Mula

56 12 0
                                    

Segala ada mula ada intiha. Sebagaimana kita dan apa yang sedang kamu baca. Baiklah, silakan baca dengan perlahan, rasakan, juga tenangkan seluruh gejolak kekesalan.

Aku mau kamu nyaman. Kita nyaman dan senantiasa demikian. Walaupun bagiku kata 'senantiasa' hanyalah bualan karena semua pasti mengalami perubahan.

oOo

Hai, ini aku. Panggil aku sesukamu karena aku tak suka memaksa apalagi dipaksa. Namun, jika aku meminta dipanggil tanpa rasa bukannya tak mengapa?

Aku ada bermula dari luka. Luka yang mungkin tak seberapa. Namun, aku sadar bahwa asa dan bahagia masih ada. Masih bisa aku raba.

Ya, aku sadar sepenuhnya sadar. Luka itu ada tidak tanpa alasan. Ketika logika sudah mencampuri urusan rasa maka di situlah permulaan luka.

Tidak ada salahnya mengikutsertakan logika dalam rasa. Justru memang menurutku seharusnya demikian. Atau bisa juga aku keliru? Tentu.

Terlalu banyak perseteruan batin dan pikiran yang telah aku tamatkan. Mereguknya bagaikan mengunyah dan menelan silet dengan keinginan bukan paksaan. Sudah kubilang, kalau aku sama sekali tidak suka yang namanya pemaksaan itu, 'kan? Walau tetap ada pengecualian. Aku akan sangat merasa bersyukur jika dipaksa melakukan kebaikan.


Teras Rumah, lima belas bulan lima tahun dua ribu dua puluh dua.

Logika RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang