Apa yang Salah dengan Dirimu?

3 1 1
                                    

BAB 9

Apa yang Salah dengan Dirimu?

Senja geram dengan sikap Farel yang seenaknya, ia seakan tidak peduli jika terlambat masuk. Terlebih lagi, terlambat hanya karena menghubungi seseorang yang Senja pun tidak kenal.

"Lain kali Lo jangan kayak gini lagi, gue khawatir tahu gak?" ucapnya dengan dingin.

"Cie mulai khawatir nih?"

"Bukan gitu, Lo terlambat karena gue, udah deh mending sekarang Lo masuk dan minta maaf ke Bu Joi, gue tadi bilangnya Lo ke toilet."

"Lo boong demi gue, Ja?"

"Please deh Rel, bukan waktunya bercanda."

Mereka pun masuk ke kelas bersama. Sebenarnya, kalau bukan karena Senja, pasti Farel sudah dihukum untuk berdiri sambil mengangkat salah satu kaki dan mencubit kupingnya selama pelajaran berlangsung.

"Bu, maafkan saya karena terlambat. Tadi perut saya mules banget Bu, makannya agak lama di toilet."

"Iya Farel gak apa-apa, lain kali kalau sarapan jangan banyak-banyak yah, maklum mungkin lambungnya kaget karena masih pagi harus mercerna begitu banyak makanan, kasian kan temen kamu harus repot-repot jemput, minta maaf juga tuh ke Senja."

"Maafin yah Ja udah ngerepotin."

"Santai aja Rel."

"Sudah kalian silahkan ke tempat duduk masing-masing."

"Baik, Bu," jawab mereka berdua dengan kompak.

Selama pelajaran berlangsung tak ada yang berani berbicara sepatah kata pun. Hening, senyap, dan tanpa suara. Semua seakan takut jika harus ditegur Bu Joi karena mengobrol. Ekspresi wajah mereka seakan tertekan. Belum lagi mereka harus bersiap jika tiba-tiba Bu Joi bertanya tentang apa yang disampaikannya.

"Ja," satu kali dipanggil dengan suara yang begitu halus, Senja belum saja menoleh. Farel mencoba lagi dengan suara yang sedikit keras.

"Senja, woi," tetap saja Senja tidak menoleh. Padahal jarak bangku mereka cukup dekat, hanya terhalang dua bangku di depan. Ia pun dengan berani melempar pulpen yang dipegangnya, dengan harapan mengenai kepala Senja.

Pluk!

Ternyata, tidak sesuai yang diharapkan, Farel melempar terlampau jauh, dan mengenai bagian belakang kepala Bu Joi.

"Aw!" ia pun menoleh dan menghentikan catatannya di papan bor.

Mati aku!

Gumamnya, saat tahu bidikannya itu tak sesuai sasaran. Namun, kenapa harus Bu Joi? Farel begitu menyesali perbuatannya, satu kali ia lolos, namun kali ini tak ada yang bisa membelanya. Fokus mereka pun teralihkan dengan terjunnya sebuah pulpen yang entah darimana. Tiba-tiba atmosfer kelas berubah menjadi lebih tegang, ditambah dengan rasa penasaran, bertanya-tanya siapa yang berani melempar pulpen itu?

"Siapa yang berani melempar pulpen ini?" tanyanya dengan nada marah.

Semua siswa menoleh satu sama lain, mereka juga tidak mengetahui siapa yang melemparnya? Sementara Farel menutupi wajahnya dengan buku, ia tak mau terlihat sebagai orang yang bersalah atas tragedi ini. Bu Joi yang menyadari akan tingkah laku anehnya, segera menghampiri. Ia sudah geram dengan muridnya yang satu ini. Farel memang sering membuat ulah.

"Ngapain kamu nutupin muka?"

"Saya lagi baca buku, Bu," jawabnya dengan penuh rasa takut.

"Taruh buku itu, ikut saya ke depan."

Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang