Humanity : -Unity(?)-

81 2 0
                                    

Maaf kan saya ya semua, kalau ada typo dan kesalahan huruf kapital dll. Karena saya nulis ini langsung di hp, berhub laptop saya lg error maaf ya.

----------------------------------------------
"Arima, Arima!", Suara itu memanggilku dalam gulungan memori masa lalu. Daunan hijau, pepohonan rindang, padang rumput di penuhi bunga musim semi.

Seorang anak dengan riang berlari mengejar kupu-kupu berwarna kuning cerah, di sampingnya ikut berlari seorang gadis seumurannya. Canda tawa polos mereka dapat membuat siapa saja tersenyum.

Namun seketika semua itu hilang sekelebat mata. Teriakan dan jeritan menggaung di langit yang memerah, bunyi hantaman bom yang menyentuh permukaan tanah bersahut-sahutan, kebakaran, pembantaian

3 hari setelahnya penculikan anak-anak dan remaja untuk di jadikan eksperimen pilot humanoid, mereka di kurung di kubus-kubus kaca yang dingin, tanpa makanan dan asupan yang cukup. Aku salah satunya.

Kejadian menyeramkan itu terus berputar di kepalaku selama aku masih hidup dan takkan pernah hilang.

Ayahku di tahan oleh pasukan Dasamuka, semua ilmuan penjuru negri dan rekan kejanya juga. Para manusia bahan eksperimen di kurung dalam kapsul-kapsul raksasa dengan kaca bening di depannya. setiap hari, satu per satu dari mereka mulai menghilang. Mati.

Kerusakan pada jaringan otak serius yang di sebabkan radiasi, dan peradangan pada sel-sel tubuh mereka membuatnya tak stabil dan menjadi mutan, lalu mati. Eksperimen yang di lakukan secara tak manusiawi. mereka sadis, pikirku yang saat itu hanya menatap kosong menunggu giliran kematianku tiba.

"Arima! Arima! Oi Arima!!!", Aku bangkit dari tidurku dengan badan yang di banjiri keringat dingin, nafasku yang tak teratur membuatnya makin khawatir.

Kuamati setiap inci ruanganku memastikan 'mereka' tak ada di sini. Ruang yang di cat putih polos dan beberapa seragam khusus yang menggantung di dinding, Kasur bertingkat dan kepala yang menggantung dari atas-kepala?!

"Mimpi lagi?", Tanyanya turun dari kasur atas dan melirik sedikit padaku, ia menghela nafas ringan.

"Kita dapat panggilan dari Lab. cepet berbenah!", Perintahnya tanpa menghitaukan wajahku yang masih pucat karena penapakan kepalanya tadi.

Ia mendorong kursi roda di sebelahnya ke arahku dan kembali mengancingi seragamnya yang bertuliskan ATA- Aliance Traitor Android-bahkan aku berpikir mengapa mereka menamai kelompok kita dengan nama yang begitu klise. Dan tulisan 'Technicians' sebagai statusnya Di bawah tulisan ATA.

"Untuk apa?", Ujarku meraih kursi roda tersebut dan memosisikan dudukku. Ia menaikan bahunya dan menggeleng. aku meraih seragamku dan memakainya dengan malas. tanpa tujuan pasti untuk apa buru-buru, pikirku.

Sinar matahari masuk menembus kaca asrama kami, Alfa Main Dormitory. berisi 38 orang dan satu kamar mandi di seriap kamar yang di huni 2 orang.
Asrama yang khusus di bentuk pemerintah setempat yang bekerja secara sembunyi-sembunyi untuk tinggal dan bersembunyi Royal Traitors atau kelompok gerilya yang bergabung dengan kami.

Berletak di tempat terpencil sekitar 1km dari markas rahasia kami. jauh dari jangkauan para pasukan Android Dasamuka, lagi pula ahli komputer kami telah memalsukan status bangunan ini menjadi tempat pengolahan pupuk kompos yang-jujur, ku katakan itu takkan masuk akal.

"Oke, aku selesai, ayo bangunin yang lain!", seruku mendorong ke depan kursi rodaku, kursi roda yang memang di desain oleh Prof. Hakasami untuk bergerak lincah dan tak bergantung pada orang lain.

Aku mengikatkan dasi dengan 2 garis berwarna emas menyerong di ujungnya. Ia membuka pintu dan menunjuk ibu jarinya ke arah luar. "cuman tinggal kita di sini, telat nih, buruan!", Ia mengerutkan dahinya, mengetuk jam yang melingkar di lengannya. aku mengangguk mengikuti ya dari belakang.

"Hey, sudah sejauh mana project Humanoid Prof. Hakasa?", ujarku menyusulnya dan mencondongkan badanku sedikit ke depan. Pantulan cahaya matahari yang menyilaukan membuat mataku sedikit menyipit.

"Oi! Kau dengar aku? Hino?", ia hanya melirik sedikit-apa maksudmu?. Hino Orishi, teman sekamarku, walau usia kita berbeda jauh aku lebih suka memanggil om-om satu ini dengan namanya ketimbang memanggil kak Hino atau senior Hino. Tubuhnya yang tinggi besar membuatnya terlihat agak menyeramkan. Tapi jika sudah mengenalnya dengan baik, ia tak sesuram yang kau pikir kok.

Aku menatap jalan-jalan rusak yang kami lewati. sesekali batu yang ku lindas membuat kursi rodaku sedikit berguncang.

"Yo! Menurutmu, apa kita bisa bertahan lebih lama ya-maksudku kita sebagai umat manusia", ia menyilangkan lengannya di tengkuk lehernya sambil menatap langit yang kini berubah abu-abu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Scientific failTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang