[27]

28.2K 3.5K 240
                                    

"JENDRA!!" suara Salgara mendominasi untuk sesaat.


Tamparan keras dari Jendra membuat yang tertampar tertoleh ke samping.

"A-Aslan tidak membiarkan Papa melukai Aan lagi!"

"Abang! Lu baik baik aja? Hadap sini, pipinya sakit? Berdarah?" tanya Aan begitu khawatir.

Yeah, berkat Aslan yang langsung pasang badan, pipinya jadi kena tampar Jendra. Otomatis ngebuat orang orang di sekitarnya kaget.

Aslan menunduk menatap adiknya yang nampak begitu khawatir, senyuman Aslan membalas seluruh pertanyaan Aan. Membuat sang adik hanya diam sembari menahan tangis.

Aslan mengecup singkat pipi kanan Aan, "it's okay. Cuma tamparan kecil. Nggak sakit kok" ucap Aslan lembut.

"Suaranya keras banget" lirih Aan tak percaya. Aslan menangkup 2 pipi Aan, dan tersenyum.

"Abang bilang nggak sakit, ya nggak sakit. Ngerti?" Aan mengangguk sebagai balasan. Aslan mengecup pipi kiri Aan, dan menyuruh Alan membawa Aan ke kamarnya, kamar Aslan.

Setelah Aan dibawa Alan, senyum Aslan langsung luntur, berganti raut datar.

"hiks.... Sakit.... HUAAA tangan Cello sakit!!!" tangis Cello. Jendra berdecak, menurunkan emosi, ia menggendong Cello dan melangkah pergi dari ruang tamu.

"Niel, susul Alan dan Aan" perintah Salgara.

"Paman urus Mahen dan Maven. Aku akan sedikit memberi ceramah pada adikku" ucap Salgara pada Harvil dan segera berlari menyusul Jendra.

Aslan menatap Amelia sekilas, dan pergi begitu saja diikuti Valan. Keduanya ikut menyusul Aan dan Alan.

Di kamar Aslan hanya ada Alan dan Aan. Niel diminta untuk berjaga di depan kamar itu.

Hitam, adalah warna kamar Aslan, sesuai dengan kepribadian Aslan yang tampak suram, kamar ini pun sama suramnya. Membuat Aan terus menempel pada Alan karna takut.

Alan menyalakan lampu, dan menarik Aan agar duduk di pangkuannya.

"Jangan bikin keributan kayak tadi, Dek" ucap Alan sembari memeluk Aan dari belakang.

"Aan cuma minta hak Aan balik. Cello aja yang terlalu lebay, dikit dikit nangis!" balas Aan.

"Kamu salah lho. Bang Aslan sampai kena tampar tadi! Kalau aja kamu nggak kayak—"

Aan turun dari pangkuan Alan dengan kasar, ia memandang kesal pada Alan.

"Lu kalau mau dukung Cello, sana, anjing!! Gue bukan manusia yang punya banyak stok kesabaran!! Sorry aja kalau gue begini! Sorry kalau gue emosi tadi!! TAPI JANGAN MOJOKIN GUE GINI, BANGSAT!!"

"ANDREAN!!" bentak Alan.

"Lu bentak gue? Monggo! Tapi bukan berarti gue bakal takut sama lu!!!!" ucap Aan emosi.

"Abang bentak kamu karna kamu salah!! Kamu bikin Bang Aslan luka!! Lagian kenapa juga Bang Aslan peduli sama kamu!!" balas Alan. Aan terbungkam.

Aan diam, ia benar benar terdiam. Bibirnya terbuka hendak menjawab, tapi berakhir tertutup kembali karna tak bisa menjawab.

"Lihat? Abang benar 'kan? Untuk apa Bang Aslan melindungi manusia sampah kayak kamu?!!" ucap Alan, ia berlalu pergi meninggalkan Aan yang masih diam.

"Ahahaha..... Bener juga, kenapa Bang Aslan peduli sama gue?" tawanya sendu.

Ia memilih keluar dari kamar itu, dan mengajak Niel menuju kamarnya.

Di kamar galaksi milik Al, Aan hanya meringkuk di kasur dan mengabaikan Niel yang duduk di sofa kamarnya.

Happiness For AndreanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang