00

37 5 0
                                    

Angin berhembus membawa udara segar yang menenangkan hati. Jendela terbuka lebar dengan tirai yang berterbangan diterpa angin, seorang laki-laki duduk membelakanginya, menatap dengan begitu intens ke arah seorang perempuan berwajah pucat dengan pipinya yang tampak cekung. Tangan besarnya menggenggam lembut tangan kecil yang begitu kurus itu.

Laki-laki itu memakai jas laboratorium dengan nametag bertuliskan 'Profesor Hyo', tertempel di sana, menampakkan foto tanpa senyuman dan rambut hitam yang acak-acakan.

Helaan napas pelan keluar dari mulutnya yang sedari tadi diam tanpa mengatakan apapun. Sesuatu mengganggu pikirannya sejak awal ia membuka mata di pagi hari, ah, ralat, semenjak gadis ini menutup matanya.

Wajahnya diusap kasar, lalu membenamkan kepalanya di lekukan tangan. Rasanya begitu lelah, namun ia tak ingin menyerah. Dia adalah Profesor Hyo, salah satu profesor yang hebat akan kemampuannya. Begitulah kata publik.

Sayangnya, dia masih belum bisa membangunkan kekasih hatinya yang telah tertidur bertahun-tahun lamanya.

Sedikit penjelasan, sebuah virus mewabah semenjak 60 tahun yang lalu, menyerang tepat di mana ingatan terekam, dan membuat inangnya koma atau bahkan yang sangat buruk, kematian.

Memory Virus, atau lebih simpelnya disebut Memvi.

Sungguh ajaib karena kekasihnya dapat bertahan hidup sepuluh tahun lamanya dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya. Namun, semua ada batasannya.

"Kau yakin akan membiarkannya tersiksa seperti ini? Ayolah, Hyo, ini sudah sepuluh tahun lamanya. Aku tau kau sedih jika kehilangannya, namun percayalah, ini membuatnya begitu tersiksa, dan..., meskipun dia kembali sadar, apakah dia masih mengingatmu? Biarkanlah dia beristirahat dengan tenang, Hyo."

Ucapan dari salah satu temannya terus terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya tak bisa tidur selama dua hari ini. Perkataan itu benar, dia begitu egois hingga tak memikirkan jika kekasih hatinya itu tersiksa, namun, tetap saja, dia tak ingin sang pujaan hati pergi untuk selamanya.

"Rea." Napasnya mendadak tercekat, air matanya jatuh begitu saja, membuatnya sulit untuk melanjutkan perkataannya. "Aku..., minta maaf. Aku begitu egois hingga tak memikirkanmu. Maaf, sungguh, maafkan aku. Orang-orang bilang jika aku profesor hebat. Hebat apanya...? aku saja masih belum bisa membuat matamu terbuka."

Hyo tertawa sejenak, lalu mengakhirinya dengan senyuman kecut. "Apa yang temanku bilang benar. Aku harus menurunkan egoku, dan..., merelakanmu, Rae."

Bibirnya mengecup lembut punggung tangan yang terasa hangat, matanya terpejam, air matanya luruh mengenai tangan pucat itu.

"Rae..., apakah kau mengingat bagaimana kita bertemu dulu? Atau segala kenangan yang pernah kita lalui bersama?" Hyo tersenyum lembut, lalu kembali mengecup tangan kekasihnya. "Jika tidak, bolehkah aku menceritakannya kembali? Tentangmu, si gadis bertopeng, dan aku, seorang anak laki-laki cengeng."

Lalu, dia menghembuskan napas,

"Meskipun, kau mungkin tak dapat mengingatnya lagi."


"**"

-To Be Continue-

"**"

- HYO -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- HYO -

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang