Nanadnya, Abang! (2)

666 76 40
                                    

Cuaca hari ini sih tidak begitu panas. Matahari bahkan sesekali bersembunyi di balik awan seakan ingin membuat suasana pernikahan yang sakral ini menjadi semakin sakral dengan suasana yang begitu teduh dan hangat.

Tapi saat ini, Nadine justru merasa kepanasan. Gerah!

Semua gara-gara seorang pria yang maksa banget dipanggil Abang.

Abang Nathan.

Ya.. ya.. ya.. terserah, deh.

Yang bikin gerah adalah pria itu terus mengikuti langkah kakinya ke manapun ia melangkah sejak Mas Kafka memperkenalkan mereka berdua beberapa saat yang lalu.

"Nadine, sini."

Ditengah kesibukannya memastikan semua hidangan tersaji di atas meja, suara lembut Mas Kafka yang memanggil namanya lah yang membuat Nadine langsung meninggalkan semua pekerjaannya dan segera berjalan mendekat tanpa rasa curiga.

"Ya, Mas ..."

"Ada yang maksa mau kenalan nih, Nad," ucap Mas Danu langsung padanya tanpa basa basi.

"Siapa, Mas? Yakin mau kenal sama Nadine?"

"Yakin banget katanya, Nad." Ucap Beben menimpali.

"Nadine lagi sibuk, nggak? Kenalan dulu bentar sama temennya Mas Kafka nggak apa-apa, ya?" tanya Mas Kafka lagi dengan lembut tanpa memedulikan Mas Danu dan Beben yang terlihat kasak kusuk sendiri dari tadi.

"Temennya Kafka yang juga temennya Mas Danu, Nad," sambung Mas Danu cepat.

"Kakak tingkat Mba Tasya, Nad waktu kuliah." Kali ini Mba Tasya ikutan menimpali.

Nah, loh. Kenapa seperti ada bau-bau perjodohan terselubung ini? Nadine membatin.

"Maap, nih, Mba Tasya. Kira-kira berapa tingkat, ya, jauhnya di atas Mba Tasya?" Kali ini Beben yang bertanya polos dan sukses membuatnya mendapatkan pelototan kesal dari pria tinggi di sebelahnya.

"Apasih, Bang? Kan gue cuma nanya," ujar Beben lagi. 

Dan Mba Tasya malah tertawa mendengar pertanyaan Beben yang lebih mirip olokan itu. "Jauh banget pokoknya, Ben."

Oke, baiklah! Jauh banget, ya. Pertanyaannya adalah, sejauh apa? Lagi-lagi Nadine membatin.

"Emangnya Bang Nathan umurnya berapa, sih, Mas?" bisik Lalang pelan di telinga suaminya dan terdengar begitu jelas di telinga Nadine yang berdiri tepat di sebelah sahabatnya itu.

Tapi belum sempat Mas Kafka menjawab, sebuah suara terdengar dan tiba-tiba saja di depannya telah berdiri sesosok pria tinggi dan tampan dengan tangan yang terulur ke hadapannya. Sosok pria yang tadi pagi ia tabrak dan nyaris membuatnya jatuh tersungkur kalau saja tidak ditahan oleh pria tersebut.

"Nathan ..."

Nadine sedikit terkejut tapi kemudian tersenyum sekilas sambil turut mengulurkan tangannya.

"Nadine ..." dengan santai Nadine menjabat telapak tangan pria tersebut. Telapak tangan yang lebar hingga seluruh tangannya tenggelam dalam cengkeraman tangan pria itu.

"Nadine pengen tau umur Abang juga, nggak?

"Hee ...?" Nadine yang mendapatkan pertanyaan yang begitu tiba-tiba malah jadi serba salah sendiri.

"Sebelom difitnah lagi sama nih orang dua," tunjuk pria -yang akhirnya Nadine ketahui bernama Nathan- pada Danu dan Beben.

"Nggak perlu, Bang." Nadine langsung menggeleng. Lagian buat apa juga ia nanya-nanya umur orang? Nggak penting juga buatnya. Lagipula kalau dilihat dari raut wajah dan penampilan pria di depannya ini, sepertinya hanya beda beberapa tahun saja dari Mas Kafka dan Mas Danu.

Sekelumit Kisah di Suatu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang