Cerpen oleh Ihya Faw.
Ilustrasi oleh Dama."Selamat ulang tahun! Kalau kata orang-orang barat HBD! Kalau kata orang timur Barakallahu fi umriki! Kalau kata..." Sekitar pukul 01.00, sepagi ini Warga Jelita sudah dikagetkan dengan ponselnya yang terus berdering karena pesan yang masuk secara berangsur-angsur. Dan salah satunya adalah pesan tadi yang sekilas terlihat di bar notifikasi ponselnya, terlihat dengan jelas pengirimnya adalah kontak dengan nama Si Kurus.
"Yaelah nih bocah ribet bat dah, anjay, pagi-pagi butek udah nge-chat," ujar Warga Jelita, di dalam benaknya. Ya tentu saja kata-kata itu hanya terpintas di benaknya, itu pun hanya sebentar, mungkin sekitar 100.000 kecepatan cahaya. Karena tak akan mungkin keluar kata-kata seperti itu dari lisan yang sama jelitanya dengan wajah dan namanya itu. Suaranya terlalu merdu untuk melafalkan kalimat biadab semacam itu.
"...kalau kata orang Jaktim, met milad pren sejatikoeh..." kali ini dibuka olehnya pesan dari Si Kurus itu, sekitar total 72.000 pesan yang dikirim oleh Si Kurus ini, terbilang sangat banyak, apalagi mengingat bahwa perigatan hari jadi Warga Jelita sendiri baru tiba tiga hari kedepan. "Kurus, kurus, masih lama padahal ulang tahunku, dia malah ngucapin duluan, mana banyak banget lagi, udah mah banyak, chat doang, coba uang, mayan bisa buat beli kuota, 15GB," ujar Warga Jelita sambil meletakan ponselnya dan meranjak ke dapur, untuk membuat segelas es teh dan mengambil beberapa cemilan, sepertinya dia sedang bersiap untuk membaca seluruh pesan dari Si Kurus ini.
Dengan rupa yang masih basah bekas air wudhu yang digunakannya untuk bertahajud, dengan lihai Warga Jelita meracik es teh, ditakarnya baik-baik teh, es, air, dan madu. Lalu dia beranjak menuju peti makanan untuk beberapa cemilan. Untuk sementara matanya terpaku, kepada satu toples yang ada di kotak itu, terlihat beberapa permen, ber-merk kizz di dalamnya, yang di bungkus belakangnya bertuliskan "Kapan-kapan ngobrol kuy!" "Kapan-kapan ketemu kuy!" sudah jelas, darimana dia dapatkan permen-permen yang ditulis dengan font ceker ayam itu: Si Kurus. "Hah... Permen-permen ini sudah berusia dua tahun," katanya sambil terus mengaduk es teh manisnya itu. Kini dia kembali beranjak ke kamarnya sambil membawa segelas es teh manis dingin banget anjay dan beberapa cemilan.
Kembali ditinggalkannya permen-permen itu, diacuhkannya, dan hanya disimpan olehnya, seperti dua tahun lalu, karena mungkin, dia takut jika ia memakannya maka ia akan kejang-kejang matanya membelalak dan keluar busa cucian dari mulutnya.
Kini Warga Jelita sudah berada di atas dipannya. Kembali diraup ponsel pintarnya itu, dan dengan saksama dibacanya satu persatu pesan dari kontak Si kurus ini.
"Kletak kletuk!" gerahamnya beradu dengan bongkahan-bongkahan es batu sisa dari es teh manis dingin banget anjay-nya itu. Warga Jelita terbilang memiliki geraham yang kuat, karena di pagi-pagi buta dengan suhu delapan belas derajat ini dia sudah mengunyah bongkahan-bongkahan es segede gaban. "Aih-aih, panjang banget. Butuh berapa dekade nyeleseinnya nih," keluhnya sambil terus mengunyah bongkahan dingin itu.
"...entah terasa atau tidak olehmu, tiga hari lagi genap tujuh belas tahun kau habiskan tuk menjelajahi dunia ini, dan tiga hari lagi sudah dua tahun juga kau habisi dengan tenang hari-harimu, tanpa ada gangguan dariku..." beberapa kalimat dari Si Kurus ini bisa menarik garis indah dari wajah Warga Jelita ini.