ꈍꈍꈍꈍꈍꈍ
Setelah memulangkan Ibu Jake ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa rumah dan menitipkannya ke Ibunya, Jay dengan tergesa menghubungi ayahnya. Keduanya langsung menuju rumah Jake setelah Jay berhasil menghentikan rapat perusahaan yang sedang dipimpin Tuan Yoon, ayahnya. Mobil itu menembus derasnya hujan di kota ini.
"Jay hubungi polisi sudah?"
"Um, sudah di depan pintu rumah, menunggu kita sesuai perintah Dad."
"Terus hubungi Jake. Daddy khawatir terjadi sesuatu."
Jay mengangguk namun ia menghela napas berat. "Sudah pasti terjadi sesuatu, Dad. Beruntung kau segera mengangkat panggilanku."
"Jake anak kuat kan?" bisik Yoongi perlahan.
"Jake selalu jadi bayi kalau sudah denganku."
"Kita sampai, jangan tunjukan wajah murungmu, Jake akan sangat kesal. Oke?"
Jay melepas sabuk pengamannya dan bersiap untuk berlari. Saat mobil berhenti, ia langsung turun tah menghiraukan derasnya hujan. Ia sedikit membungkuk menyapa para polisi yang sudah bersiap masuk, lalu dengan tergesa-gesa ia menerobos pintu dan menemukan Jake terduduk dengan memejamkan erat matanya dan tangan bergetar menahan kaki pria dihadapannya yang membawa—
"SIALAN JANGAN LUKAI JAKE!!!" teriak Jay langsung ketika sadar ada pisau yang sudah sangat siap menikam Jake. Pria itu terkejut dan menoleh.
"Bocah sialan! Mau apa kai kemari?!"
"Letakan senjata anda, angkat tangan!" Polisi datang menodongkan senjata. Namun pria itu malah menyunggingkan senyum, lalu menjatuhkan pisaunya sembarangan. Beruntung Jay segera merengkuh tubuh Jake menjauh. Dentingan logam tajam di lantai terdengar begitu mengerikan, bersamaan dengan suara lebatnya hujan dari luar rumah. Jay menutup telinga Jake dengan kedua tangannya, menyalurkan hangat, dan berusaha menenangkan keramaian di kepala saudaranya. Jake bergetar hebat, matanya terpejam erat dengan bibir yang meracau. Tanpa disadari, air mata Jay turun bebas di pipinya.
"All good, Jake. I'm here. All good.. Exhale, inhale. Follow me, um? Bernapaslah." Bisik Jay tepat di telinga Jake, berharap hanya suaranya yang bisa Jake dengar.
Polisi segera menangkap pria gila itu, Yoongi mendekat dan hanya menggeleng sambil berdecak, menatap adik ipar keparat yang sialnya dicintai adiknya setengah mati. Tangannya terkepal erat, sangat ingin menghabisi manusia itu dihadapannya saat ini juga. Tapi hal itu hanya akan mengotori tangan indah miliknya. "Sampai bertemu di persidangan," bisiknya sebagai sambutan sekaligus salam perpisahan.
Disisi lainnya, Jay sibuk merengkuh tubuh Jake yang masih bergetar. Serangan paniknya pasti datang. Jay memeluk dan menepuk pelan punggung Jake yang masih terus meringkuk.
"Jake, aku disini. Ini Jay.. Sudah aman, semua sudah aman.."
"J-jay?" lirih Jake.
"Um, ini Jay. Terima kasih, sudah tidak terluka."
"J-jay.." Jake dengan susah payah mencoba menghirup udara dengan tangannya meremas baju saudaranya.
"Jake tanganmu?!"
"Jay? Bantu Jake bernapas!" Yoongi yang mendengar anaknya membentak karena luka tangan mendekat dan mendapati keponakannya sudah kesulitan meraup oksigen.
"Dad tangan Jake.."
Melihat darah dimana-mana membuatnya terbelalak.
"Jay, angkat Jake."
Jay hanya memikirkan Jake, satu-satunya sahabat, saudara, adik, dan bayinya.
ꈍꈍꈍꈍꈍꈍ
Hujan masih lebat di luar gedung rumah sakit. Ricuh suasana UGD tadi masih terbayang. Langit yang muram membuat beberapa kecelakaan terjadi, sehingga unit sibuk ini penuh, hampir menghilangkan kontrol emosi Jay yang khawatir akan saudaranya. Sekarang sudah aman dan lebih tenang. Jake sudah dirawat. Tidak ada luka serius, hanya serangan paniknya tadi membuatnya shock dan hilang kesadaran.
"Uncle, are you sure? Jake betulan baik? Luka di telapaknya itu? Yang di lutut? Betulan tidak masalah? Ada luka lain tidak?"
Jay menyerobot pertanyaan yang dari tadi terjebak di otaknya.
Jin, pamannya mengangguk den tersenyum. "Gapapa, Jake hanya shock. Mana papamu?"
"Daddy lagi urus administrasi. Ada apa? Kenapa harus Dad? Jake kenapa, aku perlu tahu juga kenapa hanya mau disampaikan ke Daddy?"
"Jay? Kenapa kasar sama Uncle Jin?"
"Dad?" Jay sedikit kaget melihat ayahnya datang dari punggung Pamannya.
"Sorry, I'm just too worry. Uncle, I'm sorry.."
"That's fine, gapapa sayang. Uncle mau bicarakan tentang ayah Jake. Kamu temani Jake saja sana, sambil menunggu kamar disiapkan. Nanti Jake bingung kalau bangun, tapi tidak ada kamu." Jin menepuk lembut punggung Jay. Remaja itu mengangguk. Kantung matanya yang membesar menunjukan ia baru saja menyelesaikan tangisannya. Tentu saja ia menangis. Teriakan frustasinya memenuhi
"Hukum seberat mungkin. Jangan sampai pria itu menyentuh Jake lagi." Jay mengucapkan dengan penuh amarah lalu pergi menuju bilik tempat Jake berbaring.
"Anakmu sudah besar, Yoon." ucap Jin pada adiknya setelah punggung Jay menghilang memasuki bilik.
"Aku sering lupa kalau dia sudah besar, hyung. Bahkan tadi ia menyebut Jake adalah bayinya. Bagaimana bisa bayiku sudah punya bayi?" sahut Yoongi sambil tertawa kecil.
"Tidak menyangka Jay akan sesayang ini dengan Jake."
"Um, mengingat seberapa kesal dia dulu saat tau neneknya meninggal karena manusia bengis yang sialnya adalah ayah Jake."
"Ipar kita."
"Ya. Sialnya, orang yang sangat dicintai adik kecil kita."
"It's so annoying." Jin menarik rambutnya kebelakang, sebagai tanda ia sangat frustasi.
"Chaeyoung bahkan sekarang hampir mati. Kita benar-benar harus memenjarakannya sekarang. Apapun yang terjadi." Ucap Yoongi geram, tangannya mengepal erat menahan luapan emosinya.
"Bukti untuk kasus kematian Ibu dan Jeonghan sudah terkumpul. Dengan kejadian hari ini, kurasa kita bisa memberikan hukuman yang setimpal untuk manusia itu. Kau tenanglah, ya?" Dengan lembut, Jin membuka kepalan tangan Yoongi, lalu menepuk pundak adiknya.
"Hyung, bisakah putramu mengakhiri siftnya lebih awal hari ini? Kurasa Jay akan pecah, dan kau tahu, hanya Heeseung yang bisa mengatasinya." tanya Yoongi melihat punggung anaknya yang mulai bergetar dari kejauhan, sambil menggenggam tangan Jake.
Jin hanya tersenyum lembut. "Tentu."
ꈍꈍꈍꈍꈍꈍ
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor | Jayke 2J Enhypen Short Story✔️
Fiksi PenggemarAroma setelah hujan selalu membawa ketenangan, katanya. Jake selalu mencoba percaya itu, untuk terus membantunya melewati kerasnya terik kehidupannya. Untuk dapat terus melewati gelapnya hujan yang tak kunjung usai. Bersama Jay, orang yang membawa t...