AKARA ROMANSA YANG KELABU

22 2 0
                                    

Malam ini entah kenapa begitu indah. Bulan sabit yang bersinar terang itu tepat di depan mata dengan bintang bertabur di kanan dan kirinya. Dan aku kembali mengingatnya.

Dia seseorang yang ku sayang tapi tak ku cinta. Apa itu wajar?

Puas sudah ku pandang langit yang berawan. Kembali berjalan menuju tujuan sampai bertemu dengannya di tengah jalan. Mata indahnya yang begitu sendu seakan menyihir netra kelam ku. Dia, kenapa bisa berada di sini?

Aku tersenyum memandang wajah datarnya berharap dia mau mengikuti ibadah kecil itu. Tersenyum, iya aku penasaran akan senyumnya. Seakan sudah akrab ku menggenggam tangannya. Dingin itu yang ku rasakan.

"Tangan kamu dingin. Mungkin dengan kamu senyum semuanya akan menjadi hangat," ujar ku begitu saja. Entah kata dari mana itu terlontar begitu saja.

Dia menatap ku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Aku berusaha mencari sesuatu di dalam sana tapi aku tak bisa. Netra itu terlalu dalam untuk aku selam.

Kembali ku berjalan. Meninggalkannya sendirian tapi percayalah aku mengingatnya sampai pada tujuan. Dia yang rupawan terlalu berharga untuk ku yang selalu berandai dalam kegelapan.

Cahaya ini begitu hangat. Menerpa kulit tapi tak menusuk hingga ke tulang. Minggu pagi ini aku melakukan aktivitas seperti biasa. Membereskan rumah yang semalam telah selesai dihambur hamburkan oleh si kecil. Merebahkan tubuh ke kasur ternyata senyaman ini? Ah, kenapa aku sudah rindu dengan kenyamanan padahal baru ku tinggal beberapa jam untuk membereskan perabotan yang semula jadi drum dadakan.

Memejamkan mata. Aku kembali merasakannya, rasa dingin ini, aku kembali mengingat tangannya. Jika diingat kembali dia tak memakai jaket. Apa aku harus memberinya jaket? Tapi jaket ku hanya satu. Apa yang harus ku berikan padanya agar tangannya tetap hangat?

Berjalan mengitari penjuru rumah. Hingga ku teringat dan sesuatu yang ku simpan untuk seseorang yang berharga. Dengan pelan ku bentuk itu. Membentuknya dengan rasa sayang, dan dengan seutas senyum yang terus mengembang.

Ku lirik jendela. Apa ini sudah senja? Kenapa aku sampai tak menyadarinya? Ku pandang hasil karya. Satu tetes air mata jatuh.

Ini belum selesai. Kenapa waktu ini semakin mengikis?

Aku keluar. Mencari cahaya jingga di bukit yang tak terlalu tinggi. Ini cukup membuat ku lelah ditambah lagi aku belum makan sedari pagi. Tapi tunggu, di atas sana, di atas bukit itu. Dia duduk membelakangi ku.

Dasar lemah. Aku terus merutuki hati ku saat menyadari cairan hangat mengembang di pelupuk mata. Waktu ini semakin mengikis setidaknya aku bisa mengucapkan kalimat pamit.

Aku menepuk bahunya pelan dan ikut duduk di sampingnya. Dia menoleh. Akh, tatapan itu lagi. Tatapan yang aku tak tau apa maksudnya. Aku tersenyum dengan harapan yang sama.

Manis.

Satu kata yang menggambarkannya saat ini. Senyuman yang manis.

"Aku menyayangi mu."

Kesalahan. Senyumannya memudar. Ku genggam tangannya, ini dingin. Kenapa masih dingin? Walau sudah diterpa oleh senja yang indah. Aku tetap mencari alasannya. Tapi takdir tak mendukung ku tuk melakukan itu.

Waktu ini semakin habis.

"Aku pamit."

Aku menyesal telah mengatakan dua kata itu. Raut mukanya kembali datar. Aku menangis dalam diam walau air mata tetap keluar.

Aku tak siap meninggalkannya, aku tak rela senyum itu pudar. Bagaimana cara ku memperbaikinya?

"Maaf."

Hanya kata itu yang tersemat di otak ku.

"Maaf."

"Maaf."

Hembusan angin menerpa ku hingga buat ku sadar. Deraian air mata ini hanya untuk hal yang ilusi. Genggaman tangan, sorot mata yang sendu, sapu tangan yang setengah jadi, itu semua hanyalah ilusi.

Aku kembali menatap bulan. Bulan sabit yang sudah seperti harapan untuknya dari ku.

Bulan sabit. Tetap bersinar untuk dirinya sendiri. Walau tak memengaruhi keadaan sekitarnya. Dia tetap indah.

Ku hapus air mata. Kembali berjalan sampai tujuan. Kembali memikirkan bagaimana ending untuk cerita yang singkat tapi memiliki rasa. Sebelum waktu ku benar-benar habis.

_______________________________________________

Ini tentang kau dan aku. Kisah singkat yang seindah bulan sabit. Kau lelah, aku pun sama. Kau pergi, aku pun pergi. Tapi percayalah selama ada bulan di semesta ini kisah ini selalu terkenang di hati dan fikiran ini.

Kau tokoh baru yang buat aku sadar bahwa selalu ada langit di atas langit 

Lala sayang Ian ♡

AKARA ROMANSA YANG KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang