Assalamualaikum...•
•
•
•Tap tap tap tap....
Jeb jeb jeb jeb...
Tap tap...
Bukan suara langkah yang berjalan santai diatas lantai, melainkan derap larian seseorang. Tengah malam lewat yakni dini hari, Mirza mengejar seseorang yang sudah berbuat sesuatu di pesantren itu.
Kecurigaan Mirza untuk mengikuti orang tersebut semakin besar dengan adanya jeritan orang. Tak bisa ia pungkiri salah satu Santriwati tergeletak mengenaskan dengan beberapa luka tusukan dibagian tubuh.
Jelas dimatanya bahwa orang itu sedang mencoba membunuh santri tersebut, namun Mirza tidak bisa melihat wajah sang pelaku karena adanya penutup yang dikenakan. Saat hendak mendekat kepadanya, Mirza malah mendapat serangan tiba-tiba hingga melukai lengan kirinya dan berakhirlah dengan aksi kejar-kejaran tersebut.
Jdarrr!!
Kaget? Tentu!
Bagaikan bom yang meledak membuat Mirza terkejut. Bangunan dibelakangnya tiba-tiba mengeluarkan suara ledakan yang dapat membuat siapa saja terbangun malam itu. Mirza berhenti mengejar orang itu kemudian berbalik untuk meneliti sumber suara tersebut.
Baru saja dia meninggalkan tempat itu, kini sudah ada api yang menyala. Ia terkejut bukan main, jantungnya berdegup kencang atas apa yang dia saksikan, ditatapnya orang tadi yang kini sudah melarikan diri. Namun, Mirza tidak akan membuatnya lolos begitu saja setelah apa yang sudah orang itu perbuat.
"ASTAGFIRULLAH..."
"YA ALLAH LINDUNGI KAMI!!"
Kyai Hasan, Ustadz Mahmud dan Raihan melangkah cepat ke TKP. Salah satu kamar Santriwati terbakar. Walau apinya tidak terlalu besar, tetap ada kemungkinan si jago merah itu akan menyebar.
Melihat santrinya kepanikan membuat Kyai Hasan pun ikut panik. Raihan yang diikuti beberapa santri laki-laki bergegas menolong Santriwati yang masih berusaha keluar dari tempat tersebut.
Dan sebagian santri lain bolak balik membawa air kemudian menyiram apinya agar sedikit padam. Cukup membuat senua orang yang ada dipesantren itu terbangun, terkejut dan panik, tak terkecuali Sergio.
Sergio memperhatikan satu persatu santri putri disana. Ia mengkhawatirkan seseorang yang tak lain adalah Nafisha. Tapi, dimana gadis itu? Nafisha tidak terlihat dimatanya yang membuat Sergio bertambah panik. Tapi kepanikan itu segera hilang saat ia melihat sosok yang dicarinya tengah berlari dibawah perlindungan seseorang.
Seorang pria menuntun Nafisha untuk berlari lebih cepat agar hidungnya tidak menghirup asap dari kobaran api. Bahkan pria itu juga membantu Nafisha menutup hidungya hingga ketempat yang cukup aman.
Awalnya Nafisha terkejut saat menyadari tubuhnya sangat dekat dengan pria itu, hingga seseorang yang tiba-tiba datang memeluknya membuat Nafisha semakin terkejut.
Ternyata Sergio yang memeluknya. Cukup sadar dengan keadaan, Nafisha lantas melepaskan pelukan tersebut karena tidak ingin adanya sentuhan dari lawan jenisnya, ia juga tidak mau jika ada orang lain yang memergokinya sedang berpelukan.
Telat. Nyatanya memang ada orang yang melihat mereka berpelukan.
"Lo gak papa?" Sembari menanyakan hal itu, Sergio memperhatikan tangan, kaki dan wajah Nafisha.
"Ada yang luka, gak? Ada yang sakit?"
Merasa sedikit risih dengan perlakuan Sergio, gadis itu sedikit menjauhkan tubuhnya. Tatapan pria yang menolongnya tadi tak pernah lepas memandangi kekhawatiran Sergio dan dirinya. Mungkinkah pria itu kaget dan tak percaya dengan penglihatannya?
"Syukur deh, lo gapapa!" ucap Sergio seraya bernapas lega.
"Syukron! " Setelah mengucapkan rasa terimakasih nya kepada pria itu, Nafisha pun segera menghindar dari kedua pria tersebut.
Tatapan menghunus sangat tajam diberikan pada Sergio dari pria itu. Kedua alisnya terangkat seakan meminta jawaban atas apa yang dia lihat tadi. Satu pertanyaan besar dibenaknya.
"Ada hubungan apa, lo sama Nafisha?"
°°°°
°°°°Kejadian dini hari yang membuat segenap penghuni Pondok Pesantren Surga Indah panik ternyata mendatangkan masalah baru. Api yang padam dalam sekejap atas bantuan tim pemadam kebakaran ternyata menampilkan fakta baru.
Ada penemuan mayat, tepat disalah satu kamar yang menjadi korban kebakaran. Salah satu petugas Damkar menemukan seseorang yang tergeletak sangat mengenaskan dilantai depan kamar, hal yang membuat mereka heran adalah mayat itu meninggal bukan korban kebakaran api.
Disitulah membuat Kyai Hasan tampak syok, ini adalah kejadian pertama di pesantren itu. Siapa yang menyebabkan semua ini?
"Kami menemukan liontin disamping tubuh korban. Saya berharap, Pak Kyai mau membantu kami untuk menyelidiki khasus ini." Itu ucapan salah satu polisi yang mengunjungi pesantren.
Bahkan tidak ada satupun pikiran Kyai Hasan, polisi mengunjungi tempatnya. Diambilnya liontin berbentuk setengah lingkaran itu dan memperhatikannya dengan jelas.
"Saya yakin, itu milik salah satu santri anda, Kyai!" sambung Polisi itu.
Kyai Hasan menetralkan napasnya sejenak. Dengan keberadaan Raihan disampingnya, pria tua itu memberikan liontin tersebut kemudian duduk disalah satu kursi kosong.
Kyai Hasan tidak ingin membuat santrinya disidang oleh polisi atas kejadian ini. Ia yakin pasti orang luar yang melakukannya. Entah kenapa pikirannya tertuju pada satu nama, Mirza. Tidak ingin menimbulkan prasangka buruk, Kyai Hasan membuang jauh-jauh pikiran buruk itu. Namun tidak dengan Raihan.
Mirza bisa jadi pelaku dalam kejadian ini. Terhadap apa yang sering di lakukan pria itu, membuat Raihan semakin percaya.
"Besok pagi, kami akan langsung menyelidiki kasus pembunuhan ini. Dan dimohon agar tidak ada yang melewati garis polisi yang kami buat!" ungkap Polisi tersebut kemudian beranjak pergi.
°°°°
°°°°"Tidak ada musibah buruk yang tidak mendatangkan hikmah."
"Kejadian yang menimpa kita hari ini adalah ujian dari Allah agar bisa mendekatkan diri kepada-Nya lebih dekat lagi."
Setelah melaksanakan Salat Subuh berjamaah, Kyai Hasan mengumpulkan seluruh santrinya yang berjumlah sekitar tiga ratus lima puluh orang. Seperti dengan kegiatan sebelumnya, mereka akan mendengarkan kultum subuh dari sang Kyai. Namun, kali ini bukan sekadar memberikan amalan-amalan ceramahnya, tetapi mengintruksikan tentang hak kepemilikan liontin tersebut.
Selain musibah kebakaran itu, berita duka dari salah satu santriwati menambah rasa sedih mereka.
Pukul 08:00
Polisi dan pihak keluarga korban yang merupakan salah santriwati pondok Pesantren Surga Indah sedang berada ditengah-tengah Kyai Hasan dan para santrinya.
"Kyai percaya, kalian semua adalah orang-orang yang jujur! Tindakan dan perbuatan akan dipertanggung jawabkan, kebohongan tidak akan membawa berkah dan kebahagian," jelas Kyai Hasan.
Usai berbasa-basi, Kyai Hasan memperlihatkan liontin tersebut pada semua pasang mata yang ada disana. Kyai Hasan menggantung Liontin tersebut disela jarinya.
"Apakah kalian pernah melihat siapa yang memakai Liontin ini?"
Semua santri dan santriwati yang melihat itu tentu menggelengkan kepalanya, tapi tidak berlaku untuk Sergio, Raden, Radit dan Pico. Keempat teman-teman Mirza saling pandang dengan wajah yang pucat.
"ITU PUNYA GUE!"
Deg!
Semuanya terkejut, bahkan Kyai Hasan sendiri, Raihan, dan teman-temannya. Tiba-tiba Mirza datang dari arah Timur, berjalan menuju ketempat Kyai hasan dan para polisi tersebut.
"Liontin ini milik saya, Pak Polisi!"
•
•
•
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...