#4 Serba-serbi.

5 0 0
                                    

"Ini pengalaman pertamaku bekerja di ranah sekolah, jadi aku masih butuh banyak bimbingan."

"Iya, iya. Aku paham, kok. Lagian kau sudah mengatakan hal itu lebih dari sepuluh kali padaku."

Hari ini, Reza bermaksud menyambung penjelasannya tempo hari padaku. Setelah di hari sebelumnya, aku disuguhkan dengan lampiran-lampiran elektronik berisi eksplanasi yang ... hanya 25 persen terbaca olehku akibat diburu waktu, hari ini semua yang perlu kuketahui pun akan dibahas.

Dan yah, tak hanya lampiran sebenarnya. Ia juga sempat menjelaskan sedikit serba-serbi penugasan ini via panggilan suara saat aku masih berada di Singapura di waktu lalu.

Namun tentu, semua itu tidak akan cukup.







>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
>>>>>>S e r b a - s e r b i. >>>>>
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>










Beberapa menit berlalu. Kini, aku dan Mbak Lidya telah selesai menghabiskan sarapan kami. Reza pun kembali menghampiri kami dari ruangannya. Membuat suasana ruangan kian rapih dan dipenuhi keseriusan antar kami bertiga.

"Bagaimana menurutmu, Gamall? Soal targetmu yang satu ini?" Reza coba bertanya.

"Kau mengatakan bahwa target alias resipienku ini mengalami masalah dengan teman di sekolahnya. Dia mengalami perundungan yang sudah tergolong cukup lama, tepatnya sejak ia kelas 1 SMA."

"Dan kau juga mengatakan, bahwa anak ini sempat difitnah?" tuturku berkesinambungan.

"Setidaknya begitulah yang klien kita utarakan." Reza mengiyakan.

Ternyata begitu.

Dari posisi resipienku yang memang sedang difitnah, aku bisa langsung menangkap satu hal: bahwa tugasku nantinya tidak hanya akan terpaku pada pendekatan terhadap satu pihak saja. Melainkan penugasan ini memang mengharuskanku untuk bermuka dua.

Tapi tenang, aku sendiri sudah terlatih dalam hal bersikap seperti itu. Mampu menjadi pedang bermata dua sebenarnya merupakan ketentuan utama dari seorang Agen Pemulih Mental.

"Lidya, bisa tolong kasih tunjuk Gamall soal wajah resipiennya?"

"Ah, iya. Sebentar!"

Mbak Lidya lekas melakukan suruhan Reza tersebut. Dan tak butuh waktu lama, monitor komputer kini telah menampilkan foto seseorang yang sempat membuatku pangling sejenak.

"Ini dia!"

"Yurishima Okari. Kelahiran 22 Juli 1994. Merupakan sosok gadis berumur 17 tahun yang menetap dan besar di Tokyo bersama kedua orang tuanya. Diterima di SMA Sokoku, akibat beasiswa yang ia terima atas prestasi di bidang sastra."

"Tinggi badan 168cm, berat badan 50 kilogram. Wajah bulat, mata sedikit cekung, gaya rambut favorit: pony-tail, kulit krem cerah."

"Entah karena masalah yang hingga kini senantiasa ia hadapi, atau memang bawaan batinnya, perawakan Yurishima Okari biasanya cenderung lesu. Namun begitu, ia cukup baik dalam bidang akademis, terutama tentu saja sastra."

Ternyata begitu...

"Dari sekian karakteristik yang Mbak sebutkan tadi, ia tampaknya merupakan anak yang tertutup, ya." Aku berkonklusi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malaikat Pelipur lara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang