312 weeks

7 1 2
                                    

"AAAAARGH!"

Aku berteriak kencang di sebuah taman yang nampak sepi.

Sumpah ya, kenapa belakangan ini banyak masalah menimpaku?

Mulai dari dosbing yang tiba-tiba harus diganti, judul yang ku ajukan selalu ditolak dan terpaksa menurut dengan sarannya, teman-teman yang biasanya nongki dengan ku menjauh tanpa sebab.

Belum lagi aku mendapat pesan teror beruntun. Benar-benar menganggu mentalku.

Malam ini, aku berniat pulang larut. Tak peduli Mama Papa akan marah besar, yang penting stres ku hilang dulu.

Sejak Abang berkuliah, aku bekerja part time sebagai pelayan warung makan secara diam-diam. Hasilnya selain untuk uang saku akan aku donasikan pada yang membutuhkan.

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Anehnya, hanya 1 pesan dari Mama yang itupun 15 menit yang lalu.

Firasatku mengatakan ada yang tidak beres di rumah. Aku melajukan motorku dengan kecepatan sedang.

Jarak rumah dan tempat kerjaku agak jauh, tapi dekat dengan kampus.

Sesampainya di rumah, pagar belum terkunci. Hanya ditutup. Mungkin tau gadis semata wayangnya belum pulang.

Tapi, ada banyak barang di teras rumah. Koper, kresek besar berwarna hitam hingga tas plastik bermerk.

"Ini kenapa sepi? Mana Mama sama Papa?"

Aku masuk ke dalam rumah dan yah, tak ada jawaban meski telah ku panggil para penghuni mansion mewah ini.

Pandanganku fokus kepada makanan di atas meja yang cukup lengkap. Aneh, sudah malam harusnya makanan ini ditutup tudung saji. Dan lagi, kenapa banyak sekali?

Di tengah melamunkan hal di depanku, tiba-tiba sekitarku menjadi gelap.

Drap!

"WOI! SIAPA YANG MATIIN LAMPUNYA!?" teriakku ketakutan.

Bulu kudukku meremang, aku mengusap tengkuk leher dan melihat sekitar. Dan secercah cahaya serta bunyi cekikikan terdengar dari arah belakang.

"Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday to Susan. Happy birthday for you~"

Mama dan Papa menghampiriku. Beliau berdua membawakan kue brownies dan sebuah kado berukuran sedang.

Bulir bening mengucur deras dari pelupuk mataku. Ya ampun, bisa-bisanya aku lupa dengan hari kelahiranku.

"Aduh, cantiknya Papa jangan nangis dong. Tiup lilinnya nih, keburu ditiup angin." Papa berusaha menghiburku dengan menepuk-nepuk pundakku.

Aku mengusap air mata lalu meniup pelan. Setelah acara sungkeman dan doa untuk kekurangan usiaku, Tiba-tiba Papa berceletuk.

"Kangen nggak sama Lukman?"

Senyumku langsung memudar, "Kenapa Papa tanya gitu?"

Mama dan Papa saling menatap dan tersenyum penuh arti.

"Sebenarnya kita punya satu kado lagi, besar banget," kata Mama sambil memberi kode entah pada siapa.

Aku mengernyit penasaran, "Apa sih kadonya sampai pake kode segala?"

"Lihat ke belakang dong, cantik!"

"Abang?"

Sumpah. Ini lagi mimpi kan? Fix, ini aku udah stres mendekati ga waras sih.

"Hehe, maaf ya ngilang. Nih buat kamu," ucap seseorang yang sudah membuatku hampir gila selama 72 bulan ini. Dan ekspresinya benar-benar membuat aku ingin menampol watadosnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IVY ; Lucas WongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang