1

6 0 0
                                    

An mendorong bangku kerjanya sedikit ke belakang, mencoba meregangkan badannya yang seharian ini sibuk bekerja. Tatapannya kosong menghadap pada atap ruang kerjanya. Tak lama, ia langsung memejamkan matanya. Mencoba untuk tidur sekejap sebelum pulang.

Belum ada lima menit, sebuah ketukan pintu terdengar. Membuat An tersadar kembali. An sedikit kesal. Padahal jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 23:50. Siapa gerangan yang belum pulang padahal sudah tengah malam begini.

Seorang wanita cantik berambut ikal menampakkan kepalanya. Tanpa menunggu izin ia langsung berjalan memasuki ruang kerja An.

Bianca, gadis berpostur model itu segera duduk dipangkuan An dan mengalungkan tangannya di pundak pria itu. Sementara An spontan mendorong wanita itu ke depannya.

"What happen darling? Apa kamu tidak merindukan sentuhanku?" Tanyanya dengan muka kesal yang tak ditutup-tutupi

Bianca yang jatuh terududuk mencoba berdiri. Tangannya sengaja ia julurkan, meminta An membantunya berdiri. An hanya menatapnya acuh. Akhirnya Bianca pun berdiri dengan berpegang pada meja kerja An.

Tak cukup disitu, Bianca mencoba melancarkan aksinya lagi. Ia mendekati An. Kini tangannya sudah berada pada sisi kanan dan kiri bangku Anan. Mengapit pria itu diantara dua lengannya. An menatap wanita yang berdiri di depannya dengan jengah. Sungguh ia berpikir apalagi yang akan dilakukan gadis di depannya. Ia malas sekali meladeni gadis seperti Bianca.

Sementara itu, tangan kanan Bianca sudah turun berada pada selangkangan pria itu. Mencoba menggodanya lagi dengan meremamas milik An halus dari luar celana pria itu.

Buru-buru An bangkit dari duduknya, tak lupa menepis tangan Bianca yang sedari tadi menggodanya.

"Sedang apa kau disini?!" Tanya Anan tegas dengan manik mata elang yang bisa membuat lawan bicaranya itu langsung mengendurkan nyalinya

"Aku merindukan sentuhanmu, darling,"

"Sudah lebih dari satu bulan kau sulit sekali dihubungi." Lanjut Bianca dengan nada manja mencoba merangkul lengan Anan

Anan langsung menepisnya, segera ia keluar dari ruang kerjanya dengan menyeret gadis itu bersamanya, menuju lift dan memencet lantai satu disana.

Tepat setelah lift terbuka, Anan langsung menuju satpam yang sedang berjaga. Satpam yang melihat bosnya menuju arahnya pun langsung bersikap siap.

"Siapa yang mengijinkan wanita ini ke ruanganku?!" Tanya An tegas setelah melepaskan tangannya dari lengan Bianca yang sedari tadi diseretnya paksa

"Maaf Pak Anan, saya tadi tidak melihat nona ini masuk." Jawab satpam dengan muka menghadap bawah, takut-takut bos di depannya akan langsung memecatnya.

Anan dikenal sebagai bos yang tegas dan perfeksionis. Setiap kesalahan karyawannya tidak bisa ia tolerir. Banyak karyawan yang datang dan pergi setiap bulan karena dipecat olehnya.

"Saya peringatkan ini untuk pertama dan terakhir. Lihat wajah gadis ini baik-baik." Sambil menunjuk wajah gadis di sampingnya yang bersungut kesal

"Jangan biarkan gadis ini masuk lagi lain kali. Jika kesalahan ini terulang kembali, saya tidak akan segan menendang Anda dari perusahaan ini." Tegas Anan lalu meninggalkan gadis itu yang terus saja berteriak memanggil namanya

Anan berjalan keluar kantornya, Tira asistennya sudah menunggunya disana. Melihat bosnya datang, segera Tira membukakan pintu mobil bagi An. Setelah bosnya masuk, Tira pun turut masuk ke bagian sopir lalu menyetir mobil itu meninggalkan perusahaan.

Di perjalanan pulang, Anan bersandar pada bagian belakang kursi mobil, sambil menikmati pemandangan malam hari ibu kota ia teringat masa lalunya. Dulu, bahkan ia bisa sampai dini hari harus bekerja demi mencukupi kebutuhannya. An bukanlah pria yang bisa begitu saja sesukses namanya saat ini. Ia membangun semuanya dari nol. Dari bukan siapa-siapa, hingga akhirnya sekarang namanya dikenal menjadi salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.

An tersadar saat manik matanya menyorot satu gadis yang sedang berjalan sempoyongan di depan sebuah diskotik. Ia sangat hafal dengan muka tersebut.

"Tir, berhenti." Ucap Anan yang segera diangguki oleh sekertarisnya itu.

Dari sebrang jalan Anan terus mengamati gadis itu.

Rahang An mengeras, tatkala melihat gadis itu dirangkul pria tak dikenal yang muncul dari dibelakangnya.

Segera An keluar dari mobil dan berlari menghampiri gadis itu. Karena emosi, tanpa panjang lebar ia langsung memukul pria di depannya hingga jatuh tersungkur.

"Go away!"

Dita, gadis itu hanya berdiri sempoyongan. Ia mencoba berjalan sendiri, mencari siapa tahu ada taksi yang lewat. Namun An sudah lebih dulu merangkul gadis itu, membantunya berjalan. Sementara Dita yang setengah sadar tak cukup tenaga untuk melepaskan dirinya dari rangkulan An. An segera memasukkan gadis itu ke mobilnya. Tanpa pikir panjang ia langsung menyuruh Tira segera mengantar mereka berdua ke apartemennya.

An yang sedari tadi merangkul Dita bahkan hingga kini membuat gadis itu lama-lama merasa kepanasan. Ia melihat An yang duduk di sampingnya. Memandang manik mata itu yang juga menatapnya dengan cemas. Mata Dita tertuju pada bibir An yang sedikit terbuka. Terlihat sekali napasnya memburu mengkhawatirkannya. Entah dorongan dari mana, Dita mencoba menegakkan duduknya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah An. Melumat bibir An yang membuat dirinya bahkan menginginkan lebih.

An yang mendapat serangan mendadak itu sangat menikmatinya. Ia membalas ciuman Dita, tanpa memedulikan Tira yang sedang membawa mobil.

-

Don't forget to vote and coment :)

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang