Part 1

49 3 0
                                    

"Alula Maheswari. Dengan sangat berat hati, kamu saya pecat."

"Apa, Pak? Kenapa tiba-tiba saya dipecat, Pak? Memangnya saya salah apa?" tanyaku beruntun. Kaget sudah pasti. Gimana nggak kaget coba, tiba-tiba saja aku mendengar pernyataan yang sangat menakutkan bagi para karyawan rendahan sepertiku.

Jantungku sudah deg-degan banget. Harapanku ini semua hanya prank.

Tapi, prank untuk apa? Ini bukan bulan April, jadi sudah jelas bukan April mop. Kalau diingat-ingat, ini juga bukan hari ulang tahunku.

Lalu ini semua apa?

Prank buat apa?

Laki-laki paruh baya yang tengah duduk di hadapanku itu menghela napasnya berat. Dia tak kunjung juga menjawab pertanyaan dariku. Hanya menatapku penuh iba.

Sebenarnya aku benci ditatap seperti ini, seolah-olah aku adalah orang yang perlu dikasihani, padahal kan aku hanya butuh jawaban.

"Pak, ini pasti cuma prank, kan?" Aku memastikan. "Aduuh ... ternyata Bapak bisa bercanda juga ya. Hahaha ...."

Bibirku masih bisa tertawa juga ternyata, padahal orang di depanku ini masih memasang wajah seperti tadi.

Lagi-lagi atasanku yang bernama pak Bambang itu menghela napasnya. Lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi goyang nan empuk yang tengah ia duduki, sembari menatapku yang masih sedikit tertawa.

"Alula, ini bukan sebuah lelucon, apalagi prank seperti yang kamu bilang tadi," ucap pak Bambang.

Perasaanku yang tadinya sudah mulai sedikit tenang, tiba-tiba kembali merasa terancam.

"Maksud Bapak, saya beneran dipecat, Pak?" tanyaku hati-hati.

Pak Bambang mengangguk, kemudian menyodorkan sebuah amplop berwarna kecoklatan. Kalau aku tebak sih, itu pasti uang pesangon.

Berapa ya, pesangonku?

Sepuluh juta?

Duapuluh juta?

Atau bahkan seratus juta?

Ih, apaan sih, posisi lagi terancam begini malah sempat-sempatnya mikirin duit. Dasar Aku!

"Apa ini, Pak?" tanyaku setelah amplop berwarna kecoklatan itu kuterima. Meski berharap isinya duit, tapi tetap saja aku harus pura-pura nggak tahu dong.

"Itu surat pemecatan kamu, Alula. Maaf, saya tidak bisa memberi pesangon untuk kamu, sebab perusahaan melarangnya."

Apa?!

Jadi aku serius dipecat, dan tanpa pesangon?

Benar-benar tragis bin miris.

Untuk memastikan perkataan pak Bambang, aku pun membuka amplop itu, lalu membacanya.

Dan benar saja, aku dipecat dari perusahaan ini. Padahal tiga tahun yang lalu aku harus bersusah payah berusaha agar bisa diterima bekerja di sini, dengan mengalahkan banyak pesaing yang juga ingin mendapatkan pekerjaan.

Lalu tiba-tiba saja dipecat?

"Tapi alasannya apa, Pak? Seingat saya, saya tidak pernah melakukan kesalahan fatal."

"Ya, benar, Alula. Kamu memang tidak pernah melakukan kesalahan apa pun pada perusahaan. Tapi kesalahanmu pada pak Susilo, selaku direktur di perusahaan ini," jelas pak Bambang.

Oke, kalau kesalahanku pada si tua bangka seperti yang dikatakan sama pak Bambang tadi memang benar adanya, tapi kenapa harus berimbas pada pekerjaanku sih.

"Tapi itu namanya tidak profesional, Pak. Urusan saya sama pak Susilo itu kan ranah pribadi, bukan masalah pekerjaan, kenapa imbasnya ke karir saya?" Aku mencoba membela diri, kali aja berguna.

Mantan Jadi BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang