2. First Kiss

2 0 0
                                    

"Rev, muka kamu kenapa?" Kakakku bertanya dengan wajah panik saat aku masuk ke dalam mobilnya.

"Ketembak bola tadi," jawabku.

Kakakku terus mengamati wajahku alih-alih dia menancap gas untuk segera pulang. Aku menahan tangannya yang hendak memegang lukaku yang diplester.

"Kita ke rumah sakit ya," ucap kakakku sambil menyalakan mesin dengan terburu-buru.

"Ini cuma luka kecil, kak. Sebentar lagi juga sembuh."

Kakakku tak menjawab. Dia malah mengendarai mobilnya menuju arah yang berlawanan dengan jalan pulang.

Jika sudah begini, aku tak bisa melakukan apa-apa selain pasrah.

****

Aku benar-benar menginjakkan kaki di rumah sakit besar hanya untuk memeriksa luka kecil akibat tembakan bola. Ini semua demi orang yang baru saja menempatkan tubuhnya di sampingku dan menggandeng tanganku memasuki gedung itu.

Inilah kakakku. Namanya Rendra Derawan. Lelaki dengan tinggi 180 cm yang sedang menjabat sebagai direktur utama di perusahaan menengah bernama Rhomsta. Ia mempunyai bentuk tubuh yang atletis. Kulitnya tidak terlalu putih. Cirinya yang paling khas adalah ia memiliki tahi lalat di bawah bibir tepat di tengah-tengah.

"Tuh, kan. Aku bilang juga gak pa-pa," ucapku setelah keluar dari ruang periksa bersama kakak.

"Tapi tetep aja kamu dikasih obat. Itu berarti parah."

"Cuma salep doang juga. Gak pake juga sembuh."

"Ngomong-ngomong, siapa yang tembak bola ke muka cewek cantik ini? Kakak mau balas dendam ke dia," ucap kakakku sambil mengepalkan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Mau kakak apain?"

"Mau bikin dia jelek."

"Dia udah minta maaf kok kak."

"Maaf doang gak bakal bikin luka di mukamu hilang," ucap kakakku dengan wajah emosi. Emosi yang benar-benar terlihat nyata. Emosi yang awalnya ku kira hanya bercanda.

"Ini sebentar lagi juga hilang, kak," ucapku dengan takut. Aku takut dia mengatakan sesuatu yang fatal. Kakakku selalu melakukan hal yang ia ucapkan. Baginya, ucapan sama saja dengan sebuah janji yang tidak boleh diingkari.

****

Hari kedua di sekolah baru, aku kembali. Tentunya dengan diantar oleh kakakku.

"Eh, kakak mau kemana?" tanyaku saat kakak membuka pintu mobilnya dan turun mengejarku.

"Mau antar kamu sampe kelas," jawabnya enteng.

"Gak usah. Aku bukan anak kecil lagi," protesku.

"Kakak takut ada yang jahatin peri kecil kakak."

"Ih, kakak. Malu diliatin orang," ucapku sambil mendorong kakak dengan pelan agar ia masuk kembali ke dalam mobil.

Kakakku terdiam sambil memandangi sekitar yang terdapat orang-orang yang memandang ke arahnya, khususnya perempuan. Dia kemudian menggaruk tengkuknya dengan wajah risih, kemudian melambaikan tangannya dan segera masuk ke dalam mobil.

Aku menghela napas panjang, kemudian segera melanjutkan langkahku setelah kakak sudah pergi dengan mobilnya.

"Revina, tadi siapanya kamu?" tanya seorang gadis berambut pirang secara tiba-tiba bersama dua temannya. Mereka duduk satu kelas denganku. Aku ingat wajah mereka, namun lupa namanya.

"Itu kakak aku."

"Ih, ganteng banget sih. Mirip kamu deh, imut. Pasti umurnya gak beda jauh sama kamu," ucap gadis tersebut. Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GiovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang