Malam kali ini berbeda dari biasanya, hujan terus mengguyur bumi. Tak hanya itu, petir pun ikut berseru dan seakan tengah berlomba untuk menjadi yang paling mengerikan. Angin pun berhembus kencang hingga mampu merubuhkan beberapa pohon yang ada.
Dengan keadaan malam yang mengerikan ini, sepasang suami-istri tengah dilanda panik. Mereka seharusnya sekarang berada di rumah sakit untuk menyambut kelahiran anak mereka. Namun, sayang sekali beberapa jalan di tutup karena rubuhnya pohon. Alhasil, sang suami terpaksa membiarkan istrinya lahir di rumah.
"Masih kuat?" tanya sang suami bernama Jaden. Ia sejak tadi menggenggam tangan istrinya, Helen.
"Iya, tinggal nunggu ketubannya aja" jawabnya seraya mengatur nafasnya yang mulai tak karuan. Seharusnya Helen melahirkan secara caesar, ini karena dokter memberitahu jika Helen tak akan mampu melahirkan secara normal. Keduanya pun setuju, tetapi situasi kini mengharuskan mereka untuk melakukan persalinan secara normal.
Keduanya pun telah berkonsultasi pada dokter yang selama ini menangani kehamilan Helen. Dokter itu mengatakan Helen boleh melahirkan secara normal, tapi hal itu akan memakan waktu yang sangat lama, sebab Helen memiliki pinggul yang kecil dan itu akan menyulitkannya dalam mengeluarkan bayinya.
"Owh!" air ketuban mengalir dari sela kaki Helen. Ia pun berdiri dari birthing ball miliknya lalu melepaskan celana legging miliknya di bantu oleh Jaden.
"Rok mu mau dilepas juga?" tawar Jaden dan Helen menggeleng. Jaden pun membiarkan rok panjang Helen.
Helen kembali duduk pada birthing ball miliknya, ia bergerak sedikit melompat dengan bola bulat itu.
"Nyaman sama posisimu?" Jaden khawatir jika yang dilakukan sang istri akan membahayakan istri dan calon anak mereka.
"Humm, kepalanya mulai turun" ucap Helen, ia memegang perut bagian bawahnya sembari merasakan kepala anaknya yang turun secara perlahan.
"Nnnnnggggghhhh ..." Helen mengejan pelan dan kepala bayinya sudah mulai terlihat. "Sayang, rokmu lepas dulu ya, aku gak bisa lihat" Helen lantas menyingkap roknya. Perlahan ia meminta bantuan pada Jaden agar membantunya untuk duduk di kursi khusus melahirkan yang seharusnya mereka gunakan di rumah sakit.
"Huhh ... Hahh ... " Helen mengatur nafasnya, "Coba tolong cek kepalanya" tanpa menunggu, Jaden langsung menyingkap rok besar milik sang istri dan melihat seberapa dekat kepala anaknya dari luar.
"Mungkin sekitar 10 cm, jari telunjukku masuk seluruhnya" Helen mengangguk, "Eeeeeeuuuunnnggghhhhhh ... Hahh ..."
"Nnnnnggggghhhh ..." Helen memajukan badannya hingga perut besarnya terjepit. "NNNNNNGGGGGHHHHHHHHH ..." ejannya dengan kuat dan puncak kepala bayinya yang mulai timbul secara perlahan.
"Atur nafasmu, jangan paksa tenagamu"
"Sakit banget"
"Kamu pasti bisa!"
"Kontraksi lagi, ugh! Huhh ... Hahh ... Eemmmhhh ... Eeeennggggg ... Hhhhuuunnnggghhhhh ..."
"Terus, Sayang!" keadaan bayi itu tetap sama, puncak kepalanya keluar sedikit dan kembali masuk.
"Hhhhhnnnggghhhh ... NNNNNNGGGGGHHHHHHHHH ..." sekeras apapun Helen mencoba, pada akhirnya kepala bayi itu tetap kembali masuk ke dalam.
"Aku gak kuat" lirihnya, ini sudah 2 jam berlalu sejak ketubannya pecah.
"Istirahat dulu, aku cari berita keadaan di luar" Jaden mengangkat tubuh sang istri menuju kasur, ia pun duduk di samping Helen sembari membuka ponselnya. "Keadaannya masih sama aja"
"Terus ini gimana? Ayo jalan aja, siapkan mobil, cari jalan lain yang bisa dilewati. Aku udah gak kuat banget" Jaden sangat tahu jika Helen sudah kehabisan tenaga. Hal itu dapat dilihat dari wajah Helen yang sudah pucat dan kaki serta tangannya terasa dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Day Out
General Fiction𝑹𝒆𝒂𝒅 𝒊𝒕 𝒐𝒓 𝑳𝒆𝒂𝒗𝒆 𝒊𝒕; cerita ini merupakan kumpulan oneshot yang mengandung adegan birth scene, jadi mohon bijaklah memilih bacaan Anda. ⚠ 𝐁𝐄 𝐀 𝐖𝐈𝐒𝐄 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑 ⚠ Note: update tidak menentu