1. Detak Jantung

1 0 0
                                    

SMA Adiwijaya

Ini adalah hari pertamaku bersekolah di tempat ini. Aku berjalan menuju ruangan kepala sekolah ditemani kakak laki-lakiku. Sebagai murid pindahan, semua orang yang ku lewati adalah orang yang tidak pernah mengenalku. Akupun tak mengenal mereka. Mereka menyerbuku dengan pandangan yang membuatku risih.

Setelah bertemu dengan kepala sekolah, aku diantar oleh seorang guru perempuan menuju kelas yang akan aku tempati. Sementara kakakku pulang setelah keluar dari ruangan itu.

11 IPA 2. Aku memasuki ruangan itu dibelakang guru perempuan yang sudah mengantarku. Aku tak berani mengangkat kepala untuk melihat orang-orang yang akan menjadi temanku nanti. Saat guru itu menyuruhku untuk memperkenalkan diri, aku melakukannya dengan gugup.

Setelah memperkenalkan diri, aku berjalan menuju kursi kosong yang terletak di barisan ketiga dari depan. Posisinya ada di sisi kanan kelas. Pelajaran yang sempat tertunda dilanjutkan kembali.

Jam istirahat tiba. Sebagian orang pergi keluar kelas untuk menikmati waktu mereka. Sementara beberapa orang menghampiri mejaku dan mengulurkan tangannya untuk ku jabat sambil mereka memperkenalkan diri masing-masing.

Setelah mereka memperkenalkan diri satu persatu, mereka mengajakku mengobrol dengan bertanya banyak hal kepadaku. Mulai dari tempat tinggalku, tentang sekolah lamaku, makanan kesukaanku, hingga orangtuaku. Ini yang paling aku benci.

Aku tak pernah bicara banyak hal kepada oranglain. Jadi, aku hanya menjawab seperlunya sambil menyunggingkan senyum. Sesekali aku membalikkan pertanyaan yang mereka berikan kepadaku. Terus begitu. Hingga satu persatu dari mereka pergi dan menyisakanku dengan seorang gadis yang duduk di belakangku dan ia adalah orang yang paling banyak memberiku pertanyaan.

"Revina, kamu mau ke kantin gak?" tanyanya setelah hening beberapa saat.

Aku terdiam sejenak. "Enggak."

"Kamu mau keliling sekolah? Biar aku temani."

Aku menggeleng.

"Atau kamu mau liat anak cowok main basket di lapangan?" tanyanya lagi.

"Enggak, Alsa!"

Tubuh Alsa tampak terperanjat. Aku panik. Tak sengaja aku telah membentaknya.

"Kamu gak mau? Ya udah deh," ucap Alsa dengan raut sedih sambil beranjak.

"Tunggu!" ucapku dan membuat langkah Alsa terhenti.

"Aku mau liat basket."

Alsa menoleh ke belakang. Raut wajahnya tampak berubah. Bibirnya membentuk senyum lebar diiringi matanya yang ikut menyipit.

Alsa menggandeng tanganku dan ia membawaku ke dekat lapangan basket. Kami duduk di pinggir lapangan sambil menyaksikan anak laki-laki yang sedang bermain basket di atas lapangan.

"Kamu haus gak?" Alsa bertanya kepadaku.

Aku menggeleng. Meski tenggorokan sempat kering, aku tahan. Aku merasa jika aku mengangguk, Alsa akan mengajakku untuk membeli minuman. Aku tak akan enak hati menolak. Aku sudah terlanjur nyaman dengan posisiku sekarang. Duduk tenang sambil menyaksikan orang-orang bermain basket dengan lihai.

"Tunggu disini sebentar ya. Aku mau beli minuman. Jangan kemana-mana," ucap Alsa sambil menatap tajam mataku seolah ia benar-benar ingin aku sanggupi permintaannya.

Aku pun mengangguk dan membuat Alsa tersenyum. Gadis berwajah ceria itu langsung beranjak meninggalkanku sendirian di kursi yang ada di pinggir lapangan basket.

Sekian lama menunggu, cuaca semakin terik. Aku jadi memikirkan Alsa dimana ia membeli minum. Lama sekali. Tampat dudukku yang semula teduh pun menjadi terkena sinar matahari seiring berpindahnya waktu. Tanganku refleks menghalau cahaya matahari yang menerpa wajahku dan membuat mataku silau. Dan sesuatu yang tak terduga menghantam kepalaku begitu keras saat mataku terpejam menahan silau. Tak sempat aku menghindar karena kecepatan bola basket itu sudah tak bisa diragukan.

GiovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang