𝐝𝐮𝐚 𝐛𝐞𝐥𝐚𝐬-

942 138 17
                                    

Oikawa POV

Aku menatap layar ponselku dengan perasaan was-was. Mengigit jari dan diselimuti rasa gelisah.

Apakah seharusnya aku menyuruh [Name] untuk membuka kontakku yang ia blokir sebelum pergi, ya?
Tidak, jika hal itu terjadi dan si stalker tahu, mungkin akan sangat membahayakan bagi [Name].
Lantas, apakah aku perlu menelponnya dengan nomor lain?
Tidak, itu sama saja ide yang buruk.

Aku meletakkan ponselku dengan layar yang masih menyala keatas meja. Menghela napas sembari melipat tangan di depan dada dan sibuk menggigit jari. Iwaizumi yang tengah menyarap di sampingku hanya menatap penuh tanda tanya. Baginya, aku setiap hari memang terlihat aneh, namun hari ini keanehan ku tampak lebih mengkhawatirkan dari biasanya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Iwaizumi padaku, akhirnya.

"Akunya baik-baik saja, tapi mungkin tidak bagi [Name]-chan," balasku, melipat tangan diatas meja dan menenggelamkan kepalaku didalamnya. Aku memang memiliki firasat buruk sejak melepas [Name] pulang sendirian kemarin, lantas menyesal karena tak menguntitnya saat pulang untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja sampai di rumah.

"Apa sih yang kau khawatirkan?" Tanya Iwaizumi lagi.

Kepalaku terangkat, menatap lawan bicaraku dengan intens.
"[Name]-chan tidak masuk kelas hari ini," jawabku dengan nada khawatir. "Bukan hanya [Name]-chan, bahkan sahabatnya, Mio pun sama-sama melewatkan kelas pagi ini,"

Iwaizumi mengangkat bahunya ringan.
"Mungkin mereka berdua tengah bolos berdua, atau justru berlibur bersama?" Ia membuat spekulasi tak berdasar mengenai masalah ini. Lalu memiringkan kepalanya, sedikit merasa bingung.
"Tapi aneh.. [Last Name]-san? Membolos? Seorang siswi dengan peringkat pertama di angkatannya? Sebuah berita panas, bukan begitu? Atau justru opsi membolos itu mustahil.." Iwaizumi semakin bingung dibuatnya.

Aku mengangguk setuju.
"[Name]-chan mustahil membolos,"

"Iya sih, nampaknya langit akan runtuh jika hal itu benar-benar terjadi. Kau tahu? [Last Name]-san bahkan masih dapat masuk ke sekolah setelah tahu kau adalah stalker! Betapa gigihnya dia?!" Puji Iwaizumi, mengapresiasi semangatnya untuk tetap melanjutkan sekolah bahkan setelah shock mendapatkan fakta pahit itu, ditambah kakinya yang sakit bertambah parah setelah memaksakan diri untuk tetap berlari dari kejaranku.

Maka dari itu, [Name] membolos adalah suatu hal yang tak dapat diterima otak manusia. Aku menautkan alis, memikirkan kemungkinan terburuk yang mungkin tak dapat kuhadapi dengan hilangnya [Name] ini. Mungkin kali ini aku akan bertindak sedikit lebih ekstrim dari sebelumnya.

━━━

Aku menatap pantulan ku dari kaca. Sosok Oikawa Tooru dengan jaket berwarna cukup terang, kau tahu, terlalu mencurigakan untuk memakai pakaian hitam di siang bolong seperti ini. Yang terakhir, aku memasangkan sebuah topi diatas kepalaku, agar wajah dan rambut ku ini tak terekspos begitu jelas.

Beberapa kali aku berpose layaknya model didepan kaca, merasa keren dengan pilihan outfit yang tengah ku gunakan.

"Gantengnya masih kelihatan, kok," pujiku pada diri sendiri, seraya tersenyum miring.

Aku mengambil ponselku yang tergeletak diatas meja. Menyalakannya dan membuka sebuah aplikasi yang telah kusiapkan sejak dulu.
Aplikasi pelacak. Aku mulai berhenti menggunakan aplikasi itu sejak [Name] tahu aku adalah sosok dibalik stalker pertama, walau begitu, aku memang sempat mengucapkan kebohongan kepada [Name] bahwa aku tak pernah menggunakan hal-hal semacam ini untuk menguntitnya.

𝐒𝐓𝐀𝐋𝐊𝐄𝐑 𝟐 || tooruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang