Hari Pertama Kita Jadian

4 1 0
                                    

BAB 12

Hari Pertama Kita Jadian

Randi masih dibuat bingung dengan sikap Senja yang secara mendadak menghubunginya. Terlebih lagi melihat Senja dari pantulan kaca spion yang seperti telah menangis. Ia ingin bertanya, namun menunggu waktu yang tepat atau menunggu Senja mengatakannya terlebih dahulu atau bahkan tidak sama sekali, kawatir hal itu akan membuatnya merasa tidak baik-baik saja.

"Ran," panggilnya dengan suara yang bergetar.

"Iya, Ja?"

"Lo gak apa-apa gue hubungi tiba-tiba?"

"Nggak kok, Ja. Santai aja."

Senja merasa lega dengan jawaban Randi. Di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya ia ingin mengatakan alasannya menghubungi secara mendadak. Apalagi keluar malam setelah pertemuan pertama. Terkesan terlalu cepat jika ia langsung percaya dengan orang yang baru dikenalnya.

"Maafin gue yah udah ngerepotin, Lo," ucapnya sambil menyeka air mata.

"Udah Ja gak usah minta maaf, kan gue bilang santai aja. Lo mau menepi dulu gak? Di depan ada pedagang wedang jahe, enak kayaknya. Apalagi, udara malam ini cukup dingin."

Tawar Randi sambil berusaha untuk memikirkan apa yang membuat Senja melupakan sementara masalahnya itu.

"Boleh."

Mereka pun menepi di pinggir jalan. Randi mencoba menghibur Senja dengan berbagai topik pembicaraan yang sekiranya lucu. Ia ingin ketika Senja bersamanya, tak ada beban sedikit pun.

"Ja, aku punya tebak-tebakan. Apa suatu hal yang bisa dirasakan, bisa ketahui namun tidak bisa kita lihat?"

"Emang apa?"

"Yah jawab dulu."

Senja menggelengkan kepala, ia seakan tidak ingin berpikir lagi. Mremikirkan masalahnya saja sudah membuatnya pusing, apalagi memikirkan jawaban dari tebak-tebakan yang konyol itu.

"Isi hati," jawab Randi dengan tersenyum.

Senja mengerutkan dahinya, ia menyangka Randi mencoba untuk menggombalinya.

"Kok bisa?"

"Iyalah, kamu bisa merasakan, kamu bisa memngetahui, tapi aku tidak bisa melihat isi hati kamu."

Ia terdiam sejenak, sepertinya ada hal yang berbeda dari jawabannya. Setelah dipikirkan, ternyata ia baru menyadari bahwa Randi mengatakan aku kamu, panggilan ini sedkit mengejutkannya. Ia merasa bahwa hubungan mereka mungkin sudah cukup dekat.

"Ja kamu gak geli kan dengernya?"

"Aku kamu? Biasanya gue Lo."

"Emang gak boleh Ja? Lo gak ada niatan buat hubungan kita lebih dekat lagi?"

"Bukan gitu maksudnya, cuman aku suka panggilannya."

"Aku juga suka, Ja. Jadi resmi nih?"

"Resmi apa?"

Baru saja Randi ingin mennjawab, wedang jahe yang ia pesan ternyata sudah jadi. Mereka pun menghentikan sejenak pembicaraan itu dan menikmatinya.

"Wedangnya enak yah? Udah merasa angetan belum?" tanya Randi mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya, tadi resmi apa, Ran?"

"Nggak jadi deh, waktunya gak tepat. Nanti aja, gue tunggu Lo membaik dulu."

Randi rupanya menyadari bahwa Senja sedang ada masalah, namun enggan untuk bertanya. Ia mengerti untuk menjaga privasi orang lain. Sikapnya itu semakin membuat Senja merasa bahwa ia beruntung bisa bertemu dengan Randi. Sopan, penuh kharisma dan wibawa juga tak ingin mencampuri urusan orang lain. Menatapnya ternyata bisa membuat hati tenang, Senja merasa nyaman di dekat Randi.

Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang