sedikit berantakan pada layar di hadapannya, "masalah apa? Pacarmu?"
"Bukan."
"Terus? Kenapa tiba-tiba ekspreksimu mengejutkanku begitu? Padahal tadi bertanya-tanya padaku dengan menggebu." Byeora melanjutkan kerjanya. Berharap telinganya masih dapat menangkap suara Jisoo ditengah dirinya yang serius bekerja.
Muka Jisoo mendadak terlihat pasrah dan putus asa, "habisnya kau selalu menghindari topik pembicaraanku."
"Yang mana? Topik yang seperti apa?"
Keduanya saling berbincang sembari bekerja. Sebenarnya sudah biasa, tetapi Byeora terkadang khawatir jika sudah seperti ini, fokusnya dapat terbagi dua. Namun mendengar Jisoo katanya sedang ada masalah, sepertinya bukan hal baik kalau dia mengabaikannya sedangkan ia sudah bertanya lebih dulu.
"Pasangan."
Wanita yang sedang Jisoo ajak bicara langsung mengangkat kepalanya. Menatap Jisoo dari balik sekat meja yang tidak terlalu menghalangi pandangan, "kau bicara apa, sih?"
"Nah, di situ masalahnya. Sepertinya kau yang sedang ada masalah."
"Aku? Kenapa? Aku baik-baik saja."
"Tapi kau menghindari topik semacam ini. Selalu. Makanya aku curiga kau ada masalah apa sampai tidak pernah mengumbar tentang kisah asmara sama sekali."
"Kau baru bertanya ini sekarang?" Dan Jisoo tertegun saat melihat Byeora malah terheran.
"Ya.. baru terpikir saja untuk bertanya."
"Jadi kau ingin tahu soal itu, ya?"
"Tentu saja." Jisoo menjawab yakin.
"Ya.. sederhana saja." Byeora menjeda dan hal itu membuat Jisoo mengerutkan keningnya, "sederhana bagaimana? Kau membuatku penasaran beberapa kali."
"Karena aku memang tidak ada pasangan, 'kan? Jelas. Aku juga sedang tidak suka dengan siapapun. Aku adalah orang yang setia, kau tahu?"
Untuk sesaat, Jisoo tidak begitu memahami maksud ucapan Byeora sebelum pada akhirnya ia melebarkan mata, "jangan bilang .."
"Ya. Memang karena itu aku masih melajang sampai sekarang." Byeora mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Woah ..." Jisoo yang tidak habis pikir mengepalkan jemarinya di depan mulut. "Kau benar-benar sesuka itu ya, dengan mereka? Kau bahkan tidak tahu kehidupan asli mereka. Kalau sebenarnya mereka sudah ada yang punya, bagaimana?" Jisoo sedang membicarakan sebuah kelompok penyanyi yang kerennya juga bisa menari, yang selama ini digemari oleh Byeora. Oh sebentar, bukan hanya gemar. Sepertinya Byeora sudah jatuh cinta.
"Tidak apa-apa. Selagi aku masih memiliki sisa dukungan, aku akan memberikannya kepada mereka sebanyak-banyaknya. Aku juga akan terus mencintai mereka. Tidak peduli mereka susah ada kekasih atau belum. Setidaknya aku akan berhenti kalau mereka sudah bubar. Atau, aku akan mengubah caraku menyayangi mereka saat kabar tentang 'percintaan' mereka resmi di umumkan." Byeora tersenyum. Tidak dipaksakan sama sekali.
Dan wanita itu melanjutkan setelah menghela napasnya, "empat hari lagi aku akan ke Jepang. Aku akan mengambil cuti kerjaku."
"Ke Jepang?" Jisoo spontan bertanya padahal ia masih mencerna kalimat Byeora sebelumnya. Baiklah, tapi Jisoo hanya tidak tega jika saja Byeora jadi terlambat menikah hanya untuk menunggu kelompok penyanyi itu bubar.
"Hm," wanita itu mengangguk tenang, "konser yang selama ini aku tunggu, Jisoo."
TBC
| SING MY SONGInnocentpnda
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing My Song [ON GOING]
FanfictionIa bernyanyi untuk Jungkook. Together We're Ruined--lagu yang terdengar indah dan menyesakkan dalam satu waktu. © 2022 Innocentpnda