"Akhirnya putus?" Tanya Airlangga tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari laptopnya.
"Iya, capek gue ama Edgar." Jawab Anggi dengan mulutnya yang penuh makanan.
Airlangga, pria yang akrab di sapa Angga adalah sahabat Anggi sedari SMP kelas delapan. Angga, pria tampan dengan kaca mata serta postur badan di atas rata-rata membuatnya di gilai banyak kaum hawa entah itu dari sekolah atau tempat les. Bahkan hanya sekedar berpapasan di mall atau jalan.
"Jadi, predikat best couple udah ilang? Best couple bisa juga putus dengan alesan ga jelas, ya."
"Ye, semprul! Gue putus ama Edgar denga alesan yang jelas, kok! Kita selalu berantem karna hal yang sama. Kalopun ada yang beda, pasti ada sangkut pautnya ama masalah itu. Edgar juga ga bisa di ajak serius buat nyelesain masalah. Males." Cerocos Anggi panjang, namun sepertinya hanya diperhatikan di beberapa bagian saja oleh pria tampan itu.
"Emang lo udah siap buat di ajak serius?" Tanya Angga dengan tatapan yang entah harus di deskripsikan bagaimana.
"Apa, sih!? Kok lo mengintimidasi gue gini? Pulang sana!" Omel Anggi, keki karena ucapan Angga yang tidak bisa balas.
"Ini juga mau pulang. Makanan lo abis, lagu gue juga udah complete semua. Dah." Ucap Angga sambil melempar bantal yang ia pakai untuk bersandar.
Monyet, umpat Anggi saat bantal yang di lempar Angga sukses melayang di kepalanya.
Angga keluar dari kamar Anggi tanpa berpamitan. Bukan hanya beberapa kali Angga seperti itu, melainkan setiap hari. 'Ya, besok juga ketemu dan main kesini lagi. Ngapain dadah-dadah? Dadah-dadah tuh di terminal.' Jawab Angga saat Anggi tanya kenapa tidak pernah berpamitan padanya.
Meskipun begitu, Angga adalah sahabatnya yang paling setia. Selalu ada di samping Anggi. Walaupun tidak membuat keadaan membaik, setidaknya ada seseorang yang peduli padanya.
Kenapa sih, gue ga... Ah, udahlah. Ga mungkin bisa juga. Ucap Anggi saat terbesit hal yang menurutnya mustahil untuk terjadi.
------------------
Perjuangannya kan maeeeen buat nulis chapter ini. Vomments!!