"Entah mengapa, aku selalu merasa nyaman ketika berada di dekatmu."
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
— HUJAN —
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀"Inikah yang kau sebut 'anak baru'-mu?"
Aku bertanya dengan nada datar. Saat ini, kami sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan. Lebih tepatnya, di dalam sebuah toko hobby.
Sadewa mengangguk antusias. "Tentu saja. Aku sudah mengoleksi banyak di rumah, dan merawat mereka seperti anak sendiri. Lihatlah, action figure Yuta Okkotsu ini sangat menggemaskan! Aku ingin membelinya sejak bulan lalu."
Sadewa menunjuk ke arah salah satu action figure yang dipajang di toko ini. Aku mengerinyit melihat harganya; mainan ini (atau patung kecil(?), entahlah) benar-benar dapat menguras uangmu hingga habis.
Aku menatapnya tak percaya. "Wah, Sadewa. Tak kusangka, ternyata kau adalah seorang otaku."
"Aku memang menyukai anime dan manga sejak lama." Sadewa terkekeh malu. "Apakah tampangku tidak seperti seorang otaku?"
"Sebenarnya, jika kau mengenakan kacamata bundarmu, kau terlihat seperti seorang kutu buku." Aku berkata jujur.
Sadewa mengangguk, menyetujui. "Memang benar. Teman-temanku pun berkata demikian."
Aku menjentikkan jari. "Sekarang, aku bisa menebak apa yang kau lakukan di perpustakaan kampus. Pasti kau membaca manga di sana. Benar, bukan?"
Sadewa mendelik. "Enak saja. Aku masih bisa membagi waktu, tahu. Aku selalu mengerjakan tugas di perpustakaan."
Aku hanya tertawa pelan setelah berhasil mengejeknya, sedikit.
Tanpa berlama-lama, Sadewa segera membeli action figure yang ia dambakan itu. Sekali lagi aku menatapnya dengan tatapan tidak percaya; bagaimana ia bisa memiliki uang sebanyak itu? Action figure itu sangatlah mahal.
Aku curiga, jangan-jangan Sadewa adalah anak dari seorang konglomerat?
Setelah Sadewa selesai membayar, kami pun keluar dari toko itu. Pusat perbelanjaan ini terlihat semakin ramai. Tak heran, hari ini adalah malam minggu—malam di mana semua pasangan pergi menghabiskan waktu bersama.
"Nah, aku sudah membeli anak baruku. Apa ada yang ingin kau beli?" Sadewa bertanya.
"Tidak ada." Aku menggeleng, lalu menyengir sembari menepuk-nepuk perutku. "Aku hanya lapar, hehe."
Sadewa terkekeh. "Baiklah, kalau begitu kita pergi makan malam saja. Kau ingin makan apa? Aku yang traktir."
Aku mengerinyit, berpikir keras. "Hmm, soto ayam? Udara malam ini sedikit dingin, sepertinya cocok untuk makan yang hangat-hangat."
"Kau benar." Sadewa mengangguk menyetujui. "Ayo, kita ke kedai soto ayam favoritku. Tempatnya tidak jauh dari sini."
Kami pun keluar dari area pusat perbelanjaan itu, berjalan menuju parkiran. Sadewa merogoh sakunya, meraih sebuah kunci. Ia menyalakan mesin sepeda motor miliknya, lalu memberikan sebuah helm untukku. Tak lupa, ia pun memasang helm itu di kepalaku dan membantu untuk mengaitkan-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
RomanceHujan. Sang saksi bisu pertemuan pertama kami. Sang saksi bisu perjalanan kisah kami yang indah. Dan juga, sang saksi bisu akhir dari kisah kami yang begitu menyesakkan. Inilah sebuah kisah tentang aku, dia, dan hujan. © 2022, Kireiverse.