Spesial ppj

15 1 0
                                    

Jangan salah mengartikan ketika lo diperlakukan baik oleh orang lain. Bukan karena ada rasa, tapi bisa aja orang itu yang memang udah baik dari asalnya.

Jadi gak usah merasa kepedean kalo orang itu punya rasa sama lo.

Agak jleb, tapi gapapa namanya juga hidup.

**

Seminggu berlalu saat perkenalan mereka, Kala tak pernah lagi bertemu dengan Gibran. Entah ada urusan apa sampai-sampai dia hilang begitu saja bak di telan bumi.

Kala tak tahu apa yang terjadi dengan Gibran. Ia berharap Gibran akan baik-baik saja.

Ya sekali lagi Kala ingin mengeluh cape kalau harus terus-menerus merasakan cinta sebelah pihak, apalagi secara diam-diam, tapi mau gimana lagi, Kala gak seberani itu buat ungkapin semuanya.

"Mikirin Gibran ya?" Kala mengangguk. Teresa seolah menebak isi pikiran Kala.

"Kira-kira dia kemana ya, Ter?" Karena Gibran seminggu ini tidak terlihat, Kala benar-benar tidak lagi mendatangi ruang musik seperti biasa. Untuk apa ia kesana jika tidak ada orang yang ingin ia dengar suaranya.

"Lagi ada urusan kali. Ntar deh gue tanyain Zico ya?" Teresa mencoba menenangkan Kala dan membuatnya berhenti memikirkan Gibran. Memang sedari tadi Kala hanya diam saja dan kurang bersemangat saat latihan. Ternyata benar, penyebabnya adalah Gibran.

Teresa bergerak mendekati Kala. Ia menyubit pipi Kala yang menyebabkan Kala meringis kesakitan. "Duh, temen gue jangan cemberut gitu dong, ntar jadi jelek ah."

"Emang udah jelek dari sananya kali, Ter."

"Dih, gak boleh ngomong gitu lah." Netra Teresa menangkap sosok yang sedang mereka bicarakan.

Cowok tinggi berkulit putih itu, baru saja memasuki lapangan basket yang berada di sebrang. Namun dia tidak sendiri, ada orang lain yang bersamanya.

"Kal, itu Gibran!" Kala dengan cepat melihat ke arah yang ditunjukkan Teresa. Tenyata benar, ada Gibran yang sedang berjalan bersama dengan seorang wanita.

"Dia sama siapa, Ter?" Kala tak tahu siapa orang yang sedang bersama Gibran. Apa mungkin pacarnya, karena baru kali ini Kala melihat Gibran jalan berdua bersama cewek lain di sekolah.

"Itu kak Kiara. Tenang aja mereka cuma temen doang kok." Kiara dan Gibran memang teman satu circle. Teresa sebenarnya mau bilang kalau Kiara itu teman mantannya Gibran, tapi dia tidak tega. Pasti kalau Teresa bicara seperti itu, Kala akan menanyakan beberapa rentetan pertanyaan mengenai pacar cowok itu.

Teresa tidak pernah bilang kalau Gibran sudah punya pacar, ia tidak mau Kala sakit hati karena ternyata orang yang dia cintai sudah memiliki seorang kekasih. Namun, kini Gibran dan pacarnya sudah putus, jadi Teresa tidak perlu mengatakan hal menyakitkan itu kan?

"Temen tapi kok, keliatan mesra gitu ya?" Dimana-mana kalau cuma temen ya gak terlalu dekat gitu, kecuali satu atau keduanya terjebak yang namanya friendzone. Mau dibilang ada hubungan tapi ya hubungannya cuma temen. Itu yang Kala takutin.

"Kal... Kal. Itu kan emang kak Kiara yang paling jago soal gatel, apalagi ke Gibran sama temen-temennya." Teresa gak heran, cewek modelan kaya Kiara tuh ya yang sana sini mau. Kalau yang orang-orang bilang sih sasimo namanya.

Teresa melirik Kala yang masih satu ekspresi sejak tadi.

Bingung.

Itu ekspresi wajah Kala.

"Lo tahu kak Kiara gak sih Kal?" tanya Teresa. Kala menggeleng tidak tahu. Memangnya siapa dia sampai Kala harus tahu?

"Masa lo gak tau sih? Kak Kiara itu kan tukang bully di sekolah kita. Pokoknya lo jangan sampai macem-macem sama dia deh, kalo mau hidupnya aman disini." Teresa kesal sendiri. Kiara seterkenal itu tapi Kala tidak tahu? Dia ngapain aja selama sekolah di sini?

Klandestin By S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang