32

3.2K 192 4
                                    

Senyum Aya tak hentinya terlukis di bibirnya sejak dari taman bermain. "AYA PULANG, BUN—"

"Dari mana?"

Seketika ucapan Aya terpotong yang tengah membuka pintu, saat sosok yang amat dikenalnya membuka pintu rumahnya.

Bola mata Aya hampir keluar sangking kagetnya, sampai-sampai ia mengucapkan istigfar berkali-kali.

"Bapak kenapa bisa ke sini?"

"Bukannya menjawab, malah tanya balik," sinis sosok tersebut.

Tak lama kemudian, sang Bunda menghampiri. "Eh, Aya? Udah pulang? Kenapa gak masuk?"

"Nih udah mau masuk, Bund." Aya berjalan menyusuri Bunda dan Anta masuk. Ya, sosok yang membuat jantung Aya copot di depan pintu adalah Anta—lebih tepatnya Bapak Antasena dosen sekaligus tunangan boongannya.

"Sejak siang, Anta nungguin kamu di sini. Katanya kamu bolos kuliah hari ini. Bukan begitu Aya?" tanya Bunda begitu ketiganya duduk di ruang tamu.

Aya melogo mendengar ucapan Bunda yang menyebut Anta tanpa embel-embel, seakan akrab sekali dengan dosennya itu.

"Aya, kalau ditanya itu dijawab atuh? Emang Bunda pernah ngajarin kek gitu?"

Seketika Aya tersadar dan menjawab, "Sebenarnya Aya gak bolos kok, Bun, tapi Aya lagi healing."

"Healing tanpa memberi tahu siapa pun dan menjawab panggilan masuk itu namanya bolos."

Aya langsung melirik sinis Anta yang membuka suara tanpa diminta, "Terus kedatangan Bapak ke rumah Aya dalam rangka apa? Dari mana Bapak tahu rumah Aya? Pasti Bapak stalking Aya ya."

Anta melotot tak terima mendengar tudingan Aya atas dirinya, namun sedetik kemudian ia menetralkan mimic wajahnya dan bersikap sok wibawa. "Kamu lupa ya, saya ini sahabat dekat abang kamu dan tentu saja saya sering datang kemari."

"Terus sekarang? Kata Bunda, Bapak nunggun Aya? Emang ada perlu apa sama Ay?"

"Aya, jangan bicara kamu! Biar kata dia teman dekat abang kamu, tapi antara kamu dan dia itu mahasiswa dan dosen. Ingat itu Aya!" peringat Bunda sedari tadi melihat berdebatan mereka berdua

Seketika Aya menciut, "Iya, Bunda."

Sementara itu, Anta sekuat tenaga menahan tawa menyaksikan Aya menciut. Anta berdeham sebelum membuka suara.

"Saya kemari karena ingin memberikan ini." Anta meletakkan tumpukan kertas yang ia keluarkan dari ranselnya. Tentu saja hal tersebut membuat Aya terancam. Bagaimana tidak? bukankah sudah jelas bahwa itu tugas tambahan yang harus ia selesaikan.

"Apaka itu tugas Aya hari ini, Nak Anta?" tanya Bunda, sepertinya beliau penasaran dengan tumpukan kertas yang kini di hadapan mereka.

"Oh tidak, Tante. Ini hasil kerja mahasiswa saya, dan saya ingin Aya yang memeriksanya."

"Periksa? Bukankah Aya masih mahasiswa ya, Nak?"

"Hmm, sepertinya Tante belum tahu ya kalau Aya ini sebenarnya asisten saya sekaligus—"

"Maaf ya, Bud. Aya gak ngabarin kalau sebenarnya Aya udah jadi asisten Pak Anta." Potong Aya, tak lupa ia melotot ke Anta agar tak melanjutkan perkataannya.

"Oh jadi ini alasannya kamu sibuk akhir-akhir ini?"

Aya Cuma bisa nyengir, sementara Anta hanya tersenyum.

"Bagus deh kalau gitu, setidaknya bisa mengurangi waktu halumu sama si oppa oppa itu."

Raut wajah Aya langsung berubah dratstis tak terima dengan ucapan Bunda. "Bundaaaa isshhhh.."

"Kalau begitu, saya permisi ya, Tan."

"Loh kok mau pulang?"

"Ayanya baru aja pulang."

"Urusan saya dengan Aya sudah selesai Tan, lagi pula saya masih ada urusan."

"Oh gitu, Tante antar sampe depan ya?"

"Eitss, biar Aya aja, Bund," tawar Aya seketika.

"Hmm, ya udah deh."

Aya pun langsung mengantar Anta pulang hingga pintu depan.

"Lain kali, kalo ada urusan ngabarin dulu kek biar gak kaget." Aya begitu mereka sampai depan rumah.

"Lah, bukannya tadi saya sudah telepon puluhan kali. Kamunya aja gak respon." Anta tak terima.

"Ahh, intinya bapak harus bilang awal-awal kalau mau datang dah."

Anta menggeleng saja mendengar ucapan Aya. Percuma menanggapi yang ada makin salah aja di depan dia.

"Oh ya satu lagi. Bapak jangan coba-coba bahas tentang tunangan boongan itu ya. Pokoknya itu rahasia kita bertiga dengan Kak Arya."

"Iya iya, gua juga malas kali ngebahas itu."

"Syukur deh. Ya udah, pulang sana. Kalo bisa semoga sampainya ke rahmatullah ya."

"Astagfirullah, Aya! Kamu ya!"

Terlambat, Aya sudah menutup pintu rumahnya.

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang