Bukan soal uang, tapi soal waktu yang dimana setiap detiknya mampu merekam ingatan yang bakal dikenang di kemudian hari.
Kalo lo cuma diem-diem aja, gak ada pergerakan apapun sama temen-temen lo, jangan sampai nyesel kalau nanti pengen kenang sesuatu tapi gak ingat pernah ngelakuin apa aja.
Manfaatkan waktu sama temen atau sahabat lo ya, selagi bisa karena nantinya lo gak tahu bakalan bisa main atau kumpul lagi bareng mereka atau gak.
**
Ketiga cewek itu sudah berencana akan menghabiskan waktu di akhir pekan ini dengan menonton film kesukaan di bioskop dan bermain-main di Timezone sembari mengingat kenangan masa kecil mereka.
Disinilah mereka, di Mall super gede yang kebanyakan pengunjungnya dateng buat war tiket bioskop.
Bukannya kuliah kerja nyata eh malah nyambi jadi penari.
Itu kata-kata yang lo lontarin pas selesai nonton film KKN di Desa Penari, yang hampir dimana-mana tiketnya selalu sold out. Kalau gak gerak cepat ya alamat gabisa nonton.
Untung aja ketiga cewek itu udah pesan tiket online jadi ya kalau ke bioskop tinggal masuk, scan tiket, tanpa perlu ngantri dan desak-desakan sama yang lain.
Tapi ya agak miris juga, kadang ada yang anak usia dibawah umur yang ikut nonton padahal di posternya tertera peringatan 18+, herannya kok bisa lolos gitu aja. Semoga lain kali bisa lebih teliti aja buat petugasnya supaya gak kecolongan.
Setelah puas menonton film, berkeliling menghabiskan waktu, mereka memutuskan istirahat di tempat duduk yang tersedia di sana.
"Heran banget sama bocil belakang gue! Baru pertama kali ke bioskop kali ya!" geram Retta. Pasalnya tadi, sepanjang film ditayangkan, bocil yang duduk persis dibelakang Retta selalu menendang-nendang kursinya. Meski sudah berulangkali Retta memperingati agar berhenti menendang kursinya, tapi tetep aja dilakuin.
"Ngefans kali sama lo!"
"Nge-fans sih nge-fans, tapi ya gak gitu juga kali."
"Lagian lo PD amat kalo bocil itu nge-fans sama lo?"
"Lo yang bilang anjir, kenapa jadi gue!?" Tasya mengangkat bahunya.
"Ngeselin ya lo!" Rasanya pengen banget nimpuk muka Tasya pake kursi, tapi ingat kalo mereka lagi di tempat umum, bisa-bisa nanti Retta ditangkap satpam yang tadi mukanya kaya ngajak baku hantam.
"Kemarin lo pulang sama siapa, Kal?" Tanya Tasya pada cewek yang saat ini lagi mainin boneka beruang dari hasil main capitan di Timezone. Saking senengnya, Kala ngebiarain mereka berdua ngobrolin apapun tanpa dirinya.
Baru saja Kala ingin menjawab, tapi sudah dipotong lebih dulu oleh Retta. "Tumben banget lo nanya?" heran Retta karena Tasya itu tipikal orang yang jarang banget tanya-tanya tentang orang lain, katanya bukan urusan dia, jadi ngapain harus ikut campur atau sekadar pengen tahu doang, gak ada manfaatnya kali.
"Ya nanya aja, emang gak boleh?" Tasya yang tadi menoleh ke Retta, kini beralih ke Kala. "Lo pulang sama Gibran ya?" tebak Tasya.
"Kok lo bisa tahu sih?" Kala malah balik bertanya ke Tasya. Ia heran kenapa Tasya bisa tahu, padahal kemarin Kala pulang hampir maghrib dan saat itu tidak banyak siswa yang berada di sekolah, hanya ada beberapa tapi bisa dihitung menggunakan jari.
"Ada deh," ujar Tasya, sok misterius.
"Pliss Sya, lo bukan cenayang atau temenan sama cenayang kan? Serem amat bisa tahu gitu," kata Retta bergidik ngeri.
Tasya memukul pundak Retta karena telah berbicara sembarangan. "Ish, enggak lah. Gue tahu dari seseorang kali."
Retta meringis kesakitan sembari memegang pundaknya, tapi tetep aja jiwa kepo yang sudah melekat dalam diri Retta, susah banget buat di hilangin. Jadi cewek itu masih bertanya padahal udah tahu Tasya gak akan menjawabnya. "Siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin By S
Teen FictionMusik dan fotografi adalah hal yang paling melekat dalam dirinya. Tak ada yang lebih berarti selain kedua hal tersebut. Aku pun ragu, apa aku bisa masuk ke dalam hidupnya dan menambah diriku sebagai hal yang berarti dalam hidupnya? Senjakala Derai S...