Silent Cries
.
.
Petir bergejolak di langit merah Amane menyaksikan seseorang tercekik benang merah dari berbagai arah.
"T—tolong.."
Menggeliat, di bawahnya air beriak sebelum membentuk sosok serba hitam yang mengulurkan tangan.
Kuku-kuku menyusut membentuk jarum yang memercik.
"Atas semua perbuatanmu kau akan membayarnya,"—Petir menyambar tangannya.
"Jiwa yang penuh dosa akan terlempar ke dasar neraka..."—Air mulai surut, Amane menatap ngeri saat ombak tercipta.
"...Lenyaplah."
Teriakan pilu teredam hantaman ombak dan petir. Sebelum benar-benar berhenti bergerak, tubuh hangus itu menatap Amane.
Pupilnya mengecil.
Tsukasa?
Amane tersentak dari tidurnya.
Burung berkicau, sinar pertama sang surya menimpa rambut Amane. Dadanya berdebar kencang.
Mimpi tadi terasa nyata, seolah-olah ia memang ada disana. Amane menutup wajah dengan takut lalu merasakan sesuatu di lidahnya.
Seperti besi. Atau darah.
Amane terisak, bagaimana bisa ia setega itu? Bermimpi sama seperti berharap, ketika benak dipenuhi suatu hal realisasi perwujudannya akan terbentuk menjadi mimpi.
Harapannya tak lain dan tak bukan tentang kembarannya sendiri. Hadir di antara penderitaan dan kematian.
Pagi itu, heningnya atap sekolah dipecah tangis Amane yang menjadi-jadi.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamome's Mystery No 7 [Bound with Hell Girl]
RandomSebuah takdir yang menyedihkan, berkubang dalam kejahatan Apa itu mimpi atau kenyataan? Cahaya atau kegelapan? Kata-kata yang indah muncul dalam benak, kemudian menghilang. Namun pada saat tersebut, semuanya goyah. Hiburan malam ini menceritakan kab...